1. Remaja, Pria, di Taman-1

87 16 12
                                    

Jikalau kau menajamkan kelima indra, kau semakin dekat dengan rajapati.

Ketika tajam peraba, terasa pembunuhan melalui gesekan angin. Kala tajam lidah, tercecap rasa pembunuhan lewat kelembapan. Saat tajam hidung, tercium bau pembunuhan dari partikel udara. Masa tajam telinga, terdengar suara pembunuhan di kejauhan. Waktu tajam mata, terlihat pembunuhan berkat gelombang elektromagnetik yang menembus benda padat, gas, maupun cair.

Dari suasana terang benderang yang merajai kegelapan, pohon-pohon penghijauan diam-diam menyaksikan sistem alam menjalankan tugasnya. Kepada koloni insek terbang yang tertipu semu daya cahaya. Kepada burung-burung hitam yang memburu mangsa. Kepada makhluk-makhluk noktifili yang menjalankan ritual malam.

Berkuasanya bulan purnama menemani malam nan sunyi. Para mega mengizinkan sinar menembus keindahan lautan kapas. Itu sebelum kerumunan ngengat beserta kelekatu berlarian di udara, lalu semua berkumpul ketika bulan berpendar biru.

Kemunculan seorang pria pertanda sesuatu akan datang.

Hanyalah figur tak terlalu krusial dengan pakaian kasual yang dikenakan. Yang dia lakukan cuma bersenandung ria mengikuti alur-alur serangga bersayap penunjuk arah. Sandal jepit murahannya menapak tepi jalan beraspal nyenyat. Hawa dingin pastilah dominan, tetapi tak membuat pria itu kalah oleh gigil.

Apa yang dia harapkan dari situasi ini? Belaka amati suasana malam biru, jawab benaknya. Alasan yang dibuat-buat manakala hasrat terpendam sampai di permukaan alam sadar.

Saat itulah pria itu stop. Terlihat di sisi kanan, seorang remaja berdiri di tengah taman. Perdu bunga pukul empat serta barisan pohon kayu lamtoro masih terlelap untuk memberitahukannya akan mala. Si pria mengamati lebih dekat sosok remaja misterius tersebut.

Berpakaian baju cina hijau, dengan kain sarung membalut tungkai serta songkok hitam menutup mercu kepala. Tampaknya remaja enigma itu sehabis dari tempat langgar terdekat. Gesturnya mendongak, menatapi lampu taman berbentuk bola sebagai satu-satunya penerangan. Cahaya putih laksana mengubah dunia remaja, lenyap tergantikan oleh jagat raya di dalam lampu.

"Hei, Nak!" panggil si pria setelah berniat menghampiri.

Suaranya mengejutkan. Meski remaja tersebut tidak kaget, kalau orang lain yang mendengarnya pastilah bakal terlonjak.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau pulang? Orang-orang dari langgar juga sudah pulang semua." Pria itu terkesan bagai ayah yang menjemput anaknya.

Remaja tersebut bergeming. Kemudian, dia menoleh, ganti menatap.

Si pria pun menangkap maksud. "Oh, aku? Ya ... aku ini prihatin saja melihat seorang remaja setiap malam melewati taman hanya untuk memerhatikan lampu taman selama beberapa menit. Sungguh hal yang bodoh, ah-"

Lalu salah tingkah.

"Oh, itu hal yang dikatakan oleh orang-orang! Aku hanya menyampaikannya padamu saja."

Tanpa disadari, dia beratraksi mengoceh karena si remaja telah menatapi lampu taman sedari tadi. Remaja itu bergumam sendiri dan tidak menyadari sesuatu yang dibawa oleh lawan bicara.

"Jadi, apa yang kau lakukan? Mengapa kau sendirian saja?"

Pertanyaan sama lagi. Remaja itu hanya mematung.

"Mengapa kau tidak bergabung dan ikut berkumpul dengan remaja lainnya? Bukankah setiap jam sembilan malam selalu ada kumpulan remaja di sini?"

Remaja itu mengangguk.

"Lantas mengapa kau tidak berkumpul bersama mereka dan malah berdiri sendirian di sini? Dan, mengapa itu kau lakukan untuk setiap harinya?"

Remaja itu hanya terdiam, dan memulai langkahnya untuk beranjak pergi.

"Apa kau yakin untuk pergi? Apa kau tidak ingin berkumpul bersama remaja lainnya-teman-teman lainnya?"

"Tidak." Remaja itu mulai berlalu.

Si pria tak berhasil. Di bayangannya ialah malam yang ramai, ketika para remaja berkumpul di taman berlampu satu sekadar menongkrong atau duduk-duduk mengobrol.

Disebabkan merasa canggung, pria itu juga putuskan ikut balik ke arah berlawanan. Namun, sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Lampu taman."

Pria itu berputar. Si remaja menentang lekat dengan manik hitam beku yang memantulkan sinar biru rembulan.

"Aku menyampaikan anihilasi melalui lampu taman."

A Manta PlumDove le storie prendono vita. Scoprilo ora