01.

7 1 2
                                    

Wangi rumah sakit yang memiliki aroma obat yang khas dihirum setiap hari oleh Mila membuatnya sudah terbiasa dengan suasana itu, bahkan tiap hari dia harus berlari demi menyelamatkan nyawa seseorang. Mila tidak pernah lelah atau mengeluh sedikipun karena dia menganggap jika dia berhenti maka bagaimana dengan orang yang menangis jika kehilangan orang yang dia cintai?. Karena itu dia tidak pernah lelah mendatangi tempat itu setiap hari dengan wajah ceria dia membuka pintu itu dan berkata "Mari kita mulai hari ini dengan senyuman. Apapun yang terjadi.. Semangat." Setiap pagi dia menyemangati semua suster, satpam, dan dokter di Rs. Media dengan kata yang sama dan raut wajah yang sama.

Setiap harinya dia membawa sesuatu untuk orang yang kesepian di rumah sakit itu entah itu makanan, bunga, coklat atau barang yang dia bawa beserta surat penyemangat yang dia tulis dengan tangannya sendiri meskipun tulisannya berantakan dan susah dibaca tapi sepucuk surat itu berisi kata yang mampu membuat orang tersenyum setiap kali membaca Nya. Semua orang tidak pernah melihat atau mendengar Mila sedih, menangis atau marah. Seolah dia hanyalah robot yang dirancang memiliki satu perasaan.. yaitu "Keceriaan" yang mampu membuat seseorang lupa akan sakit atau masalahnya.

Saat jam kerja Mila selesai dia menepati janjinya kepada seseorang yang menghuni kamar VIP 25 yaitu Rangga. Membuka pintu itu dengan pelan karena mengira Rangga sudah tidur namun saat masuk dia melihat Rangga berbaring memainkan Hp dan menatapnya yang membungkuk membuka pintu "Kok lu belum tidur?" tanya Mila yang tersenyum malu karena bertingkah aneh. Namun Rangga hanya diam melihat Mila.

"Kasian yah.. jomblo gak ada yang harus dikabarin.. makanya main game doang" Ejek Mila yang tersenyum duduk di samping kasur Rangga.

"Kok dokter tau kalau gue jomblo?" Rangga yang tersenyum miring sambil melanjutkan permainannya.

"Bapak gue limbat" Jawab Mila yang langsung membuat Rangga tertawa hingga mengabaikan permainannya.

"Kok anaknya bisa ngomong? Kan limbat gak pernah ngomong" Rangga yang tertawa mematikan Hpnya dan melihat ke Mila yang menaruh kepalanya di dekat lengan kanannya.

"Habis nelen radio pak.. makanya bisa ngomong " Mila dengan wajah lucunya yang mampu membuat Rangga tertawa hingga memegang perutnya karena tertawa terlalu keras.

"Nah.. gitu dong.. jangan diam mulu.. tau gak? tadi muka lu kusut banget.. Kek cucian kering emak gue" Mila yang mencubit pipi Rangga sembari tersenyum manis bahagia melihat tawa pria itu.

"Dokter gak sibuk?" Tanya Rangga yang merasa menyusahkan Mila yang harus menemaninya di ruangan itu.

"Jam kerja gue udah habis.. makanya bisa santai nemenin lu" Mila mengupas buah apel merah lalu menyuapi Rangga sambil tersenyum "Dalam buah apel merah ini ada racun tidur untuk membuat pangeran Rangga tertidur hihihi" Mila yang bertingkah seolah nenek sihir yang jahat dalam dongeng putri salju membuat Rangga tersenyum dan menuruti alur ceritanya "Aduh.. gue makan apel beracun" Rangga yang kemudian menutup matanya perlahan diiringi senyum manisnya yang tidak luntur meski matanya terpejam."Nah.. nenek sihirnya mau duduk dulu di kerajaan menikmati kematian pangeran" Mila melangkah ke sofa di dekat kulkas dan duduk membaca Al Qur'an dengan nada pelan. Meski sangat rendah suara Mila, namun terdengar di telinga Rangga yang membuatnya nyaman dan benar-benar tertidur dalam hitungan menit.

Saat matahari bersinar Rangga membuka matanya dikagetkan oleh wajah Mila yang sangat dekat dengannya "Ngapain lu!?" Teriak Rangga sambil mendorong Mila. "Nyantet bang.. Yah gue.. kan dokter.. udah jelas dong.. gue meriksa tekanan detak jantung lo.. Stabil atau nggak" Mila yang sedang mengecek detak jantung Rangga. "Ooh.. kirain.. ngapain.. heheh.. maaf yah dok" Rangga yang malu menggaruk kepalanya. "Nggakpapa.. Santai ajah.." Mila yang memegang kepala Rangga mengecek suhu Rangga namun Rangga menahan nafasnya karena gugup. "Pagi ini suhu panas lu masih tinggi.. nanti habis sarapan jangan lupa minum obat yah.." Mila tersenyum dan mengusap kepala Rangga dengan lembut lalu pergi mengecek pasien lainnya.

"Jantung gue kenapa makin kencang yah.. kalau dia yang periksa.." Rangga menggaruk kepalanya dan kembali memainkan permainan kesukaannya.

"Oh iyaa.. Nama gue Mila.. Next time jangan panggil dok yah.. bapak gue susah payah potong kambing buat ngasih nama cantik kasian kalau nggak dipakai.. Yah.. Dadah.." Mila yang mendadak membuka kembali pintu dan membuat Rangga mematung terkejut lalu pergi lagi.

"haha.. Iya.. Iya.. Mila" Rangga tersenyum lebar mengucapkan nama itu dan mengabaikan permainannya lagi hingga dia harus kalah.

Saat mentari berada tepat diatas kepala hingga membuat bayangan tubuh tidak memiliki celah untuk mencul. Menandakan hari sudah siang dan waktu istirahat untuk makan siang telah tiba untuk semua anggota pekerja Rs. Medika untuk makan bersama di kantin, namun berbeda dengan Mila. Dia berlari ke ruangan Rangga untuk memastikan keadaan Rangga.dan sesampainya disana dia melihat Rangga yang berbaring menyamping kearah kanan dengan kedua tangannya yang sibuk memainkan permainan yang sama setiap hari. "Kok ini masih utuh? Kok gak dimakan sih? Pait yah.. Kayak kisah cinta gue" Mila yang menggenggam semangkuk bubur lalu mengaduknya dan menyodorkan kedepan bibir Rangga yang tertutup."Tok.. Tok.. Paket" Mila yang bertingkah lucu membuat Rangga menurutinya lagi dan membuka mulutnya untuk makan dari suapan itu."Kunyah dulu.. pelan-pelan.. biar lambung lu nggak bekerja keras yah.." Mila mengambil segelas air putih dan memberikannya kepada Rangga.

"Dok.. eh.. Maksud gue Mila.. kok lu nggak pernah nanya.. kenapa gue sendiri mulu?" Rangga yang menatap heran Mila yang anggun menyuapinya dengan raut wajah senyum penuh ketulusan.

"Gue nggak mau buat lu ceritain sesuatu yang cuman buat lu sedih atau nggak nyaman.. Dan gue nggak butuh alasan buat jagain lu disini" Mila tersenyum manis menatap Rangga dan menyodorkan sesendok bubur putih kedalam mulut Rangga.

"Lu baik sama gue karena gue.." Saat Rangga ingin mengatakan bahwa dia adalah aktor, seorang suster membuka pintu dengan nafas yang terenggah-engah membuat Mila dan Rangga terkejut."Dokter Mila! Pasien atas nama Dian mengalami henti jantung" Teriak suster itu dengan ekspresi cemas. "Lakukan siaga dan masukkan ke ruang ICU segera" Teriak Mila lalu meninggalkan Rangga diruangan itu sendirian.

Mila berlari secepat mungkin meskipun dia sejak pagi belum pernah makan apapun bahkan minum setetes airpun tidak pernah seharian, tetapi dia mampu berlari ke ruang ICU dan melakukan tugasnya tanpa memikirkan dirinya. Dia hanya fokus bagaimana agar jantung pasiennya kembali berdecak dan sebisa mungkin dia berusaha tapi seorang dokter bukanlah penentu nyawa. Seorang dokter hanyalah penolong.. bukan penentu hidup dan mati seseorang. "Pasien atas nama Dian meninggal hari kamis jam 13.44 siang tanggal 21 juni" Mulut Mila yang mengucapkan kalimat itu dengan sangat berat dan menahan air mata. Mila berlari ke ruangannya dan menangis dimeja kerjanya menunduk dan meneteskan airmata tanpa suara. Setiap kali gagal menyelamatkan nyawa seseorang, dia akan menangis di ruangan yang tidak akan ada yang melihatnya sedih. Saat keluar dari ruangannya, dia kembali tersenyum seolah tidak ada airmata yang terjatuh setetespun.

Membuka pintu Rangga dengan hela nafas diiringi senyum tipis membuat Rangga tau kalau Mila sedang tidak baik-baik saja."Mila are you okay?" Rangga mengelus bahu Mila yang duduk rapih di sisi kanan kasur itu menyenderkan kepalanya di kasur sembari menutup matanya. "Nggakpapa.. lu nggak harus cerita.. gue faham kok apa yang terjadi" Rangga yang tau jika nyawa pasien yang membuat Mila pergi tadi tidak terselamatkan. Namun Rangga hanya bisa diam melihat Mila tanpa berbuat apapun.

Waktu Bersama Rangga Where stories live. Discover now