Chapter Sepesial -2-

132 10 0
                                    

Usai melaksanakan malam pertama, Yoon Jae memberikan sebuah bingkisan kecil untuk Eun Yeon, bingkisan berupa binyeo (tusuk konde yang melambangkan status sosial bahwa perempuan tersebut sudah menikah) dengan jamdu (ujung binyeo) terbuat dari giok. Eun Yeon bahagia mendapatkan hadiah itu dari suaminya.

"Biar kubantu memakaikannya." Tawar Yoon Jae yang kemudian disambut Eun Yeon dengan membalikkan badannya membelakangi sang suami.

"Cantik sekali". Senyum Eun Yeon terus mengembang sepanjang mematutkan wajahnya dicermin.

Yoon Jae mendekap tubuh perempuan yang kini telah menjadi istrinya itu dan sesekali mengecupi puncak kepalanya lembut. "Syukurlah kamu menyukainya."

"Terimakasih suamiku." Eun Yeon mengeratkan dekapan suaminya dan menyenderkan kepalanya di dada bidang sang suami sembari menikmati sensasi aroma hangat yang menguar dari tubuh sang pujaan. Hari ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidup Eun Yeon, keputusannya memilih Yoon Jae adalah keputusan yang tepat, laki-laki ini benar-benar seorang kesatria yang bisa memperlakukan pasangannya dengan sangat baik.

"Istriku, Sebentar lagi fajar menyingsing, hari akan segera dimulai, aku akan kembali ke Sarangchae (bagian untuk anggota keluarga laki-laki)."

Eun Yeon mengangguk mengerti, perempuan itu segera melepaskan pelukkan eratnya, kemudian beranjak dan membantu Yoon Jae berpakaian.

"Oh iya, Ayah menghadiahi kita sebuah rumah di Hanyang." Ucap Eun Yeon singkat tanpa berani menatap wajah Yoon Jae.

"Oh begitu, baiklah."

"Jadi, kita akan tinggal dimana?"

Yoon Jae menghela nafas, "Setelah ini masih ada beberapa prosesi pernikahan. Mari kita lalui semua prosesi itu terlebih dahulu setelah itu kemudian kita melihat rumah pemberian Ayah Mertua, sembari membandingkan mana yang lebih nyaman untuk ditempati."

"Baik saya mengerti." Eun Yeon merasa sedikit lega, setidaknya kini mereka punya pilihan lain. Rumah hadiah Gubernur Jo di Hanyang adalah rumah yang Eun Yeon pilih sendiri karena areanya yang luas dan banyaknya ruangan serta gudang yang tersedia. Bisa menampung lebih dari 12 pelayan. Mudah-mudahan Yoon Jae tidak menolaknya karena lokasinya pun tidak jauh dari istana.

***

Dua minggu kemudian akhirnya pengantin yang baru menikah ini sudah sampai di Hanyang, menyelesaikan adat pernikahan yang masih tersisa.

"Suamiku, semua prosesi pernikahan sudah usai, bagaimana jika kita melihat rumah pemberian ayah?" Tanya Eun Yeon saat mengantar Yoon Jae meninggalkan kediaman Paman Hong Suk Hwan untuk berangkat bekerja di Istana. Sejak kedatangan mereka ke Hanyang, kedua pengantin ini masih tinggal dirumah paman Yoon Jae tersebut.

"Baiklah, sepulang dari istana, aku akan menjemputmu." Jawab Yoon Jae lembut pada istrinya.

Eun Yeon merapikan simpul syal dileher Yoon Jae, musim dingin telah tiba perempuan itu ingin suaminya agar tetap hangat. "Hati-hati dijalan."

***

Siang harinya Yoon Jae benar-benar menjemput Eun Yeon, dia menyiapkan gama untuk istrinya agar tidak kedinginan di jalan. Kini sampailah mereka di sebuah rumah megah yang tak jauh dari istana. A Ri membukakan pintu gama untuk Eun Yeon supaya perempuan itu bisa turun.

Eun Yeon menghampiri Yoon Jae yang masih mematung di samping kudanya, "suamiku, kita sudah sampai, lebih baik bergegas masuk." Eun Yeon membimbing sang suami untuk memasuki kediaman luas itu.

Belum sampai A Ri mengetuk pintu gerbang, dari dalam pintu sudah terbuka dan menampakan para pelayan berjajar dengan rapi menyambut kedatangan tuannya barunya. Sekitar ada 12 orang pelayan menyambut kedatangan mereka.

"Selamat datang tuan dan nyonya." Sambut ketua pelayan sambil memperkenalkan pelayan di kediaman itu satu persatu.

