"Dengan siapa kamu kesini?"

Renjun memandang Jeno. "Wah... Lee Jeno.. Seleramu bagus juga. Kamu baby sugarnya? Bagaimana dia di atas ranjang? Berapa lama kamu bersamanya? Berapa yang ia tawarkan untukmu? Apa dia baik? Apa dia bermain agak kasar? Siapa namamu?"

Aa.... Apa? Bagaimana?

"Tunggu, jangan bilang dia sudah tidak tertarik lagi dengan perempuan. Dia gay. Karenamu."

Renjun mengernyit bingung. Ya sudahlah biarkan saja. Perempuan ini memang aneh.

"Dia bilang dia mencintaimu? Kamu mempercayai itu? Aku memiliki rencana. Jika dia benar benar mencintaimu, dia tidak akan masalah jika kamu menghabiskan uangnya. Ambil kartunya. Habiskan uangnya."

"Aku sungguh berharap dia akan marah padamu, kamu tau?" Lanjutnya.

Seharusnya Renjun membiarkan ide bodoh itu. Tapi dia sangatttt penasaran bagaimana reaksi Jeno!

Jeno melangkah mendekat. "Sampai jumpa, nona." Kata Renjun sebelum pergi.

"Kamu mengenalnya?" Jeno mengecup pipi Renjun.

"Dia mengobrol denganku. Jen, kamu sangat terkenal ya. Banyak yang bilang kamu sangat baik, banyak yang ingin bersamamu. Jadi kenapa kamu memilihku?"

Jeno menatap Renjun. "Aku hanya menyukaimu. Mencintaimu. Hm? Kamu masih tidak percaya? Apa yang harus kulakukan agar-"

"Aku percaya, jenn... Hanya saja- aku merasa sangat beruntung dicintai oleh orang sepertimu. Aku sangat senang." Jeno menghela nafas. Hubungan mereka masih panjang.

Artinya semua akan berjalan seperti yang seharusnya cepat atau lambat.

"Kamu pantas, Renjun. Kamu pantas dicintai."

"Mr. Lee?"

Mereka berdua menoleh cepat. "Ah... Mr. Suh." Renjun mengernyit mendengar bahasa ini.

"Renjun, dia tuan Suh." Ucap Jeno. Dari semua orang disini, hanya Suh yang nampaknya ia percaya.

"Aku pergi dulu sebentar." Renjun mengangguk. Jeno dan tuan Suh pergi dari sana. Membicarakan... Entahlah.

Renjun duduk. Wanita tadi datang. "Kudengar kamu sering menyusahkan tuan Lee."

"Dengar, sayang. Lebih baik kamu menjauh darinya. Kamu membuat dirimu dan dirinya ada di dalam bahaya. Paham? Berhenti menyusahkan orang lain. Parasit."

Untuk kali ini Renjun benar merasa tertohok dengan ucapan wanita ini.

Parasit.

Tidak lebih dari parasit.

"Ekhem." Jeno datang.

"Maaf, nona. Sampai jumpa lagi." Renjun membungkuk.

"Kita pergi dari sini." Renjun tak menjawab. Terserah Jeno saja.

"Jangan pikirkan perempuan itu. Aku mendengar apa yang dia ucapkan padamu."

"Itu permainan pikiran. Njun, jangan dipikirkan ya?"

Renjun menatap Jeno sambil tersenyum. "Aku baik baik saja, jen."

"Kamu sangat khawatir, hahaha."

Jeno diam. Tentu saja dia khawatir. Renjun... Dia memikirkan segalanya.

Selama perjalanan pulang, mereka diam. Tidak ada yang mau membuka suara. Kenapa? Semua keheningan ini membuat mereka memikirkan banyak hal. Terutama Renjun.

Jeno menghela nafas. "Kamu belum makan. Makan dulu ya."

Renjun menyentuh lengannya sendiri. Merematnya kuat. Tanda bahwa dia sedang cemas.

Jeno tak memesan apa pun. Bahkan meninggalkan Renjun makan di dalam. Dia di luar ruangan, di balkon. Merokok.

Renjun makan sedikit sekali. Jika wanita itu bilang, dia bisa menghabiskan uang Jeno.. Tanpa diminta pun Jeno akan melakukannya.

Sebenarnya apa yang hatinya inginkan?

Cinta?
Perlindungan?
Teman?
Uang?

Jeno memiliki itu semua. Lalu kenapa dia berharap Jeno membuangnya?

Kenapa dia selalu berharap Jeno marah, mengusirnya?

"Hm? Sudah selesai?" Tanya Jeno saat sadar Renjun mendekat. Mematikan rokoknya.

"Aku mau ke kamar mandi, jen. Kamu disini saja."

Jeno mengangguk mengijinkan. Dia kembali memandang langit malam. Renjun kembali ke dalam. Dia keluar. Ke taman belakang, dan keluar dari restoran.

"Renjun, berhenti merepotkan orang lain. Kamu sangat bodoh dan tidak ada yang boleh mencintaimu karena kamu tidak pantas. Cinta hanya bisa di dapatkan jika kamu sudah berbuat baik. Apa yang sudah kamu perbuatan, Renjun? Tidak ada."

"Kenapa aku tidak mati saja? Apa yang harus kulakukan, Renjun?" Lelaki muda itu berlari makin cepat menyusuri pepohonan yang rindang.

"Aku sungguh tidak pantas dapat cinta. Haha- Jeno.. Dia bodoh. Dia bodoh." Air matanya mulai jatuh.

Renjun jatuh tersandung akar pohon. Tapi dia kembali berjalan setelah mendengar suara gemericik air.

"Aku tidak- hiks. Apa yang sudah kulakukan?!! Bukaa matamu, Jeno!"

Hati Renjun terasa sangat sakit. Ucapan orang padanya, dan Jeno yang selalu berkorban untuknya. Semua begitu mengerikan.

"Haha. Aku menemukan akhir." Renjun memegang dadanya yang terasa sakit karena berlari sambil menangis.

Terjun ke sana tanpa pikir panjang.

Ini harus berakhir.
Termasuk hidupnya.



































End.

Akhirnya.
Sapi!

☀️ ☁️ ☁️ ☁️
🐄🐄🐄🐄🐄
🌾🌾🌾🌾🌾🌾

NoRen: YouWhere stories live. Discover now