Sarah masih memasang tampang manis. "Yang ini lebih macho dari dokter Bryan."

Andra terbahak-bahak.
"Temanmu gila, saya belum mandi dibilang macho," kata Andra pada Alya.

"Saya bahkan nggak yakin kamu sudah cuci muka dan gosok gigi," balas Alya sangsi.

"Kamu mau makan malam sama dia?" tanya Aji.
"Iya." Alya melihat arlojinya. "Yuk, keburu jam istirahat saya habis," ajaknya.

"Mau makan malam di mana?" Sarah justru menyahut dengan semangat.

Aji memegang lengan wanita itu dan menatapnya penuh peringatan. "Nggak usah nikung jatahnya teman!" katanya ketus.

"Dih, kan tadi dia bilang cuma teman." Sarah masih bersikeras.

"Dah, kamu pergi saja Al. Anak ini perlu ditatar." Aji mengibaskan tangannya, menyuruh mereka segera pergi.

"Eling, Sar, dokter Bryan saja jalannya masih nggak karuan." Alya tertawa begitu mendapati wajah keruh Sarah. "Duluan, ya!"

"Iseng banget kalian." Andra geleng-geleng kepala dengan geli.

"Lucu kan dia?" Mereka berjalan keluar bangsal.

"Lucuan kamu," kata Andra gombal.

"Orang sering bilang saya jutek ketimbang lucu," jawab Alya tidak peduli.

Andra tertawa. "Tapi kamu kelihatan keren banget pakai seragam perawat."

"Kamu kelihatan ganteng, tapi nggak keren karena belum mandi," kata Alya blak-blakan.

"Ya, seenggaknya saya tetap kelihatan ganteng."
Alya mengangguk saja. Dilihat dari sudut manapun Andra memang terlihat ganteng. Dia tidak punya kalimat penyangkalan.

"Keadaan ibumu bagaimana?"

Mereka melewati lorong ICU.

"Sudah lebih stabil. Masa kritisnya telah lewat."

"Kalau gitu, habis ini kamu bisa mandi," saran Alya serius.

"Saya bakal mandi." Andra berusaha meyakinkan. "Soon," katanya lagi.

Mereka sampai di kantin. Tempat itu terlihat cukup lengang. Normalnya, jam makan malam memang sudah lewat, hanya ada beberapa keluarga pasien dan petugas medis. Alya menyapa sekedar rekan-rekan kerjanya, terlebih ia juga belum terlalu mengenal mereka.

"Kalaupun kamu nggak berniat mandi, seenggaknya kamu tetap harus gosok gigi dan cuci muka." Mereka menunggu satu antian untuk memesan makanan.

"Saya sudah gosok gigi."

"Kapan?"

"Waktu sarapan." Andra nyengir. Alya geleng-geleng kepala dengan takjub.

"Saya pasti langganan produk anti aging kalau punya anak kayak kamu." Tiba giliran mereka untuk memesan. "Soto ayam tanpa bihun satu, air mineral dingin satu."

"Ayam bakar bumbu Bali satu, es jeruk satu."
Alya mengeluarkan dompetnya untuk membayar, tapi buru-buru dicegah Andra.

"Saya yang ajak kamu makan malam," kata Andra saat Alya memprotes.

"Oke." Alya tidak memperpanjang argumen. Toh Andra menambahkan, "Sekaligus traktiran pertama saya sebagai teman kamu."

Mereka memilih meja dengan dua kursi yang berada di barisan paling belakang.

"Kamu kerja sampai jam berapa?"

Alya membuka tutup botol air mineralnya. "Tujuh." Dia terlihat kesulitan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 09, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HEARTBEATWhere stories live. Discover now