chapter 32

1K 104 0
                                    

Aku duduk di pinggiran kasurku, mengetuk-ngetuk jariku di lutut dan menarik nafas pelan, mencoba mengurangi kegugupanku. Aku sudah menyuruh Angelica untuk berdiam diri di kamar salah satu temannya malam ini, yang mana membutuhkan sedikit perjuangan, tapi akhirnya dia luluh dengan sebuah chocolate frog.

Draco aku segera sampai disini, dan semuanya akan selesai. Semua pesan, ciuman, dan canda tawa. Semuanya akan berakhir dan rasanya akan menjadi akhir yang menyakitkan. Tapi itu artinya akan menjadi akhir juga atas semua kebohongan dan kekecewaan yang sudah dibuatnya. Dan mendapatkan kemenangan ini rasanya lebih baik dari mendapatkan sahabat baik. Lagipula, memberikan Draco pelajaran atas perbuatan yang sudah dilakukannya itu pantas.

Aku menunggu beberapa menit lagi sampai akhirnya Draco mengetuk pintu kamarku.

"Masuk!" panggilku dengan nada riang. Draco membuka pintu dengan perlahan, dan mengintip dari balik pintu seolah memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa lagi di ruangan ini.

Setelah dia yakin tidak ada siapa-siapa, matanya bertemu denganku dan dia tersenyum miring sebelum akhirnya masuk kedalam dan menutup pintu.

"Hey, sayang," ujarnya, berjalan menuju kasurku.

Aku berdiri dengan cepat dan mengizinkan tangan Draco mengusap pipiku. 

"Hi." bisikku, tersenyum lembut  sambil memperhatikan wajahnya.

"Aku merindukanmu," ucapnya pelan, sebelum akhirnya menyatukan bibirku dengan bibirnya. Aku mengizinkan diriku untuk menciumnya balik untuk yang terakhir kali dan merasakan sensasi ketika bibir kami bertemu dan bagaimana jari-jarinya mengusap tulang punggungku.

Lidah Draco menyapu bibirku, lalu masuk untuk mengeksplor mulutku. Aku merasakan tangannya mendorong pinggangku untuk mendekat pada tubuhnya, membuatku mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Saat kurasakan jarinya mulai mengangkat rok ku, aku tau apa yang ingin dia lakukan.

Aku dengan cepat menjauh darinya, menciptakan sedikti jarak diantara tubuh kami. Draco membuka mulutnya selama beberapa detik karena terkejut dan mengamati wajahku dengan bingung dan penasaran. Dia kembali membuka mulutnya, seolah ingin mengucapkan sesuatu tapi akhirnya memutuskan untuk menciumku lagi. Dia menatap sekilas kearah wajahku sebelum mengulang aksinya dan menekan bibirnya di bibirku. Aku tidak membalas ciumannya, tapi tidak juga mendorongnya.

"Aku mencintaimu," bisiknya di depan bibirku, sebelum menekan lagi bibirnya ke bibirku.

"Sangat mencintaimu," tambahnya, memberikan ciuman lain di rahangku.

"Dan aku merindukanmu," Draco mencium leherku kali ini. Aku tetap menunjukkan wajah datarku, memastikan tidak membalas ciumannya atau menunjukkan ketertarikan. Dia memajukan wajahnya lagi, dan kembali menciumku pelan. Tapi, sebelum dia melakukannya, aku menekan jariku di depan bibirnya.

"Apa itu yang kau katakan pada Pansy Parkinson?" tanyaku pahit, gigiku terkatup bersamaan.

"Ap--" ucapnya, wajahnya membeku.

"Atau bagaimana dengan Fay Dunbar?" tambahku, nada bicaraku bertambah pahit dan suaraku bertambah berat. Draco mulai terkejut dan munglin takut, sudut bibirnya turun kebawah.

"Dan Kylie Baker?" aku hampir menyahut, menekan jariku di dadanya sampai punggungnya menyentuh dinding. Draco tidak berbicara, dia hanya terkejut.

"Atau semua gadis yang ada di sekolah ini?" sahutku dengan marah di depan wajahnya, menatapnya selama beberapa detik sebelum berbalik dan duduk di kasurku. Draco hanya diam selama beberapa detik, dengan hening mencoba memproses apa maksud perkataanku sampai dia akhirnya bicara.

"Aku tidak tau apa yang kau bicarakan."

"Oh, jangan berlagak bodoh di depanku, pirang," aku tertawa, "Aku tau permainan yang kau buat."

"Permainan apa?" tanya nya, nada bicaranya mulai serius.

"Mengirim pesan teks pada perempuan untuk seks dan berpura-pura kau tidak tau mereka. Apa yang kau lakukan padaku dan apa yang kau lakukan ke hampir semua gadis di sekolah ini." sahutku, tenggorokanku rasanya mulai sakit. Aku menunjuk tanganku kearahnya, tidak bisa mengontrol amarahku. Draco terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya membasahi bibirnya dan menatap kebawah. Aku hanya bisa tertawa, sebelum akhirnya kembali berdiri dan menghampirinya.

