Dia gadisku

102 46 32
                                    

Happy Reading
******************************

"Luka terus terulang kembali tanpa berhenti menyakitiku."

-Angka-

******************************

Kaki berjalan berirama, pikiranku melayang pergi entah kemana seperti tak ada kehidupan dengan pecahan hati yang tak terbentuk lagi.

Seorang pemuda berdiri menyilangkan tangan membusungkan dada dengan tatapan tajam yang menusuk dada.

"Argh, sudah jangan lukai aku lagi! Apa kau tak peduli denganku, aku yang merupakan hati kecilmu," hatiku berbicara tak kuat dengan tusukan yang masih menantap padanya.

"Kalo lo mau lewat sini, lo bayar dulu," lirih pria semakin membuatku tak berdaya dan pasrah jika harus disakiti.

"Malah diem!" Pria itu mulai 'tak bisa sabar, dia mendekatiku membuat hatiku berkecamu resah pasrah.

Pria itu berhasil menggasrak ranselku yang terdapat handphone, buku buku serta sejumlah uang di dalamnya. Dia berlari setelah mendapatkan apa yang diinginkan tapi terhalang oleh seorang gadis membuat pria itu tersungkur.

"Balikin gak tasnya!" Gadis itu berusaha meminta ranselku 'tuk dikembalikan oleh palak tersebut tapi pria yang masih tersungkur itu menggelengkan kepalanya.

"Balikin!" Gadis berpakaian layaknya seorang pria itu mulai menaikkan nada bicaranya.

Terjadi perkelahian di antara keduanya, aku sangat takut jika gadis itu kalah dan malah terluka jika itu terjadi maka aku akan merasa bersalah karena dia membantuku.

Aku hanya diam bersandar di bawah pohon rindang menekuk kedua lututku dan menyaksikan perkelahian mereka, mengapa dihidup ini harus ada perkelahian? Tidak di rumah, sekolah dan television semuanya ada perkelahian.

Hatiku sungguh lemah 'tak bisa berbuat apa apa untuk membantu gadis cantik itu, taman ini sepi dan sudah mulai malam. Jam yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 17:01.

Syukur alhamdulilah si palak itu kalah lalu lari terbirit birit dengan wajah biru menghiasi bibirnya. Gadis itu melangkah mendekatiku, aku pun berdiri dan gadis itu menyerahkan ransel milikku.

"Terima kasih," ucapku, gadis itu tersenyum padaku.

Hatiku bah bunga yang layu kembali subur mendapatkan senyuman darinya.

"Belajar beladiri, ya. Biar kejadian seperti tadi 'tak terulang lagi, apalagi kamu seorang laki laki jadi harus berani! Jangan loyo," tuturnya sembari menepuk bahuku.

"Maaf, apa aku salah ngomong?" tanyanya, setelah melihat raut wajahku mengisyaratkan kesedihan membelenggu.

"Tidak apa apa, sudah biasa." Aku kembali berbohong entah kebohongan yang keberapa.

Dia menuntunku, memintaku duduk disalah satu bangku taman ini. Aku masih dengan wajah sama, menundukkan kepala.

Tangan halus, lembut miliknya menangkup pipiku di atas telapak tangan miliknya. "Are you okay?"

"I'm okay, i'm just sad," jawabku sambil melepas tangan itu dari pipiku.

"Why?"

"Aku harus pergi," ucapku berlari meninggalkan gadis itu yang masih duduk.

"Sial! Orang itu lihat, lindungi hamba ya Allah," gumamku terus masuk dalam kendaran umum yang sudah terhenti depan mataku.

Semoga bisa bertemu lagi denganmu.

******************************

Aku Angka Ananda Alisky keturunan dari keluarga besar Alisky aku merupakan anak dari Aksara Aditama Alisky keturunan ke empat dengan istrinya yang 'tak lain adalah ibuku bernama Cinta Nadine Alisky.

******************************

Aku berlarian dalam rumah agar cepat sampai kamarku,kini aku telah sampai depan pintu kamar saat ingin membuka teriakan keras menyebutkan namaku dari seseorang yang berdiri dibelakang punggungku.

Aku membalikkan badan dengan ketakutan yang menjulur di setiap aliran darahku, tubuhku kaku. Aku pasrah jika harus mendapatkan hal ini lagi.

"Maaf." Sebuah kata aku lontarkan sebelum menundukkan kepala menatap lantai keramik cerah warna putih glowing.

"Ikut Ayah," ucap dia merupakan ayahku yaitu Aksara.

Karena 'tak ingin mendapatkan yang lebih berat aku pun menuruti dan membuntutinya dari belakang, dia memanduku sampai sebuah ruangan yang aku sendiri 'tak tahu apa ruangan ini.

Ayah masuk ke dalam, memberikan aba-aba agar aku segera masuk.

/brugg

Suara hentakan pintu keras yang sengaja ditutup lalu di kunci oleh ayah, batin mulai khawatir dan yakin jika aku akan dibuahi oleh luka lagi.

"Kamu tahu, apa kesalahanmu?" tanya ayah yang sudah berdiri disebuah kursi aku pun menganggukan kepala dan mengerti.

Aku melangkahkan kaki, duduk di atas kursi itu kemudian ayah mencolokkan sebuah colokan pada saklar.

"Arghhh." Jeritku yang menahan aliran listrik yang terdapat pada kursi ini menyengatku membuatku kejang kejang, hanya bisa duduk dengan lengan
yang di kunci oleh besi.

"YAH, UDAH. ANGKA GAK KUAT LAGI," teriakku prustasi dengan penyiksaan ini.

Sudah puas melihatku tersengat dengan tetesan air mata serta janji yang ku lontarkan ayah pun mencabut kursi mesin itu.

Ayah pergi meninggalkanku di ruangan ini, tubuhku lemah 'tak bisa bangkit lagi yang lalu terjatuh posisi tiarap.

"Aku sudah 'tak kuat ya Allah," gumamku dengan nasa ketar ketir.

Mataku perlahan tertutup, sudah terlihat gelap hitam pada bola mataku.

"Aku lelah." Kata yang terakhir sebelum aku pergi.

******************************

To be continue

Tetap bersamaku dan Angka ya, suport kami berdua. Apa Angka akan pergi sekarang?

Salam sayang

-Alvano-

Angka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang