#18 : Warning

Mulai dari awal
                                    

"Apa kau keberatan jika aku mengajakmu jalan-jalan lagi lain waktu? Sebagai ganti jalan-jalan kita kemarin yang hanya setengah jalan?" Liam bertanya, penuh harap. Tanpa berpikir panjang, Taylor menganggukkan kepalanya. "Tentu saja, Li. Aku akan sangat senang bisa pergi denganmu lagi."

"Li?" Liam mengangkat sebelah alisnya, mendengar apa yang Taylor ucapkan. Taylor memanggilnya 'Li'. Padahal, sebelumnya Taylor memanggil Liam dengan sebutan 'Liam'.

Taylor tersenyum lebar. "Supaya lebih mempersingkat. Boleh, kan, aku memanggilmu 'Li'?"

Liam terkekeh. "Tentu saja, Taylor-atau Tay? Boleh aku memanggilmu 'Tay' untuk mempersingkat juga?" tanya Liam. Taylor tertawa. Keduanya tertawa.

*****

Harry tengah berada di ruangannya saat pintu terketuk. Harry menekan tombol khusus untuk membuka pintu yang ada di bawah laci kerjanya. Tombol itu sangat rahasia, tak banyak yang tahu tentang keberadaan tombol itu. Mungkin hanya Harry yang tahu.

"Harry."

Harry diam, memicingkan mata melihat siapa yang baru saja masuk ke dalam ruangannya. Harry memejamkan mata, menarik nafas dan menghelanya perlahan sebelum bangkit berdiri dan berkata, "apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin bicara denganmu." Tanpa menunggu perintah Harry, seseorang itu berjalan mendekati meja Harry dan menarik kursinya yang berhadapan dengan Harry. Harry kembali duduk di kursinya. Tatapannya tajam, terarah pada gadis berwajah Latin yang ada di hadapannya saat ini. Jasmine Lime.

"Aku tak memberimu waktu banyak untuk bicara." Harry berujar dingin.

"Aku ingin kau kembali bersamaku." Jasmine berkata tanpa basa-basi. Matanya terfokus pada Harry yang juga melakukan hal yang sama.

"Katakan apa yang membuatmu kembali." Harry memerintah masih dengan nada datarnya. Jasmine meletakkan kedua tangannya di atas meja kerja Harry. "Aku ingin bersamamu." Jasmine menjawab tenang, nadanya terdengar sangat serius.

Harry menggeleng. "Aku tahu itu bukan maksudmu menemuiku. Katakan, seberapa banyak uang yang kau butuhkan? Jika aku memberikannya padamu, apa kau akan menjauh dari hidupku?" Jasmine cukup terkejut saat mendengar ucapan Harry tersebut. Jasmine memicingkan matanya.

"Astaga, Harry. Apa kau berpikiran sebodoh itu tentangku? Aku sama sekali tak seperti itu! Aku tahu aku meninggalkanmu untuk karir modelingku tapi, aku tak pernah berpikiran untuk meminta uangmu!"

Harry menunduk sesaat. "Kalau begitu, katakan maksudmu menemuiku." Harry kembali mengulang pertanyaan awalnya.

Jasmine tersenyum sebelum menganggukkan kepala. "Baiklah. Aku tahu, kau sangat cerdas dan sulit untuk ditipu jadi, aku akan menjelaskan permintaanku. Begini, aku datang ke sini hanya ingin meminta bantuanmu untuk menjadi sponsor dalam acara pernikahanku dengan Louis."

Harry memutar bola matanya. "Kenapa kau tak bilang sejak awal?"

Jasmine terkekeh. "Maaf, maaf. Aku hanya ingin melihat ekspresimu jika aku mengatakan hal seperti itu. Ternyata, kau masih sama, Harry. Masih tak memiliki ekspresi sama sekali. Kau masih dingin dan datar." Jasmine menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi tempatnya duduk. Begitupun Harry.

"Jadi, kau akan menikah? Dengan pria itu?" tanya Harry. Nada bicaranya mulai tidak sedingin tadinya. Jasmine mengangguk. "Tentu saja. Aku mencintainya. Dia mencintaiku. Dia berani berkomitmen denganku. Tidak sepertimu yang pengecut." Jasmine menyeringai saat mengucapkan kata 'pengecut' itu.

"Terserah." komentar Harry.

Jasmine menegakkan kembali posisi duduknya. Dia melipat tangan di atas meja dan matanya tampak berbinar. "Hei, aku melihat gadis yang bersamamu di festival kemarin di kafetaria tadi! Tapi, dia bersama pria lain. Kupikir, dia pacarmu."

Harry menggeleng. "Dia bukan pacarku. Hanya asisten pribadiku." Jawab Harry tenang.

Jasmine tersenyum lebar. "Nah, berhubung dia hanya asisten pribadmu, keberatan jika aku membawanya ke agensi-ku? Agensi-ku membutuhkan model baru dan sepertinya, dia sangat cocok menjadi model. Harry! Dari semua karyawati yang ada di sini, dialah yang paling cantik dan mempunyai modal awal menjadi model!"

Harry kembali menggeleng. "Dia asisten pribadiku. Dia tak akan bergabung dengan agensi modelmu itu."

"Aku tak meminta izin darimu, sebenarnya. Aku akan menawarkan padanya. Mungkin, dia lebih berminat menjadi model daripada harus bekerja sebagai asisten pribadi pria dingin sepertimu." Jasmine melipat tangan di depan dada. Harry memicingkan matanya menatap Jasmine. "Kubilang tidak, ya tidak. Apa kau lupa jika akulah yang mengontrol segalanya? Aku tak mengizinkan dia untuk masuk ke agensi modelmu."

Jasmine terkekeh melihat ekspresi Harry. Harry terlihat nyaris marah hanya karena Jasmine mau mengajak Taylor ke agensi modelnya. Itu berarti, Jasmine mengajak Taylor untuk mejauh dari Harry mengingat pekerjaanlah yang mempertemukan mereka.

"Tenang saja, Harry. Aku tak akan menjauhkan dia darimu. Tenang."

"Cukup. Waktumu habis. Bisakah kau ke luar dan membiarkanku menyelesaikan semua pekerjaanku?" Harry mengusir secara halus. Jasmine tertawa kecil dan mulai bangkit berdiri. Jasmine melipat tangannya di depan dada.

"Harry, kau harus tahu jika ada pria di luar sana yang sudah memasang ancang-ancang untuk menjalin hubungan dengannya. Jika kau masih tetap di sini, menjalani hidup membosankanmu tanpa melangkah sedikitpun untuk mendekatinya, kau akan kalah dan kehilangan dia."

Harry memejamkan matanya mendengar ucapan terakhir Jasmine sebelum gadis itu berjalan meninggalkan ruangan Harry.

No ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang