"Pak Rion... Bajunya dibuka." Rion terperangah mendengar suara Noushin. Lantas dia mengangguk seraya melepas kancing kemeja nya satu-persatu. Well, jas hitam yang tadi dia kenakan sudah ditanggalkan sejak di mobil.

Ah iya, saat ini mereka ada di Apartment Noushin. Wanita itu sudah pindah sejak tiga hari yang lalu.

Noushin berdeham seraya langsung membalikkan badan, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat dada bidang Rion yang sudah terekspos.

"Kenapa berbalik? Takut tergoda ya?"

"Tuh kan, emang cocok nya dipanggil Om." Rion langsung terbahak.

"Saya juga sempat berfikir begitu. Tapi... ini jujur ya, saya baru pertama kali nya lho godain anak gadis sampai segininya."

"Oh... Biasanya janda yang digodain?" Rion terkekeh.

"Nggak pernah." Noushin segera berbalik lagi, berniat untuk menatap mata Rion, mencari kebanaran dari ucapan pria itu. Tapi, matanya nakal, dua organ yang berfungsi untuk melihat itu malah salah fokus ke tubuh shirtless Rion yang terpampang jelas sampai-sampai membuatnya meneguk ludah tanpa sadar.

"Kenapa? Penasaran ya sama tubuh saya?" Goda Rion, membuat wajah Noushin langsung memerah bak kepiting rebus.

"Boleh, silahkan dilihat sepuasnya. Tapi nggak apa-apa ya, perut saya agak buncitan. Udah lama nggak nge-gym soalnya, ditambah, sering makan malam juga, nemenin Tea yang malam-malam suka kelaparan."

Noushin berdeham. Dia memilih melupakan niatnya tadi, lalu bergegas mengambil paksa kemena Rion yang ada ditangan, untuk kemudian dia bawa menuju mesin cuci. Setelah itu, dia mengambil kaos dan celana bokser milik adiknya dan memberikan nya pada Rion yang sejak tadi masih diam ditempat.

"Pak Rion pakai ini dulu sembari menunggu bajunya kering. Well, jangan mikir yang nggak-nggak. Ini baju adik saya."

"Oke, terima kasih. Saya ganti baju dulu, kamu mau ikut?"

"Pak---"

"Bercanda," Lalu Rion mengacak-acak rambut Noushin dengan gemas. Hingga pemiliknya sedikit melembek seperti jelly kalau disentuh.

Selesai dengan segala hal yang diributkan tadi, sekarang dua manusia itu sedang bersantai di depan televisi. Rion sengaja menunggu pakaian nya kering terlebih dahulu supaya sampai rumah nanti, dia tidak dirundung banyak pertanyaan soal kenapa bajunya basah. Bisa-bisa anak gadisnya meledek habis-habisan kalau tahu alasan nya.

"Pak Rion,"

"Hm?"

"Tea di rumah sama siapa?"

"Ada Mama sama Bi Martem."

"Mama nggak jadi pulang kemaren?"

"Iya, jadinya besok. Soalnya kemaren Tea nggak ngizinin, sampai ngambek-ngambek dia."

"Oh iya? Kenapa?"

"Kata Tea; 'nanti rumah bakalan sepi. Tante Noushin pergi, Oma pergi, semua aja pergi, aku sendirian.' Gitu. Emang suka ngambekan anaknya. Kamu siap nggak ngehadapin dia?"

"Saya nggak bakal bilang mau, kalau saya nggak siap, Pak." Mungkin itu kalimat sederhana, tapi bagi Rion, maknanya sangat dalam. Sampai-sampai, dia langsung membawa Noushin kedalam pelukan nya.

"Terima kasih ya, sudah menerima saya."

"Hm. Dan terima kasih juga sudah mau susah-susah meyakinkan saya." Rion semakin mengeratkan dekapan nya, lalu disusul dengan membubuhkan satu kecupan pada puncak kepala Noushin. 

***

Tepat pukul sembilan malam, Tea baru saja sampai di depan rumah nya. Dia buru-buru turun dari motor Sean, wajahnya bahkan terlihat sangat panik, hingga dia lupa melepas helmet yang ada di kepalanya.

Me vs PapiWhere stories live. Discover now