☁️5: Di Balik SMA☁️

Start from the beginning
                                    

"Lo mau nontonin gue Dar?" tanyaku, setelah berterima kasih karena Andari sudah membantuku bersiap-siap.

Cewek dengan setelan olahraga itu mengawasi sekitar dengan raut malas. "Ke lapangan aja deh gue. Nontonin cowok-cowok tanding futsal. Disini yang ada gue molor nanti."

Aku tertawa ringan, "Yaudah. Doain gue ya!"

"Halah!" Andari mengibaskan tangan, "Mending gue doain lawan-lawan lo tuh, biar ga kalah-kalah banget ye kaan! Hahaha!" ternyata optimisme sahabatku dua kali lipat lebih besar. Dan aku yakin itu karena aku janji bakal traktir dia Mie Ayam kalau aku betulan menang.

"Cuss dulu gue! Syemangaaat!!"

Kulambaikan tangan membiarkan Andari melesat ke tujuannya. Saat aku menempati posisi, aku baru sadar kalau sekeliling sudah hampir penuh. Peserta-peserta dari kelas lain duduk diatas koran yang disediakan lengkap dengan sebuah meja sebagai alas. Kecuali tempat yang ada tepat disebelahku. Masih kosong melompong. Mungkin ada kelas yang memilih kena denda ketidakikutsertaan karena tidak punya perwakilan? Pasti anak kelas dua belas karena biasanya mereka paling malas ikut event-event semacam ini.

Panitia yang bertugas sebagai pembawa acara membuka dengan salam bersemangat. Ia memperkenalkan 3 dewan juri yang semuanya adalah guru kesenian. Bu Erna, Pak Har dan Bu Ummi. Aku akrab dengan mereka semua. Kemudian dijelaskan lagi kepada peserta tentang peraturan dan sebagainya. Lomba kali ini, segala supplies adalah tanggung jawab pribadi. Hanya kanvas saja yang diberikan gratis oleh panitia. Selebihnya peserta dibebaskan memakai gaya atau teknik lukis apapun. Temanya juga sangat general "Paint Yourself"

Lomba dimulai dan menuang warna-warna pada pallet membuatku tidak tahan untuk berteriak senang di dalam hati, Aaaa! Ini asik!

"Halo semua, maaf telat dikit!"

Aku-beserta semua orang diarea aula menoleh spontan pada cowok yang datang sambil menggaruk-garuk rambut. Aku tidak kenal. Tapi yang jelas orang-orang langsung kasak-kusuk. Sedang dimataku, dia kelihatan seperti singa bangun tidur.

"Gerhana? Saya kira kamu bolos lewat pagar belakang?" Bu Erna menggunakan microphone untuk bicara.

Yang disindir nyengir saja, "Maunya. Ini juga demi hutang kas dianggap lunas sama menteri keuangan kelas." Responnya yang terlampau jujur tersebut memancing tawa orang-orang.

Aku mungkin akan melakukan hal yang sama kalau saja si Gerhana itu tidak tiba-tiba merampas cat-cat airku.

"Minta dikit!" dia memasang tampang sangar, "Gaboleh pelit sama kakak kelas!"

Bodohnya aku jadi ciut karena ancaman itu. Padahal bisa saja aku teriak dan lapor atas gangguan dan pencurian yang aku alami kan? Yah... sebetulnya betul dia cuma minta cat seperti katanya, setelah menuang beberapa warna ke telapak tangan kiri yang ia jadikan pallet darurat, cowok itu mengembalikan kepunyaanku.

Ini orang ikut lomba bawa badan doang? Aku sangat kaget saat ia merogoh batangan rokok dari saku, sampai aku melihatnya menggunakan busa diujung rokok sebagai kuas.

Gerhana yang merasa jika kuperhatikan, menoleh sengit sambil menempelkan telunjuk ke bibir, "Awas kalo ngadu ya!"

Bahkan setumpuk pengalaman lomba diluar kandang yang aku punya engga pernah serandom ini. Aku hanya mengangguk dan berusaha menghiraukan manusia disebelahku. Tidak mau memperpanjang urusan karena aku juga punya lukisan untuk diselesaikan.

☁️⭐☁️⭐

"Apa sih yang dipusingin?"

Kami bertiga kompak memutar bola mata mendengar komentar super enteng dari mulut Kak Ge. Memang ya, mahasiswa yang kuliahnya sesuai passion mana bisa mengerti seberapa beban menyusun perencanaan bisnis buat kami-anak semester dua yang rencana hidup sendiri saja masih belum tersusun.

Di Balik AwanWhere stories live. Discover now