O5. batas wilayah arwah

7 5 8
                                    

Jeymin menendangi mobilnya yang pada saat darurat seperti ini malah tidak melaju sama sekali, alias mogok. Padahal saat tadi pagi ia gunakan tetap baik-baik saja. Sungguh, ini menyebalkan sekali.

Tetapi beruntung seperti malaikat yang sering membantu dalam kesusahan, seseorang datang untuk membantu Jeymin menuju tempat tujuan.

"Gimana mobilnya bisa jalan gak?"

Jeymin menggeleng. Sudah ia periksa mobil itu tetap tidak bisa.

"Yaudah ayo naik, nungguin apa lagi?" Pahlawan situasi Jeymin di sana menyegerakan dan menitah agar Jeymin duduk di jok belakang motornya.

"Nanti lo gada kelas lagi emangnya?" Jeymin bertanya, dibalas anggukan. "Kalo takut gak keburu, gausa deh gapapa gue bisa naik gojek. Jangan repot-repot, Gyul."

Sementara mahasiswa lain berada di ruangan kelasnya masing-masing, kedua mahasiswa itu berada di parkiran. Siapa sangka lagi, ternyata mereka dipertemukan kembali oleh permainan semesta.

Tadi Hangyul yang akan mengambil obeng di dalam bagasi motornya tidak sengaja melihat seseorang di balik mobil hitam legam. Rambutnya sangat mencolok, seolah mengajak Hangyul untuk menghampiri sosok tersebut.

Dan luar biasa kejutan tak terduga, mereka yang tadi pagi dihukum bersama kembali bertemu muka.

"Sumpah lo jangan sungkan gitu dah! Ayo buru naek!" perintah Hangyul.

Sebenarnya Hangyul tidak tahu keadaan gawat apa yang sedang menghampiri Jeymin, tetapi dilihat dari raut mukanya pasti sangat menaaskan.

Arah jalan ditunjukkan oleh Jeymin dengan tunjukan jari atau arahan kiri dan kanan. Sampai keduanya tiba di salah satu rumah yang sangat ramai dibanding rumah-rumah di komplek tersebut. Juga ada sebuah bendera kuning dan foto remaja perempuan menghiasi di depan rumah.

Sepertinya Hangyul kini tahu apa yang sedang terjadi terhadap sahabat dengan rambut birunya itu.

Seorang wanita paruh baya keluar dari rumah, menyambut Jeymin yang baru datang dengan isak tangis kencang seraya memeluknya erat.

Orang-orang yang berada di sana agak memundurkan diri sedikit, beberapa ikut terharu dengan mengungkapkannya lewat tangis walaupun tidak terlalu kencang.

Hangyul masih mematung di depan pintu pagar. Tidak tahu apa yang akan dia lakukan saat melihat kejadian di hadapannya.

Bahkan sekarang, isak tangis dari Jeymin pun perlahan mulai terdengar samar. Wanita yang memeluknya berusaha menenangkan Jeymin yang masih belum terima jika adiknya meninggal hari ini.

"Kakak, harus ikhlasin dia ya? Mau bagaimanapun juga ini semua sudah menjadi konstanta takdir semesta." Wanita paruh baya—yang Hangyul akui sebagai ibunya Jeymin—mulai mengelus kepala anak laki-lakinya dengan keadaan masih setengah menangis .

"Gimana bisa kakak ikhlasin, Ma? Kakak masih belum bisa terima. Kakak belum maafan karena udah jahilin dia selama ini, selalu egois dan banyak lagi. Rasa bersalah masih ada di dalam hati kakak..." ucap Jeymin lirih.

Ibu Jeymin menggeleng pasti. "Nggak. Kakak pasti udah dimaafin sama dia, walaupun gak diungkapin secara yakin Mama yakin dia udah maafin kakak."

intersection ; bae173.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang