suicidal life.

12 0 0
                                    

Akhir-akhir ini gua sering banget mikir, gunanya gua hidup buat apa. Apa untuk masa depan gua yang bahkan masih terasa abu-abu? Atau untuk menjadi pembantu dalam penyelesaian masalah pelik yang dimiliki setiap jiwa?

Sering kali, pikiran rumit ini membuat gua menjadi sakit, tertekan oleh setiap sua yang di teriakkan oleh para fana halusinasi dalam isi kepala gua.

Gua terus berpikir dengan kalimat yang monoton,

Untuk apa belajar kalau masa depan sendiri saja masih semu?

Untuk apa hidup kalau jiwa sendiri saja masih menolak untuk sembuh?

Untuk apa terus melangkahkan kaki kalau bahkan diri sendiri terus menerus mendapat perilaku tak adil?

Raga dan jiwa gua terus mendapat banyak hal yang seakan senang untuk melukai dan mengikis mental dan pikiran.

Terus, hidup buat apa? Kalau bahkan bernafas saja membuat dosa semakin meluas?

Tiap hari kerjaan gua cuma males, rebahan, overthinking, nangis, self injury, and—repeat.

Kalau di tanya kenapa masih hidup, entah gua juga gatau.

Cutting? Pernah.
Suicide attempt? Berkali-kali.
Gonta ganti psikolog? Sering.
Dianggap gila dan nyaris mau dimasukin RSJ? Pernah.

Terus kenapa masih hidup? Gatau.

Entah Tuhan yang masih mau melihat gua menderita, atau Tuhan yang gregetan mau ngasih gua kado terindah di akhir.

Masalah keluarga? Ada.
Masalah kuliah? Ada.
Masalah diri sendiri? Ada.
Masalah percintaan? Ada.
Masalah pertemanan? Ada.
Masalah kerjaan? Ada.

Apakah gua cantik? Tidak.
Apakah gua kaya? Tidak.
Apakah gua pintar? Tidak.
Apakah gua berbakat? Tidak.
Apakah keluarga gua damai? Tidak.
Apakah gua percaya diri? Tidak.
Apakah gua baik? Tidak.

Pikiran² itu yang ngebuat gua jadi semakin yakin untuk pergi meninggalkan dunia. Gua merasa udah siap, siap banget pergi, sampai kemudian gua ditahan.

Ditahan oleh sisi lain dari pikiran gua.

Hey, kalau kamu pergi, siapa yang mengurus komunitas?

Kalau kamu pergi, siapa yang jadi tempat curhat teman-teman?

Kalau kamu pergi, siapa yang ngurus anak-anak online yang nakal itu?

Kalau kamu pergi, apa kamu yakin bisa bahagia diatas sana?

Gua sadar, sebuah kenyataan pahit menampar gua. Gaada yang bisa memastikan, seberapa bahagianya tiap insan yang mencabut nyawa mereka sendiri di alam atas sana. Apakah mereka bahagia? Atau justru menyesal dan ingin menutup semua luka untuk terus berjalan maju di dunia?

Hal-hal sepele terus berjalan di pikiran gua. Kalau gua mati, apa iya gua bisa makan indomie di atas? Kalau gua mati, berapa lama gua di neraka untuk bisa masuk ke surga? Kalau gua mati, apa gua bisa ketemu bokap dan anggota keluarga lainnya di atas sana?

Gua sadar, seberat apapun hidup, bunuh diri bukanlah sebuah solusi ataupun salah satu solusi. Gua harus terus berjalan, setidaknya meskipun hidup gua monoton dan absurd. Tapi gua tetep melanjutkan hidup, itu yang membuat gua beda dengan orang-orang lainnya. Gua sadar, setiap orang memiliki titip terberat dalam hidup mereka. Tapi gua bisa menilai, meski gua penyakitan dan lemah, setidaknya gua bisa bertahan di tengah ketidakstabilan finansial keluarga, ditengah ketidakharmonisan keluarga, dan ditengah kesesatan diri yang amat gelap.

Setidaknya gua hidup, meski gua enggan menyinggung kata asa.

untold feelings of mineTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon