Haley tersenyum. Sinis. Dan ini kedua kalinya ia tersenyum sepeti itu setelah peristiwa aku melarangnya berkencan dengan seorang lelaki sepuluh tahun yang lalu. "Kau tidak tahu pekerjaan suamimu padahal kau hampir satu bulan hidup satu atap dengannya?"
Sekarang giliran aku yang mengernyit. "Aku salah?"
"Dan aku tebak kau tidak tahu tanggal ulang tahunnya, nomor sepatunya, ukuran bajunya, warna kesukaannya dan kau pasti tidak hapal nomor teleponnya dan selalu mengandalkan fasilitas phonebook di smartphonemu." Tembak Haley langsung yang makin membuatku mengernyit dalam.
Haley mengambil tasnya dan menyampirkannya di bahu. "Aku beritahu satu hal, Meg. Cari tahu tentangnya dan jangan sampai jatuh cinta kalau kau tetap ingin bercerai dengannya."
"Haley...."
"Kau akan tahu apa yang aku dan Ken rasakan, Meg."
Aku memandang kepergian Haley dengan pandangan bingungnya. Apa maksudnya?
-o0o-
Aku mengetuk-ketukkan pulpenku di atas meja. Handphone ku yang entah sudah berkelip beberapa kali menandakan caller-id milik Ken masih tidak ku acuhkan. Aku sudah berpesan pada Erick kalau aku tidak mau di ganggu sama sekali. Segala laporan yang seharusnya ku tanda-tangani sudah kusuruh untuk di tahan dulu. Aku benar-benar tidak ingin di ganggu. Bahkan pintu ruanganku sudah ku kunci rapat.
Terlalu banyak kejadian yang mengejutkan dalam dua hari ini. Dimulai dengan pernyataan 'cinta' dari Ken, kenyataan kalau ternyata Ken ada di lingkup sosialku walau aku tidak menyadarinya sama sekali, dan terakhir tentang tanggapan Haley yang tidak pernah ku duga sama sekali. Ada apa sebenarnya ini?
Aku kembali melirik ke arah handphoneku yang sedang berkelip dengan caller-id yang sama. Aku menghela napas gusar dan akhirnya mencabut baterainya.
Helaan napas kembali terdengar saat telepon paralel di ruanganku berdering.
"Halo..."
"Maaf Ma'am, ada Mr. Lincoln -suami anda- bersikeras untuk masuk."
"Usir." Ucapku dingin.
"Tapi Ma'am..."
"Usir atau kau kupecat!" Aku langsung menutup telepon dan kembali dengan kegiatan awalku: mengetuk-ketukkan pulpen sembari mengernyit dalam.
"Megan! Buka pintunya atau kudobrak!" aku mendengar ancaman Kenneth dari luar –dan juga teriakan Erick yang menahan Ken- dan berusaha mengacuhkannya, walau aku tahu dengan sangat, hal ini akan menjadi bahan gossip terpanas paling tidak seminggu kedepan.
"Megan Lincoln!"
Astaga! Ada apa dengan nama akhirku! Aku mendesis sebal dan mengangkat teleponku –menghubungi meja Erick.
"Hubungkan dengan Kenneth, please." Ucapku tanpa mengatakan 'halo' terlebih dahulu.
"Yes, Ma'am."
"Meg! Apa yang kau lakukan sebenarnya?" erangan suara Kenneth langsung terdengar kurang dari dua detik. "Aku ingin kau keluar dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. SE-KA-RANG!"
"Aku baik-baik saja dan aku sedang ingin menjadi manusia gua." Aku menghela nafasku yang sangat terdengar putus asa. "Jadi, bisa tidak kau menyikir dari ku sehari saja?"
"Maksudmu?"
"Aku akan tidur di hotel atau dimana pun, asal itu bukan di dekatmu. Hanya untuk hari ini saja."
"Tidak!" tegasnya. "Kau harus pulang ke rumah!"
"Please, Ken..."
"Kita masih bisa bicara, Meg. Jangan kekanakan seperti ini." Terdengar helaan nafas –frustasi- Ken. "Ini sudah cukup memalukan Erick tahu permasalahan kita –walau nyatanya aku benar-benar tidak paham apa yang sedang terjadi sekarang- jadi, bisa tidak kau membukakan pintu sialan itu dan kita bahas apapun yang sedang terjadi disini?"
"Tidak." Ucapku tegas.
"Kau tahu aku bisa super nekat, Meg." Ancamnya.
"Berikan aku privacy sebentar saja."
"Aku akan memberikannya dengan catatan kau membukakan pintu sialan itu, kita bicara dan kau tidak akan tinggal dimanapun selain di apartemen kita. Paham Meg?"
"Jangan bertingkah seolah-olah kau suamiku sesungguhnya, Ken." Aku berbicara dengan nada lelah yang sayangnya tidak bisa kusembunyikan sama sekali.
"Sejak kapan aku pura-pura menjadi suamimu?" dan suaranya kali ini super dingin dan aku sukses dibuatnya heran. Ken tidak pernah mengeluarkan suara sedingin ini semarah apapun dia.
"Ken... aku sudah menjelaskan..."
"Sejak kapan aku pernah bertingkah pura-pura sebagai suami untukmu?"
"Ken... kau tahu dari awal..."
"Kapan Meg?" tuntutnya lagi.
"Kenneth..."
"Kau hutang penjelasan padaku." Dan detik berikutnya telepon ditutup oleh Kenneth, dan detik itu juga aku sadar kalau aku sudah dengan super bodohnya mengibarkan bendera perang padanya.
-o0o-
Aku masih dengan pemikiran super egoisku dengan terduduk di Starbucks dengan sebuah notes yang terbuka lebar. Reservasi sebuah suite di Hilton sudah kulakukan satu jam yang lalu. Memang terbilang nekad setelah Kenneth mengeluarkan ultimatumnya tadi, tapi untuk sekarang ini aku benar-benar butuh waktu untuk sendiri. Oh ayolah, ini bukan tentang apa aku sudah mulai mencintainya atau belum, tapi ini tentang kegilaan yang sudah ku ambil dan perkataan Haley tadi siang.
Pertama, ini tentang pernikahan mendadakku dengan Kenneth sebulan yang lalu. Dan yang masih menjadi misteri, apa yang mendasari Kenneth tetap ingin menikahiku –terlepas dari janji konyol antara bocah berumur tujuh dan lima tahun di depan altar-. Kenapa dia tidak memilih Haley yang cantik dan keibuan atau Jessica yang seksi? Kenapa Kenneth lebih memilih seorang gadis dengan kadar kepedulian di bawah nol?
Kedua, perhatian dan kebutuhannya akan kehadiranku. Kadang aku merasa kebutuhan Kenneth akan diriku terlalu berlebihan. Contoh, Kenneth tidak akan bisa tidur kalau dia belum memelukku. Kenneth akan berubah menjadi nenek cerewet saat dia tahu aku melewatkan makan siangku. Atau Kenneth yang akan memakai baju apa saja yang kupilihkan. Dan dia pernah memakai kemeja warna kuning terang dan dasi bergambar patrick yang secara iseng ku pilihkan untuknya. Dia marah? Tidak sama sekali!
Ketiga, pernyataan cintanya kemarin seolah-olah aku sudah tahu apa yang dia rasakan sejak jauh-jauh hari. Dan orang mana yang akan menyatakan cinta sesantai itu? Dan aku, sebagai orang yang dimaksud harus menganga lebar mendengarnya! Tidak, aku tidak pernah mengira kalau dia pada akhirnya akan jatuh cinta padaku. Lagipula aku bisa mengharap apa? Aku masih berkeyakinan kalau Kenneth masih menaruh hati pada Ashley.
Keempat, ucapan ambigu Haley yang sampai sekarang masih membuatku pusing. Apa yang dimaksud dengan 'merasakan apa yang dia dan Ken rasakan?'
Aku menyesap green-latteku pelan dan memutuskan memang ini saatnya aku harus menyingkir dari hidupnya dan mulai menyusun rencana untuk mengajukan perceraianku.
-o0o-
Ini sudah hari ketiga aku tidak pulang plus tidak masuk kerja plus tidak mengaktifkan nomor handphoneku plus menggunakan kartu kredit cadanganku yang Pop tidak ketahui. Pop terkadang cukup gila untuk tracking kartu kredit sampai sinyal handphone hanya untuk menemukan persembunyianku. Dan ini sudah hari ketiga aku bersembunyi di dalam sebuah suite di Hilton's dan belum keluar sama sekali, sekalipun untuk turun ke restoran. Apapun yang kulakukan, semua kulakukan di dalam kamar. Dan aku sadar seratus persen dengan akibat yang akan aku dapatkan setelah ini. Tapi sayangnya aku tidak peduli sama sekali.
Aku meraih handphoneku dan menyalakannya. Dan sudah seperti dugaanku, pesan dan email yang masuk ke dalam handphoneku langsung membanjir. Dan sepuluh detik kemudian, caller id Jessica muncul dalam layar handphoneku.
"Ha..."
"Aku tidak mau memarahimu, Meg. Tapi Pop masuk rumah sakit hari ini terkena serangan jantung.
"Apa?!"
"Cepat datang!"
-o0o-
Oh hey! ini kenapa judul di ganti? soalnya di protes ama si temen yang katanya aku pelit kasih judul ahahaha... dan ini judul ngga tau nyambung ato ngga ye ampe konten ceritanya... bodo ah... aku tipe yang ngge peduliin judul soalnya ahahaha...
Enjoy!
VOCÊ ESTÁ LENDO
001. Passing By
Literatura FemininaIni perjodohan plus pemaksaan saat Megan di hadapkan dengan kenyataan kalau dia harus menikahi cucu dari sahabat kakeknya dengan alasan balas budi. Saat sederet rencana sudah ia susun agar perceraian bisa dilaksanakan secepatnya, tidak disangka-sang...
Part 6 - Something Missing
Começar do início