Yoon Jae menyambut para pelayan dengan hangat dan mempersilahkan mereka membubarkan diri karena cuaca yang dingin diluar ruangan.

Kepala pelayan, Park mengantar Yoon Jae dan Eun Yeon menuju sarangbang (ruang utama) dan menyajikan makanan lezat dan hangat untuk tuannya.

"Kami sudah menyiapkan semuanya dengan sebaik mungkin, sesuai dengan pesan gubernur Jo. Jadi kapan anda berdua akan pindah kemari?" Tanyanya ramah.

Yoon Jae tersenyum menanggapi ucapan sang kepala pelayan. "Tunggulah diluar, ada yang perlu aku bicarakan dengan istriku."

Kepala pelayan park mengerti akhirnya undur diri.

"Istriku... " Panggil Yoon Jae mengisyaratkan agar perempuan itu mendekat, kini diruangan ini hanya tersisa Yoon Jae dan Istrinya semata.

Eun Yeon mendekat, "saya tidak menyangka ayah akan mengatur penyambutan semeriah ini. Saya harap anda jangan terbebani."

Yoon Jae merogoh sesuatu dari lengan hanboknya. "Ini adalah rincian gaji yang kuterima selama sebulan bekerja di istana." Selembar kertas diserahkan pada Eun Yeon untuk bisa dimengerti olehnya.

Eun Yeon menelusuri huruf demi huruf yang tercetak disana, seketika surau wajahnya diliputi kebimbangan. Dia tidak menyangka gaji suaminya tidak begitu banyak

Yoon Jae meraih tangan istrinya sehingga atensinya beralih dari kertas itu ke wajah sang suami. Yoon Jae tersenyum lembut kepada sang istri untuk menenangkannya. "Kamu putuskan saja, kita tinggal disini atau di Gijeon? Karena pada akhirnya kamulah yang akan paling banyak menghabiskan waktu di rumah dibandingkan denganku. Buatlah keputusan yang bisa membuatmu benar-benar merasa nyaman."

Eun Yeon masih bergeming. Jelas dari upah yang diberikan istana tidak akan cukup untuk menutup biaya operasional rumah ini. Mungkin akan sedikit tertolong jika mereka memiliki bisnis sampingan ditambah dengan hasil pertanian yang digarap. Sayangnya Yoon Jae benar-benar berasal dari keluarga bangsawan yang sederhana.

Meskipun Gubernur Jo sudah menyatakan siap untuk menanggung semua operasional rumah ini, tapi sudah bisa dipastikan bahwa Yoon Jae akan bersikeras untuk menanganinya sendiri. Dia sudah memutuskan untuk tidak bergantung pada orangtua.

"Saya akan menjadi istri yang tidak berkebajikan jika tetap memaksa tinggal." Ucap Eun Yeon lugas.

Yoon Jae memeluk istrinya dengan mesra, "Istriku, maafkan aku karena menempatkanmu dalam kesulitan. Aku berjanji suatu saat nanti kita pasti bisa tinggal disini. Untuk saat ini bwrsabarlah dahulu."

Pelukkan hangat Yoon Jae sedikit banyak memberikan ketenangan untuk Eun Yeon sehingga bisa menetralisir kekecewaannya. Semua sudah menjadi konsekuensinya memilih Yoon Jae sebagai suaminya. Tidak ada yang perlu disesali. Sebagai lelaki sejati Yoon Jae pasti akan menepati janjinya. "Izinkan saya menyewakan rumah ini. Rumah di Gijeon masih membutuhkan beberapa perbaikan."

"Rumah Gijeon sudah kuperbaiki dulu sebelum aku berangkat ke Gyongju untuk menikahimu. Karena kudengar kamu sangat senang menulis kaligrafi, jadi aku juga membangun sebuah taman beserta pondok kecil dihalaman belakang, semoga bisa membantu untuk membuat inspirasi..."

"Benarkah anda membangun itu untuk saya?" Sebuah senyuman merekah dari wajah Eun Yoon yang sebelumnya tampak sendu.

"Kuharap kamu menyukainya."

Eun Yeon mengangguk senang, "Saya tidak menyangka anda akan mencari tahu tentang saya dan apa yang saya sukai. Suamiku, saya akan selalu menyukai apapun yang anda berikan. Saya jadi ingin bergegas ke Gijeon."

Yoon Jae lega Eun Yeon benar-benar bisa menerima dirinya dengan sebaik-baiknya.

***
Chapter Spesial -end-






Jo Nangja -EndWhere stories live. Discover now