My Ichiro

741 83 50
                                    

Aku menyukai senyumnya, senyum yang merekah indah ketika kedua sudut bibirnya terangkat.

Aku menyukai kedua manik mata dwiwarnanya, merah sewarna darah dan hijau menenangkan yang berkilau memikat.

Aku menyukai suaranya, lantunan indah senandung yang sering ia nyanyikan, Aku menikmatinya. Nyanyian lembut yang membuat semestaku seperti sedang baik-baik saja.

Ah, memang duniaku akan baik-baik saja selama bocah itu masih di dekatku, masih disisiku, masih bersamaku.

Bicaranya, kalimatnya, ucapannya, semua tak luput dari fokusku. Memang siapa yang mau mengalihkan atensi ketika manusia yang paling sempurna tengah berbicara kepadamu?

Aku menyukainya, ketika ia memanggil namaku, menyebut namaku dalam desah erangnya. Panggilan itu selalu membuat desir aneh dalam dada. Membuatku kian ingin menyatu dengannya, menjemput puncak kenikmatan.

Aku candu, candu dengan dirinya. Aku bagai tenggelam dalam pesonanya, ingin kupeta tubuh itu. Mengabadikan tiap inci seorang Ichiro.

Ia laksana cakrawala, gagah kokoh membentang hingga ujung dunia, namun indah dan cantik sempurna di saat yang bersamaan.

Aku menyukainya ketika ia menyamarkan rasa lelah dengan gelak tawa di depan adik-adiknya. Benar-benar sosok kakak yang kuat.

Namun aku membencinya, ketika ia mengabaikanku, ketika ia lebih memilih adik-adiknya.

Aku membencinya, ketika ia selalu menjadikan adik-adiknya alasan dibalik penolakan yang ia lontarkan.

Bocah-bocah kecil yang mengganggu, aku membencinya. Mereka memberi jarak padaku.

Mereka ingin aku menjauhi kakak sulungnya, ingin aku melepaskannya.  Tetapi Aku abai, Ichiro adalah semestaku dan aku adalah semestanya.

Hanya aku yang boleh menjadi semestanya, tak ada orang lain yang kuijinkan menyentuh semestaku.

Ah, ya..

Aku menyukainya, ketika ia berlari mengadu sambil menangis ke rengkuhku. Kupeluk tubuhnya yang gemetar, Kubelai rambutnya untuk menenangkan, berusaha membuatnya mendekam dalam nyaman.

Dapat kurasa Ia berhenti gemetar, isak tangisnya sudah teredam. Perlahan aku membujuknya.

"Hei, tak apa.. Ini bukan salahmu, Aku yakin Jiro Saburo sudah bahagia disana."

Ia bungkam, aku tahu dia mulai menangis lagi. Terbukti dari caranya mengeratkan pelukan, membuatnya tampak tenggelam di dadaku.

Aku mengulas senyum tipis, tak kusangka ini akan sangat mudah. Hanya perlu memberi Jyuto sedikit uang dan bujukan, pria itu dengan mudah membuat pembunuhan adik-adik Ichiro seperti sebuah kecelakaan.

Aku masih mengingat kekehan dan seringainya, juga jawabannya yang begitu ringan.

"Membunuh dua bocah bukan hal yang sulit, Samatoki. Tapi aku tak keberatan jika kau menambahkan satu nol lagi di belakang angka ini."

Sungguh polisi licik.

Tak apa, asalkan bisa membuat Ichiro kembali padaku.

Tak apa, asalkan kedua pengganggu hubunganku dengan Ichiro menghilang, sekalipun itu adiknya sendiri.

Aku membalas peluknya, berusaha kembali menenangkannya.

Sekali kau masuk dalam semestaku, tak akan kubiarkan kau lepas, Ichiro
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yup, mamat punya obsesi ama Ichi

Book SamaIchiWhere stories live. Discover now