Kehidupan Ketiga : Tujuh

Start from the beginning
                                    

"Thank you, Dr.Hope, for your help. I could only think of you after I heard what happened. I apologize for disturbing you (Terima kasih, Dr.Hope, atas bantuannya. Saya hanya bisa mengingat nama Anda setelah mendengar yang terjadi. Mohon maaf sudah mengganggu)," ucap Tuan Suarez setelah keadaan kembali normal.

"Don't worry about it. Every doctor would do the same. It's our job (Janga  kuatir. Setiap dokter akan melakukan hal yang sama. Itu pekerjaan kami)."

Dr.Hope kembali ke kamarnya. Ia ingin sekali tidur setelah selesai memberi pelatihan untuk para tenaga medis lokal hari ini. Sialnya saat baru saja merebahkan tubuh di kasur, ponselnya berdenting menandakan pesan masuk. Ia mengeluarkan ponsel dari saku jeans-nya dan membaca pesan yang baru saja masuk.

"Haahh...ya, oke." Ia meletakkan ponsel di sampingnya. "Aku mau tidur dulu. Berpikirnya nanti saja."

---

Seoul, Korea Selatan, Desember 2019

"Ya, Abeoji. Hmm...itu juga sudah." Jun menjawab pertanyaan Sang Ayah melalui telepon. "Abeoji tidak mengantuk? Di sana sudah malam, kan?"

"Tadi Abeoji terbangun karena Samcheon perlu ke kamar kecil."

"Apa...kondisinya membaik sesudah kemoterapi kemarin?"

"Yaaa begitulah. Untuk kondisinya sekarang, dia baik-baik saja."

Jun menangkap nada sedih dalam suara ayahnya. Ia paham bahwa ayahnya tersiksa melihat orang yang ia cintai menderita dan barangkali menurun kondisinya hari demi hari.

"Aku...ingin sekali ke sana." Jun tersenyum sedih. Untung saja ayahnya tak dapat melihatnya.

"Kami baik-baik saja. Tidak perlu kuatir, Jun."

"Aku akan selalu mendoakan dan mendukung Abeoji dan Hoseok Samcheon."

"Terima kasih, Nak."

Pembicaraan ayah dan anak tersebut berakhir beberapa menit setelahnya. Meskipun demikian, Jun belum mengalihkan tatapannya dari foto yang menghiasi layar ponselnya. Foto Sang Ayah bersama Hoseok Samcheon yang diambil setelah kemoterapi pertama kekasih ayahnya tersebut.

Sering kali Jun merasa hidup kedua pria tersebut tidak adil. Mereka terpisah selama puluhan tahun sebelum akhirnya bertemu kembali. Namun, dengan kenyataan pahit mengenai penyakit Dr.Jung.

"Abeoji, meskipun berat, kuharap Abeoji akan selalu kuat. Semoga Abeoji dan Samcheon berbahagia."

Ting!

Jun membuka pesan dari Sang Ayah yang jelas sekali belum kembali tidur.

From : Abeoji

Abeoji lupa memberitahumu satu hal. Abeoji melamar Samcheon tadi sore dan diterima 🥰 Ini foto cincinnya

 Abeoji melamar Samcheon tadi sore dan diterima 🥰 Ini foto cincinnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Jun tersenyum.

To : Abeoji

Selamat! Aku ikut bahagia 🥰

---

Seoul, Korea Selatan, Januari 2020

"Oppa."

"Jun Oppa."

"Hei, kenapa diam saja?"

"Ha? Oh tidak apa-apa kok."

"Hah! Oppa kira bisa membohongiku? Tidak ada yang bisa membohongi Han Sinbi. Aku punya mata elang dan selalu mengintai apa saja di sekitarku."

Jun mendengus.

"Ya ya ya. Terserah kau saja," kata Jun sebelum mengangkat gelas bir dari atas meja dan menyesap isinya. Malam ini, ia dan Sinbi menghabiskan waktu untuk makan malam bersama. Keduanya berteman baik meskipun sama-sama tak pernah menduga hal itu sebelumnya.

"Aku serius. Kuperhatikan akhir-akhir ini Oppa lebih sering melamun." Sinbi menyumpit telur dadar gulung ke dalam mulut. "Aku tidak keberatan menjadi tempat penampungan kalau memang ada sampah yang perlu dibuang."

"Kata-katamu membuatku yakin akan selalu melihat wajahmu di setiap tempat sampah."

Sinbi meninju pelan lengan Jun yang menanggapinya dengan tawa ringan.

"Katakan padaku cepat. Ada apa?"

Jun menyerah. Gadis ini tak akan mundur kalau sudah menginginkan sesuatu.

"Oke baiklah." Ia menyesap birnya lagi. "Aku mulai memikirkan perkataan beberapa orang mengenai MSF. Dulu, aku sama sekali tidak tertarik tapi tidak tahu kenapa belakangan ini aku mulai memikirkannya dengan serius."

"Lalu, pekerjaan Oppa di sini bagaimana kalau Oppa bergabung dengan MSF?"

"Kalau akhirnya aku memilih bergabung dengan mereka, aku akan meninggalkan pekerjaanku di sini."

"Termasuk semua kenyamanannya?"

"Semuanya."

Sinbi mengucapkan 'wow' tanpa suara.

"Katakan padaku, Oppa. Apa Oppa benar-benar mau melakukannya karena niat dari dalam hati? Atau karena ingin mewujudkan cita-cita Dr.Jung, ayah tirimu?"

Jun tertawa.

"Kalau kau belum tahu, Sinbi-ah, bagiku Hoseok Samcheon bukanlah ayah tiri. Tapi benar-benar ayahku. Tidak ada istilah ayah tiri. Aku menyayanginya sebesar rasa sayangku pada ayahku sendiri meskipun darah mereka tidak mengalir di tubuhku sama sekali."

"Maksudnya?" tanya Sinbi heran.

"Ayahku yang kau kenal bukan ayah kandungku. Dulu, ibuku diperkosa dan Abeoji menikahinya karena ibuku mencoba bunuh diri setelah tahu dirinya hamil. Abeoji bisa saja menyerahkanku pada orang lain setelah ibuku meninggal tapi itu tidak pernah terjadi. Aku adalah putranya dan bagiku Kim Junmyeon Senior adalah ayahku. Begitu juga dengan Hoseok Samcheon."

Sinbi menganga lebar mendengar cerita Jun, membuat pria tersebut tertawa dan melempar kacang ke arah gadis itu.

"Kau kelihatan seperti monyet di kebun binatang yang menunggu diberi makan."

"Oppa! Jahat sekali!"

Jun tertawa melihat kemarahan Sinbi. Meskipun begitu, ia memikirkan kata-kata Sinbi.

"Apakah aku ingin bergabung dengan MSF karena Hoseok Samcheon? Atau karena aku memang menginginkannya?"


- Bersambung -

Three Lives, One LoveWhere stories live. Discover now