- 𝕆𝕟𝕖

503 56 39
                                    

Kembali disini, dengan ruangan penuh bau obat-obatan yang menusuk indra penciumanku.

Harusnya aku sudah terbiasa bersamaan dengan indra pencecapku yang memakan bubur hambar setiap harinya.

Harusnya tanganku mulai mati rasa karna terlalu sering tertancap jarum infus tapi ternyata masih terasa ngilu.

Harusnya aku tak perlu cemas dengan udara minim yang kuhirup karna sudah terbiasa bernafas lewat selang maupun masker oksigen tapi nyatanya rasanya dadaku masih teras sesak karna indra penciumanku terlalu rakus mengais oksigen.

Sudah berapa kali aku mengeluhkan ini? Seperti seberapa banyak pil yang harus ku telan karna penyakit sialan yang mengegerogoti tubuh ringkihku.

Tidakkah cukup kau merampas berat badanku setiap harinya hingga tubuhku nyaris seperti tulang berbalut kulit.

Jangankan untuk berlari dari ruangan menyesakkan ini, aku akan amat sangat bersyukur bisa berjalan dengan normal tanpa di papah siapapun.

Jangankan untuk memikirkan aku bisa berjalan, aku bahkan tidak bisa memikirkan selain kematian yang terasa begitu dekat di depan mata.

Ceklek

Suara engsel pintu yang di buka membuyarkan lamunanku, seorang pemuda berparas mirip denganku berjalan mendekatiku sambil tersenyum lebar membawa kotak berisi donat hangat.

Kalau saja aku tidak sedang sakit, aku yakin aku bisa merasakan betapa nikmatnya memakan donat-donat itu.

"Amane, aku datang lagi!"

"Tsukasa... Kau sendiri saja? Dimana Ayah dan Ibu?"

"Mereka masih ada urusan di kantor katanya, karna itu aku menjengukmu duluan"

"Ah begitu"

Mulailah dia meracaukan banyak hal tentang kesehariannya di sekolah hari ini, aku mendengarkannya dengan seksama terkada tertawa menanggapi ceritanya.

Jujur saja aku benci cerita itu.

Aku benci kenapa semesta begitu tidak adil padaku, kenapa hanya Tsukasa yang bisa menjalani itu semua? Kenapa aku harus berbaring di atas ranjang sialan ini ketika Tsukasa bisa berlarian kesana kemari.

Aku benci dengan dunia yang tidak adil ini.

"Ah Yashiro-chan juga menanyakan kabarmu, mungkin dia akan mampir kesini akhir pekan nanti bersama Kou"Ucap Tsukasa sesaat setelah aku tersadar dari lamunanku lagi.

Aku menghela nafas, kenapa gadis itu begitu batu mau menemui orang berumur pendek sepertinya? Padahal aku sudah yakin aku benar-benar berusaha menjauh dari gadis itu.

"Terima kasih Tsukasa, tapi kurasa gadis itu tak perlu kesini"

Tsukasa memiringkan kepalanya tanda bertanya, aku membuang muka.

"Aku tidak ingin di temui siapapun selain ayah,ibu, dan kau"

Kini giliran Tsukasa menghela nafas berat.

"Amane masih berusaha membuat Yashiro-chan membencimu?'

Aku terdiam, tentu saja aku akan melakukan itu karna sulit bagiku membalas perasaan gadis itu dengan wujud Yugi Amane.

Mungkin semua akan terasa begitu mudah jika aku adalah Yugi Tsukasa.

Seandainya jika Tuhan memang ada, biarkan sekali saja aku mencecap apa yang selama ini selalu Tsukasa rasakan.

Kumohon Tuhan.

= × 🍩 × =

Ku tatap wajah kembaranku yang terlelap sebelum aku menutup tirai kamarnya, aku berjalan keluar dari kamarnya untuk segera kembali ke rumah.

Sudah berapa tahun sejak hal ini terjadi? Nyaris saja 17 tahun lamanya Amane bertarung melawan penyakitnya dengan tubuh ringkihnya.

Yang kulakukan hanyalah ini dan itu tanpa bisa sedikit pun meredakan apa yang sudah Amane pikul sendirian selama ini.

Dunia ini begitu tidak adil, kenapa kami harus terlahir kembar jika pada akhirnya aku yang memiliki semua keberuntungan ini?.

Aku pun tak ingin merasakan kebahagiaan ini sendirian, semua terasa hambar tanpa Amane di sisiku.

Maksudku, kami ini kembar dan kami tak mungkin hidup terlalu berseberangan begini.

Rasanya begitu kejam mencecap semua nikmat tubuh sehat ini sendirian sedangkan kembaranku disana mati-matian berjuang hidup bahkan untuk sekadar bernafas dengan bebas.

Ketika dia kesulitan berjalan atau bahkan sekadar turun dari ranjangnya, aku bisa bebas berlarian kesana kemari.

Sedikit saja, sedikit saja aku ingin mengurangi rasa sakit Amane selama ini.

Sekali saja, sekali saja biarkan aku menggantikannya duduk di atas ranjang itu setiap harinya.

Sudah cukup bagi Amane menghabiskan lembaran hidupnya dengan obat-obatan dan ruangan putih menyebalkan itu.

Sudah cukup, sekali saja Tuhan biarkan aku menggantikan posisinya.

Biarkan dia merasakan semua yang selama ini kucecap dan biarkan aku merasakan semua yang sudah dia derita sendirian.

Kumohon Tuhan.

Kumohon Tuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Switch || JSHKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang