EPILOG

477 9 1
                                    

~Happy Reading, di part penutupan Angkasa~ ~Semoga kalian suka ya~

2 hari berlalu dengan sangat indah. Angkasa maupun Zevan sama-sama dilingkupi kebahagiaan tiap jam dan detiknya. Hembusan nafas dan tarikannya tak lagi berat. Walaupun kini, Zevan masih harus duduk di kursi roda.

"Gimana, semuanya udah beres kan?" tanya Wisnu dari ambang pintu,menatap Zevan dan Angkasa. Yah,hari ini adalah hari kepulangan pria itu dari Rumah Sakit.

Zevan mengangguk, diikuti Angkasa, "Udah om!" tegas Angkasa.

Wisnu pun beralih ke belakang Zevan, mendorong kursi roda pria itu menuju luar. Diikuti oleh Angkasa yang membawa barang-barang di belakangnya. Lantas kemana Icha? Yah! Gadis itu harus mengurus kepentingan lain di Bandara. Terkait dengan kecelakaan pesawat ini.

"Wisnu kan?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang dan menepuk pundak Wisnu.

Wisnu menoleh, menatap orang ini seksama. Sama sekali tak asing!

Wisnu mengusap wajahnya, "Dokter Gilang kan?"

Orang itu mengangguk sembari tersenyum penuh kehangatan. Dan tak lama, Wisnu menarik pria itu, mendekapnya erat. Tampak bahwa air mata pria itu ingin mengalir.

"Dokter kok bisa disini?" tanya Wisnu sembari melerai pelukannya.

"Saya dipindahkan ke Rumah Sakit ini 2 bulan yang lalu Wisnu!" jawab Gilang.

Zevan hanya bisa diam. Dirinya saja tak tau yang berbicara dengan ayahnya itu siapa. Pria itu lebih memilih memandang wajah Angkasa yang kini berada di sampingnya. Ternyata sama saja, dari sisi manapun Angkasa tetap saja menggemaskan di mata Zevan. Meskipun gadis itu hanya diam seperti sekarang ini.

"Sa," panggil Zevan.

"Kenapa kak?"

Zevan merenggutkan wajahnya, tampak sangat tidak senang dengan jawaban Angkasa. Bahkan kedua sudut-sudut bibirnya menurun drastis.

Angkasa memukul kepalanya, sadar akan kesalahannya.

"Ada apa Anra?" tanya Angkasa, sembari tersenyum simpul.

Kedua sudut bibir Zevan akhirnya naik. Membentuk sebuah senyuman, yang membuat jantung Angkasa kembali berdegup kencang. Benar kata orang, kalau jatuh cinta pada seseorang itu tak cukup hanya sekali. Tapi tiap detik.

Zevan menggeleng, "Gak apa-apa. Anra cuman pengen panggil kamu aja?" ucapnya terkekeh.

"Lain kali, kalau marah jangan pukul kepala kamu ya. Emang kamu mau pendarahan otak kaya Anra?" lembut Zevan.

Angkasa meringis, "Pukul kepala kaya gitu, gak bakalan buat pendarahan Anra!" elaknya.

Zevan benar-benar sudah sangat bucin sekarang. Bahkan sampai bisa membuat Angkasa sedikit jengah. Tak terkecuali di hari kemarin, saat Angkasa menyuapi Zevan makan. Bukan! Lebih tepatnya Zevan yang menyuapi Angkasa. Memaksa gadis itu hanya memegang mangkok, dan menyuapi gadis itu dengan tangan kirinya. Yang terlihat jelas, kalau tangan kirinya masih terpasang infus.

"Tapi itu buat tangan dan kepala kamu sakit!" tegas Zevan tak ingin dibantah. Suaranya yang melengking, membuat Gilang dan Wisnu yang asyik mengobrol, tiba-tiba menatap nya serentak.

"Kamu kenapa Kak?" tanya Wisnu, "Marahan sama Angkasa?" lanjutnya.

Angkasa menggeleng, "Enggak om! Kak Zevan cuman lagi fase bucin aja!" jawabnya, membuat Zevan sedikit menatapnya tajam.

"Mereka siapa Wisnu?" tanya Gilang ambil bagian.

"Masa, kamu gak kenal sama mereka Lang! Dia ini, anak saya dan Kirana. Namanya Zevan!" tegas Wisnu, sambil menepuk pundak bagian kanan Zevan.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang