Part 5 - The Love's Word

18.2K 982 5
                                    

Aku meneguk air liurku gugup. Hari ini Ken mengajakku dinner dengan keluarganya. Kakek, ayah dan ibunya. Oh, kalian harus kenal keluarga ini yang kadar kecerewetannya melebihi the gossip gank yang kupunya. Mrs. Emily Lincoln –entah kenapa- tidak bisa berhenti menanyaiku tentang apa saja mulai dari kehidupan SMA ku yang kuhabiskan di London, kuliahku di WSU atau aku yang akhirnya pasrah terdampar di perusahaan milik Pop. Dan Mr. Michael Lincoln –ayah dari si gila- juga tidak habis-habisnya bertanya kapan aku bisa memberinya seorang cucu di tambah Mr. Robert Lincoln -sang kakek- yang menggoda Ken apa dia masiih harus belajar bagaimana 'bermain di atas ranjang' yang baik dan hanya di tanggapi dengan kekehan renyahnya.

Aku benci tema pembicaraan kali ini!

Aku tahu mereka baik dalam memperlakukanku di tengah-tengah keluarga mereka, tapi please! Pembicaraan apapun yang bertema anak amat sangat ku hindari. Ken bisa sangat bersemangat dan semakin menggodaku untuk mengabulkan permintaan gilanya yang sampai sekarang masih menjadi list terakhir dalam usahaku untuk lepas darinya.

Aku tidak akan pernah melakukan hubungan sex kalau aku tidak merasakan perasaan apapun pada pasanganku, okay? Jadi ini akar dari semua masalah yang ada. Aku bukan tipe gadis yang meminta bisa melakukan one night stand dengan stranger dan melupakan kejadian itu keesokan harinya. Tidak, aku tidak akan melakukan itu. Dan karena itulah aku masih mempertahankan apa yang harusnya aku berikan pada suamiku kelak.

Dan Kenneth jelas-jelas bukan yang ku maksud.

-o0o-

Aku menghela nafas lega dan memejamkan mataku, saat punggungku akhirnya bisa menyentuh ranjangku. Kepalaku cukup pusing mendengarkan segala pertanyaan keluarga Lincoln yg sering hanya ku jawab dengan senyuman tipis. Oh ayolah, kebanyakan pertanyaannya hanya berkisar 'kapan kalian akan memberikan kami cucu?'

"Kau mau mandi dulu?" aku merasakan kecupan ringannya di atas dahiku. Harum cologne nya tercium kuat di hidungku. Pasti dia sedang berada di atasku.

Ini kelakuannya -atau kami- yang tidak akan pernah bisa dimengerti siapapun. Kami berpelukan, tidur dalam satu ranjang dan terkadang berciuman panas sampai kehabisan napas tapi masih bisa bertahan dengan tidak melakukan kegiatan seksual di atas ranjang. Jujur, ini berat bagiku atau Kenneth. Fisik Kenneth yang menggoda -terutama dada bidangnya yang berotot!- benar-benar membuatku harus berkonsentrasi penuh kalau tidak mau tergoda. Tidak jarang Ken akan menggeram kesal ketika berciuman dan langsung mandi air dingin untuk meredam hasratnya.

Iya, saat Ken melakukan itu terkadang ada rasa bersalah yang menelusup.

"Nanti."

"Kau baik-baik saja?" Ku rasakan ranjang sebelah kananku bergerak dan sebuah tangan kokoh melingkari pinggangku. Desah nafas Kenneth yang super terasa di tengkukku sukses membuatku merinding.

"Hmmm...."

"Maafkan orang tuaku, okay? Aku tahu kau tidak nyaman dengan segala pertanyaan mereka." Ken mengetatkan pelukannya dan mencium leherku.

"It's okay, Ken." Aku menoleh dan menatap mata birunya. "Mereka benar, tp aku tidak bisa memberikan apa yang mereka mau."

"Jangan di bahas." Ken langsung bangkit dan melepas jas yang menempel di tubuhnya.

"Bisa kita bicara?" Aku langsung terduduk dan menatap punggung berototnya.

"Kalau tentang perceraian atau kau yang TIDAK MAU memberiku anak, aku tidak mau membicarakannya." Ucapnya tajam.

"Ken...."

"Sampai kapan kau sadar, Meg?" Desah Ken putus asa.

"Tentang apa?"

001. Passing ByWhere stories live. Discover now