"Tidak ada yang mau kau katakan, Dracie?" tanyaku, membasahi bibir bawahku. Dia menatapku dan mendelikkan matanya.

"Kau bersikap bodoh," dia akhirnya berkata, suaranya terdengar kecil.

"Jadi aku salah?" tanyaku cepat. Dia menatapku sambil menghela nafasnya.

"Tidak," Draco mengakuinya. Aku berkata 'ha' dengan pelan, sebelum kembali duduk di kasurku dengan kedua tangan terlipat, "tapi berbeda saat bersamamu."

"Benarkah?" tanyaku, suaraku terdengar dengan sarkas.

"YA." ucapnya, "Awalnya sama, harus kuakui, tapi kemudian aku sadar kalau kau itu berbeda dan aku ingin melakukan sesuatu yang lebih denganmu. Kau berbeda, Aurora. Apa kau benar-benar berfikir aku mau mengencanimu jika aku tidak menyukaimu?"

"Aku tidak tau, Draco." ujarku, berbalik menatapnya sebelum menurunan mataku, " Bagaimana aku bisa percaya padamu setelah apa yang kau lakukan dengan Pansy?"

"Masih ingin membicarakan ini, hah?" tanya Draco, "Aku hanya melakukannya setelah kau tidur dengan Harry Potter." kata-kata itu membuatku marah dan langsung bangkit dari dudukku.

"Aku tidak tidur dengan Harry Potter!" jeritku, wajahku berubah menjadi merah dengan marah. Draco terkeut dan akhirnya tidak mengatakan apapun, tapi hanya terdiam melihatku hampir menangis dan kembali duduk di kasurku. Hening untuk beberapa saat sampai ahirnya kurasakan Draco duduk di sebelahku, dan mulai mengusap punggunggku.

"I--ini bukan kita, Aurora." dia akhirnya berbicara dengan pelan, "Kita saling mencintai." Draco kembali terdiam sebelum aku akhirnya tertawa kecil.

"Apa kau benar-benar berfikir kalau aku mencintaimu?" tanyaku.

"Aku---apa?" tanya Draco bingung, "Kita sudah berkencan selama dua bulan?" aku tertawa lagi.

"dan aku sudah tau apa yang kau sembunyikan selama ini," tambahku, menatapnya dari balik air mata yang turun di pipiku. 

"Kau sudah berbohong padaku selama ini," sahutnya, "Kau jalang!"

"You're fucking evil!" sahut Draco, membuatku berjingkat dan memundurkan langkahku darnya.

"Ya? lalu kau sebut dirimu apa?" tanyaku balik. Draco menatapku selama beberapa saat sebelum akhirnya menoleh kearah pintu.

Draco akhirnya berbalik lagi, wajahnya terlihat kecewa dan juga sedih. Matanya tidak terlihat marah atau kecewa, tapi terlihat merah dan hampir mengeluarkan air mata. Dia terlihat menyesal.

"Maafkan aku, Aurora." ucapnya, berjalan ke arahku berdiri. Yang bisa kulakukan hanyalah berdiri, "Aku benar-benar minta maaf." Draco berlutut di depanku dan memeluk kakiku, sebelum akhirnya membenamkan wajahnya di pahaku.

"Aku mencintaimu, Aurora, aku mencintaimu. Kumohon jangan tinggalkan aku." Draco memohon di hadapanku, rasanya sakit melihatnya seperti ini, terlihat lemah dan kecewa. Sejujurnya, aku tidak yakin kalau dia akan se-menyesal ini. Rasanya aku hampir merubah pemikiranku, tapi aku tau apa yang harus kulakukan. Dia tidak peduli ketika aku mengetahui tentang nya dan Pansy, jadi untuk apa aku peduli sekarang?

"Kumohon katakan sesuatu," ujarnya, dan mendongakkan wajahnya supaya mata kami bisa bertemu.

"Apapun, " pintanya, sekali lagi membenamkan wajahnya di pahaku. Aku menghela nafas dan menghapus air mataku sendiri sebelum akhirnya berbicara.

"Kufikir kau harus pergi sekarang."

Setelahnya, Draco melepaskan pelukannya di kakiku dan kembali berdiri. Saat dia sudah berdiri lagi, dia menatapku sekilas. Aku dengan cepat berpaling, tidak mau membuatnya melihat tangisanku. 

Aku tidak melihat kedepan sampai akhirnya aku mendengar suara pintu tertutup. Setelahnya akhirnya aku melihatnya menghilang, benar-benar pergi untuk selamanya.

Dan setelahnya aku langsung menangis sejadi-jadinya dan tidak bisa tidur semalaman.

Play (Draco Malfoy) | translate bahasa ✔️Where stories live. Discover now