#1 : Jika kuharus terluka

17 1 0
                                    

-Arsa Syahreza-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-Arsa Syahreza-

"Aku bolehin Bunda nikah lagi bukan buat bikin asing sikap Bunda ke Arsa. Aku mencoba terima keberadaan Om Gian dan anaknya si Randi. Tapi apa yang Bunda lakuin ke Arsa? Ini sama sekali nggak adil buat Arsa bund!" ungkap semua rasa kesal Arsa yang selama ini ia pendam sendirian. Merasakan beberapa kali perlakuan sang Bunda mulai berbeda dengan dirinya.

"Itu cuma perasaan Arsa kalau Bunda pilih kasih," balas sang Bunda berusaha menyentuh pundak Arsa namun Arsa dengan cepat menghindar.

Arsa terdiam tidak percaya. Besar harapannya bahwa ia baru saja salah mendengar jawaban sang Bunda. Namun nyatanya kata-kata sang Bunda cukup jelas disetiap ejaannya mengatakan bahwa dirinya yang salah pengertian dari setiap rasa sakit yang telah ia terima.

"Sekarang Arsa tanya sama Bunda. Minggu kemarin kalian bertiga ninggalin Arsa sendirian di rumah tanpa kabar kan?" cerca Arsa sambil menunjukkan jari telunjuknya sebagai bahasa isyarat untuk poin pertama.

"Randi bilang kamu sibuk sama acara kampus. Bahkan katanya kamu bakal pulang pagi karena proker apa gitu, Bunda lupa."

"Kenapa Bunda nggak tanya sama Arsa sendiri? Kenapa musti katanya Randi?" terang Arsa sangat tidak terima.

Sang Bunda terdiam. Menimang kebenaran atas apa yang putranya katakan. Kenyataan bahwa ia tidak terpikirkan untuk bertanya langsung kepada Arsa dan memilih langsung mempercayai apa kata putra tirinya, putra dari suami barunya.

"Yang kedua, Bunda tau seberapa berharganya barang-barang pemberian Almarhum Ayah buat Arsa? Alasan kenapa Arsa masih simpan semua barang-barang itu?" Arsa menjeda kalimatnya sejenak. "Semua barang dari sekelas sepatu, jaket, baju, jam tangan, dan semua barang yang tanpa izin Bunda pinjamin ke Randi. Bunda tau kemana semua barang itu? Randi jual, Bund! Dan aku sedang berusaha nemuin semua orang yang udah beli barang aku dan bakal aku tebus buat aku ambil kembali."

"Kamu pasti salah liat. Barang yang kamu punya itu nggak cuma kamu sendiri yang punya."

"Arsa tau barang-barang Arsa karna itu punya Arsa, Bunda!" ujar Arsa memberikan penekanan pada setiap katanya.

"Ya, udah. Terserah kamu. Nanti Bunda kasih uang buat ganti semua barang-barang kamu itu."

Arsa menggeleng, benar-benar tidak paham kenapa Bundanya bisa berpikir sempit seperti itu.

"Ini semua bukan masalah uang, Bund. Mungkin nggak banyak, tapi Arsa diam-diam kerja buat dapet uang sendiri. Arsa bisa menghidupi diri Arsa sendiri."

"Kenapa kerja diam-diam? kamu itu cuma Bunda minta buat sekolah yang bener. Ngapain pakai sok-sok an kerja? uang yang Bunda kasih itu kurang buat kamu?" tanya sang Bunda ikut menaikkan intonasi suaranya.

"Arsa kerja bukan buat sok-sok an aja, Bund. Arsa kerja juga karena Arsa butuh pengalaman. Arsa tau pendidikan di teknik itu nggak akan berarti tanpa praktik, Bund."

"Bunda nggak perduli. Mulai hari ini kamu berhenti kerja dan sekolah yang bener. Liat Randi--"

"Randi lagi, Randi lagi!" Potong Arsa membuat sang Bunda mau tidak mau bungkam mulut sejenak.

"Tapi Bunda kan bener. Kamu harus banyak-banyak belajar dari Randi. Randi itu--"

"Stop, Bund. Arsa hari ini nggak mau dengerin Bunda yang belain Randi dan banding-bandingin Randi. Bunda baru kenal Randi beberapa bulan doang. Tapi kalau Arsa, harusnya Bunda kenal seumur hidup Arsa, Bund!"

"Bunda nggak nyangka kalau Bunda udah gagal didik kamu ya Arsa."

Arsa terdiam. Matanya nyaris membulat sempurna. Rasanya waktu di dunia ini terhenti untuk beberapa detik demi membius perasaannya yang kemudian menjalarkan rasa sakit ke seluruh tubuhnya.

☘️☘️☘️

- Randi Brawijaya -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- Randi Brawijaya -

Di dalam kamar, Randi duduk tanpa suara sembari mendengarkan perdebatan seorang Ibu dan putra kandung satu-satunya itu. Entah mereka lupa atau bagaimana, tapi nyatanya Randi memang sudah berada di dalam kamarnya sejak pagi hari. Awalnya ia ingin pergi menyapa teman-temannya, namun niat itu ia urungkan setelah mendengar suara cek-cok menjadi alarm pertama yang membangunkannya.

"Gue lakuin semua ini juga karena sikap angkuh lo, Arsa!" Gumam Randi menanggapi diam-diam.






☘️☘️☘️

— 𝕋𝕠 𝕓𝕖 𝕔𝕠𝕟𝕥𝕚𝕟𝕦𝕖 —

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

— 𝕋𝕠 𝕓𝕖 𝕔𝕠𝕟𝕥𝕚𝕟𝕦𝕖 —

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 26 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HEARTBREAKER - Step BrotherWhere stories live. Discover now