Memburu Dyah Tulodong 2

36 4 0
                                    


Rimbunnya pepohonan hutan, sudah tidak dia hiraukan lagi, selama tali kejang kuda masih bisa tangannya menghentakkan, maka hal itu akan terus dia lakukan.

Suasana yang sebelumnya sunyi, langsung berubah menjadi suara suara binatang yang berhamburan kesana kemari.

Tiap hentakan kaki kaki kuda mereka, binatang hutan langsung berhamburan dengan suara yang memecah kesunyian.

" gusti ratu, kita akan kembali ke Lodoyong "

Tak ada suara dari dyah Tulodong, cukup dengan menganggukkan, pertanda dia setuju dengan ucapan pengawalnya tersebut.

Matahari hampir terbenam, mereka terus memacu kudanya, suara ringkikan kuda kuda mereka telah menunjukkan kelelahan, tapi mereka masih memacunya.

" kita istirahat gusti ratu "

Dyah Tulodong tidak langsung menjawab, sejenak otaknya berpikir, dan bertanya dalam dirinya sendiri.

" apakah tempat ini aman ? "

" apakah prajurit Kahuripan sudah tertinggal jauh ? "

Rasa was was itu masih menggelayuti dirinya, namun dia juga tidak mungkin untuk terus memaksa kudanya untuk terus berlari.

" baiklah "

Kesunyian malam mulai menyelimuti permukaan bumi, suara suara binatang malam mulai menghiasi suasana gelapnya malam.

Dyah Tulodong tidak bisa memejamkan mata, ada rasa khawatir yang membayangi perasaan dirinya.

Belum sempat matanya terpejam, tiba tiba para prajuritnya yang jumlahnya tidak seberapa itu berlarian kesana kemari.

" ada apa prajurit ? "

" ada yang mendekat gusti ratu "

Dengan cepat, tangannya langsung menarik keris dari sarungnya.

Suara suara orang yang berjalan itu kian dekat, terlihat wajah wajah prajurit Lodoyong memancarkan rasa takut akan datangnya para prajurit Kahuripan.

Saat mereka muncul dari balik pepohonan, alangkah terkejutnya para prajurit Lodoyong.

" gusti ratu..., resi Amorakanda "

Seketika itu pula, hilanglah rasa cemas pada diri dyah Tulodong, ternyata bukan prajurit Kahuripan yang datang.

" hormatku resi "

" gusti ratu beristirahatlah, kami akan jaga tempat ini "

Matahari masih belum terlihat, cahaya kemerahan mulai terlihat diufuk timur, dyah Tulodong dan resi Amorakanda kembali melanjutkan perjalanan.

Semilir angin pagi dengan embun embun diujung dahan, langkah kaki mereka kembali mengayun pelan, dengan penuh kehati hatian.

Sudah cukup jauh kaki kaki kuda mereka melangkah, tidak ada tanda tanda prajurit Kahuripan mengejarnya.

Sejenak hilang sudah rasa khawatir yang menyelimuti mereka sepanjang perjalanan.

Namun rasa kekhawatiran yang sempat hilang dalam benak mereka, kini muncul kembali.

Ternyata, ratusan prajurit Kahuripan, sudah menghadang di depan mereka, sontak hal ini membuat sebagian prajurit Lodoyong terlihat panik.

" gusti ratu, mereka ada di depan kita"

" tenang prajurit "

Tidak ingin terlihat pengecut di depan para prajuritnya, dyah Tulodong dengan keris dalam genggaman, memacu kudanya kearah depan.

" dyah Tulodong..., menyerahlah "

" menyerah.., dengar anak anak Airlangga, aku tidak akan pernah tunduk pada kalian "

Jawaban yang mampu memompa semangat para prajuritnya, dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang bisa diharapkan, selain mengandalkan dirinya sendiri.

" prajurit Lodoyong.."

" sendiko gusti ratu "

" sampai nyawa terpisah dari badan, aku tidak akan menyerah "

Kalah jumlah, dan kalah dalam segalanya, para prajurit Lodoyong sudah mengerti apa yang akan terjadi pada mereka.

" serang....."

Perintah dyah Tulodong ini bagai pemantik api, dengan cepat para prajurit Lodoyong langsung bergerak menyerang.

Samarawijaya langsung mengangkat tangan kanannya keatas, sejumlah prajurit Kahuripan yang ada di belakangnya bergerak mundur.

Ganti para prajurit panah yang sekarang berada di belakang Samarawijaya, dengan busur dan anak panahnya, mereka telah siap menunggu perintah.

" serang...."

Kahuripan 1009 - 1042  2 Dyah TulodongWhere stories live. Discover now