01. Demonstrasi

19 3 1
                                    

Happy Reading

***

Senin, adalah hari paling menyibukkan bagi para pelajar dan pekerja. Semua bergegas menuju tempat tujuan masing-masing, kereta hyperloop antarkota sudah dipadati banyak orang. Hal tersebut membuat beberapa pelajar terpaksa menunggu kereta berikutnya di stasiun bawah tanah, daripada harus beradu argumen dengan para pekerja untuk mendapatkan tempat duduk di dalam kereta.

Begitu pun dengan Ava, seorang gadis yang sudah menginjak semester keenam kuliah. Kini ia harus kembali menunggu dengan sabar. Untungnya kemajuan teknologi mampu memberi fasilitas yang nyaman bagi calon penumpang kereta dengan menyediakan ruangan khusus.

Ruangan tersebut berbentuk persegi panjang berukuran 8 × 5 meter dengan hamparan lantai pualam. Di ruangan itu terdapat sebuah pendingin ruangan berteknologi tinggi yang mampu menyejukkan seisi ruangan penuh, satu televisi besar transparan pun turut dipasang di dinding dan sofa empuk yang berjejer di setiap sisi ruangan membuat para calon penumpang lebih nyaman dan tidak merasa bosan.

“Va, lo udah siapin apa aja buat post test besok?” tanya Malvi.

Ava yang sedang asik membaca novel digital di gelang hologram miliknya, segera menoleh ke lawan bicaranya. “Aku baru mempelajari beberapa sub bab saja, Vi.”

“Apa aja?”

“Kepo kamu, Vi!” sengit Ava.

Malvi menatap datar Ava, sejak masa SMA gadis itu memang pelit dalam hal akademis. Kemampuannya dalam menelaah, menganalisis dan menghafal membuat dirinya menjadi pribadi yang sangat ambisius.

Ting!

Sebuah notifikasi terpenting di hari itu akhirnya muncul, seperti biasa. Setiap hari semua orang akan notifikasi baru di gelang hologram mereka tentang berita terkini yang berasal dari pemerintah pusat lewat aplikasi so news.

“Kabar buruk, seorang ahli metereologi dunia memprediksikan bahwa kemarau panjang akan dimulai dalam jangka waktu beberapa tahun lagi,” ujar seorang pembawa acara.

Sontak perhatian para calon penumpang teralihkan ke televisi besar yang berada dalam ruangan tersebut. Mereka menyimak berita yang sedang dibahas pagi ini. Berita yang sama persis seperti notifikasi di gelang hologram—yang sama fungsinya dengan ponsel milik mereka.

Sedikit informasi, gelang hologram mereka bukan hanya sama seperti ponsel, tapi lebih canggih dari pada itu. hampir semua kegiatan sekolah, kerja, rapat, dan sebagainya, semua bisa diakses dari sebuah gelang hologram. Jaman sekarang, ponsel juga sudah tak diproduksi, karena telah menemukan teknologi yang lebih canggih dan simple. 

“Bencana apa lagi ini?” kesal Malvi, ia menatap geram ke arah televisi, tangannya sudah terkepal sempurna.

Malvi merupakan salah satu dari sepuluh persen mahasiswa yang menentang program pemerintah. Ia sering sekali ikut demonstrasi untuk menyuarakan hak-hak rakyat di depan gedung pusat pemerintahan. Maka baginya mengkritik kinerja pemerintah sudah menjadi hobi yang kini ia tekuni.

“Emang nggak becus,” celetuk Malvi, membuat banyak pasang mata menatapnya tak suka. Malvi tidak merasa bersalah. Dia malah membalas tatapan mereka dengan tatapan yang lebih tajam, setajam mata pisau.

“Apa lo?” sewot Malvi.

Ava yang mulai merasa tak enak pun menyatukan kedua telapak tangannya, seolah meminta maaf kepada yang lain sembari mengulas senyum canggung.

“Vi, ikut aku!” ajak Ava, sebelum mendapat persetujuan dari pemuda itu. Ava lebih dulu menarik tangannya.

Mereka pun melengos dari ruang tunggu dan mencari tempat sepi untuk berdebat.

JAVAWhere stories live. Discover now