Season 2 Ch.9

7.3K 1.3K 15
                                    

"Kau sudah berani menghentikan ujian penting ini Nona. Karena itu kau harus dihukum."

"Profesor Forte, dia tidak salah apapun" Profesor Zen membela. Aku terdiam.

"Profesor Zen benar, Nona Starlia tidak melakukan hal yang salah." Kini Vorn bicara.

Profesor Forte terdiam. Dia menatapku dengan tatapan dingin khasnya. Aku hanya menanggapinya dengan tatapan datar.

"meskipun begitu, ini sebuah pelanggaran karena menghentikan ujian akademi. Dia aku beri hukuman untuk tidak mengikuti pelajaran dan jangan keluar asrama selama tiga hari mulai besok"

"Profesor Forte! Itu tidak adil untuknya" Vorn angkat bicara.

"Kau tidak bisa menentangnya"

"batalkan hukumanmu itu profesor Forte." Suara yang familier di telingaku terdengar. Sosok wanita berusia empat puluh tahun muncul bersama profesor Velis. Kepala akademi, profesor Historia.

"selamat siang kepala akademi" Salam Profesor Zen dan Vorn membungkuk. Profesor Forte terdiam. "Profesor, ini terlalu kejam untuk mereka. Biarkan mereka menikmati akademi terlebih dahulu, kau terlalu terburu-buru."

"tapi kepala akademi, kompetisi akan dilaksanakan tiga bulan lagi. Itu waktu yang sedikit untuk memilih siswa yang terbaik." profesor Forte membalas dengan tenang. Aku menggertakkan gigi. Dia sangat egois. Dia bahkan tidak memikirkan muridnya sendiri.

Profesor Historia menggeleng." itu menjadi tugas profesor Velis, profesor Zen, dan profesor Vorn. Biarkan mereka yang memilih siapa siswa yang pantas."

"tapi-"

"maaf profesor Forte, ini sudah perintah langsung dariku"

Profesor Forte tidak bergeming. Dia menundukkan kepala hormat lalu pergi begitu saja. Aku mengepalkan telapak tangan. Ingin sekali memukulnya. Aku melihat yang lain, mereka masih lemas. Aku beruntung karena aku seorang Emores. Profesor Historia meminta Profesor Velis untuk memeriksa mereka.

Aku terdiam. Menatap Rein yang duduk, masih menunduk memegang kepalanya. Aku mendekat padanya. Menepuk pundaknya. Seketika cahaya hangat menjalar samar ditubuhnya, membuatnya tenang. Dia mendongak, menatapku. Matanya sebam, sepertinya dia menangis.

"Ra.." Suaranya serak. Aku tersenyum. "tak apa, semua baik-baik saja disini" Ujarku padanya. Dia terlihat sedikit tenang. Rain mendekat pada kami. Aku menoleh.

"Tenangkan dia" Ujarku pada Rain, menepuk pundaknya, melakukan hal yang sama. Dia mengangguk dan menenangkan kakaknya. Kini bereskan semuanya.

"profesor Elis, biarkan saya melakukannya" Aku mendekati Profesor Velis. Dia menggeleng, menepuk pundak ku. Muncul cahaya samar, rasa hangat menjalar diseluruh tubuhku. Sangat menenangkan.

"kau pasti juga mengalami hal yang mengerikan itu, istirahatlah, Ra." Ujarnya lembut.

Aku sempat ragu, akhirnya mengangguk. Sebuah tangan menepuk puncak kepalaku lembut. Aku mendongak. Profesor Historia mengelus ku dan tersenyum.

"Bagaimana kau melakukannya Ra? Itu sangat hebat, jika kau tidak menghancurkan sihir itu, mungkin mereka akan merasa sakit lebih dari ini. Kerja bagus"

Aku terdiam. "Apa ini selalu terjadi saat kompetisi itu akan dimulai?" Aku bertanya. Profesor Historia menyamakan tingginya padaku. "Kau benar, ini selalu terjadi. Karena itu, aku datang kesini. Sepertinya aku terlambat ya. Mulai sekarang tidak akan ada lagi hal seperti ini." Ujarnya tersenyum.

"Padahal ini baru hari pertama. Tapi aku sudah sial saja. Aku tidak akan menyerah lagi, sialan" Gerutuku pelan. Profesor Historia tertawa kecil.

Aku meyakinkan diriku kembali. Pertama aku harus menjadi lebih kuat, dalam fisik, maupun mental. Kejadian tadi membuatku sadar kalau aku masih kalah oleh trauma kehidupanku sebelumnya. Aku akan mengalahkannya.

Heroin Of Emores 【END - TERBIT】Where stories live. Discover now