"Gue Arion, bukan Yoshi."

Balasan dingin sang lawan bicara membuat mereka terkejut, tak jadi melajukan kendaraan, contohnya Haruto yang ingin balapan motor dengan Jeongwoo. Heran, lagi bertengkar masih saja ingin balapan.

"L-lo kenapa?" Junghwan takut, pesan Doyoung teringat kembali. Arion berbahaya, dan sekarang orang itu mencengkram tangannya.

"Lo memang gak bunuh siapapun," desis Arion, menunjukkan pisau lipat yang sedari tadi ia sembunyikan. "Tapi lo bakal mati sebentar lagi, Pradana Junghwan."

"Lo impostor?! Lo pembunuhnya?!" Pekik Jihoon tak percaya. Jangan bilang, Arion itu psikopat, berkebalikan dengan Yoshi yang soft...

"Arion, kalau lo bunuh Junghwan, Kak Yoshi bakal tanggung semua perbuatan lo. Inget, bukan lo doang yang bakal terima konsekuensinya, tapi Kak Yoshi juga," ucap Yedam berusaha menjauhkan Junghwan dari Arion.

"Oh, iya juga. Dipenjara gak enak ya? Makannya gitu-gitu doang," kata Arion berpura-pura patuh. "Tapi, dia memang harus mati. Gimana dong?"

"Salah gue apa?! Kenapa gue yang harus mati?!" Junghwan berteriak marah, takut, dan bingung. Dia tak mengerti, kenapa dia harus mati? Dia tidak berbuat apapun, dia hanya menyimpan segala informasi penting yang bisa dijadikan bukti suatu saat nanti.

"Oh, maaf. Bukan lo kok yang harus mati, waktunya belum tepat. Lagian, gue juga males nurutin permintaan di surat itu."

"Mancing emosi banget nih bocah," geram Jihoon menggulung lengan bajunya sebatas sikut.

"Surat?" Mashiho turun dari mobilnya, rasa penasaran menghampirinya. "Surat apa? Surat itu suruh lo bunuh Junghwan?"

"Iya. Gak tau tuh yang tulis siapa, kurang kerjaan banget, gue kan pilih-pilih. Haha, siapapun yang tulis liat aja, gue doain kena karma."

"Arion, gue gak tau tujuan lo apa. Tapi maaf, kita buru-buru." Hyunsuk keluar dari mobil, dia terlihat marah. Mereka harus ke rumah Jaehyuk, tapi Arion membuang waktu, seperti menahan mereka agar tak pergi.

"Tujuan gue?" Arion terkekeh. "Seperti yang udah kalian duga, gue mau bunuh orang."

"Anjing, ini orang gak waras," umpat Jihoon.

Yedam dan Junghwan menjauh, Haruto dan Jeongwoo bergidik ngeri, bersiap untuk pergi jika Arion menyerang mereka.

"Arion, kalau lo memang psikopat, lo gak bakal bunuh orang di antara banyak orang kayak gini," kata Mashiho, mencoba mengulur waktu sambil berpikir keras.

"Banyak orang? Gak tuh."

"Siapa yang mau lo bunuh?"

Semua sudah mengambil ancang-ancang untuk lari, termasuk Mashiho sendiri.

"Bunuh siapa?" Yoshi mengangkat pisaunya.





















































"Kalian kena tipu~ gue mau bunuh Junghwan. Setelah dipikir-pikir, lo memang harus dibunuh sekarang."





JLEB!






"BANGSAT! ARION!!!"

Jihoon langsung maju menerjang Arion, meninjunya di wajah. Arion tertawa terbahak-bahak, tak peduli wajahnya babak belur.

Pisau lipat miliknya ia angkat kembali, menyayat lengan Jihoon, memberi kesempatan untuknya untuk bangkit.

"Sakit kan? Itu yang dirasain para korban pembunuhan," ujar Arion tersenyum miring.

"Hwan! Junghwan! Jangan pejamin mata lo! Tahan sebentar lagi! Woi, bantu angkat!" Seruan Hyunsuk mengalihkan perhatiannya, semua mengelilingi Junghwan yang gemetar memegang dadanya yang berlumuran darah.

Arion tertawa. "Maaf, nanti kalian bakal tau alasannya kok."

Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Arion berlari meninggalkan teman-teman Yoshi tak lupa membawa pisaunya. Dia tertawa, ternyata mudah sekali menipu mereka.

Baru saja ia keluar dari gerbang, dia malah menabrak orang. Alhasil dia jatuh dalam posisi duduk, mengaduh keras karena jatuh ke batu.

"Kalau mau bunuh orang yang pro dikit dong, kalau kayak gitu nyusahin lo doang."

Arion mendongak. "Cari mati..." desisnya marah, segera bangkit. Dia harus pergi sebelum yang lain datang dan menahannya.

"Cari mati? Lo yang cari mati," balas pemuda dengan perban melingkar di telapak tangan kanannya, sebelum membenturkan kepala Arion ke dinding kuat-kuat sampai ia tak sadarkan diri.

That Day | Treasure ✓ [TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now