tujuh

663 167 14
                                    

Y/N berdiri di dekat meja pingpong dan menonton kencannya berdansa keempat kalinya dengan mantan pacarnya, mencoba mengabaikan tatapan orang-orang.

Mungkin Y/N hanya paranoid karena dia masih terpaku dengan situasinya saat ini, tapi dia agak yakin tatapan orang-orang makin menjadi-jadi, dan orang-orang mulai berbisik-bisik.

Y/N menaruh gelas di meja, dan baru saja mempertimbangkan untuk keluar ruangan dengan alasan pergi ke kamar mandi – meski alasan sebenarnya adalah untuk menguatkan diri – saat seseorang menepuk bahunya dua kali. Meringis perlahan dan mencoba untuk menahan diri, Y/N menoleh.

"Hai kamu," sapa Draco, nyengir karena tatapan keterkejutan yang tergurat di wajah Y/N.

"Apa yang kau – bagaimana kami bisa disini?" tanya Y/N, dengan suara berbisik.

Senyum Draco makin melebar, lalu dia menghela nafas dramatis. "Pertama, Y/N, kalau kau bicara begitu kau membuatku berfikir kau tidak senang melihatku – "

"Tentu saja aku senang melihatmu," Y/N menjawab tidak sabar, membuat Draco terlihat makin sombong saja. "Tapi..." Y/N mengalihkan pandangannya ke sekitar dimana anak-anak mulai menatap mereka berdua dengan seksama sebelum Y/N kembali menatap Draco. Dan kemudian matanya melebar dan dia tersedak nafasnya sendiri karena kesiap kecil saat Y/N memperhatikan tepian tubuh Draco, dan menyadari bahwa Draco sekarang sangat solid.

Draco menyeringai. "Akhirnya menyadarinya, huh? Mereka cuma memandang kita karena aku ganteng ga ketulungan, jelas." Draco mengusap tangannya turun ke setelan kemeja birunya, mata Y/N teralih ke tanah. Kakinya menapak tanah.

"Bagaimana kau bisa – Draco – " Y/N berbisik, otaknya tidak bisa diajak kerja sama untuk mengatur kalimat atau berbuat apapun, dia hanya berdiri disana dan menatap Draco.

Draco mengulurkan tangan dengan telapak mengarah ke atas. Matanya masih kelihatan besinar dengan kilatan yang Y/N biasa lihat, dan tiba-tiba Draco kelihatan begitu serius. "Dansa bersamaku?" tawarnya.

Hampir tidak berani percaya, Y/N perlahan mengulurkan tangan untuk meraih uluran tangan Draco. Y/N kira sentuhannya akan menembus, bersiap merasakan sensasi dingin es seperti yang sudah-sudah, tapi tidak ada dari keduanya yang jadi kenyataan. Malahan, tangannya bertemu dengan kehangatan, dan jemari Draco segera merengkuh tangannya. Mata Draco tidak pernah teralih dari wajah keheranan Y/N, kemudian senyuman lembut mulai muncul di wajahnya sebelum dia menarik Y/N ketengah lantai dansa, berpusing ringan untuk menaruh tangan di pinggang Y/N.

Masih setengah sadar, Y/N menaruh telapak tangannya di pundak Draco, mengagumi fakta bahwa dia benar-benar merasakan manusia solid.

Perlahan, mereka mulai berputar di lingkaran kecil. Manik mata Draco tidak pernah teralih darinya, dan setelah dua kali berputar, mereka tidak mengatakan apapun. Y/N masih mencoba memahami bahwa Draco benar-benar ada disini, dan solid, dan seperti remaja biasa pada umumnya, entah bagaimana, dan terlihat tampan. Menatapnya sekarang jadi membuatnya pusing meski Y/N sudah menatapnya berbulan-bulan setiap hari.

"Aku – aku tidak mengerti," akhirnya Y/N bersuara. "Apa kau...?"

Draco meraih satu tangan Y/N yang melingkar di bahunya dan meletakkannya di dada, tersenyum saat mata Y/N memincing karena detak jantung yang ia rasakan. Matanya dipenuhi air mata dan Y/N hampir terisak. "Kau betulan hidup."

"Hanya untuk beberapa jam." Draco memperhatikan wajah Y/N, dan dia merengut mendapati mata Y/N berkaca-kaca. "Y/N?" Draco terdengar khawatir.

Y/N hanya menjawab dengan mengalungkan lengan di lehernya dan memeluknya erat. Sudah sejak lama Y/N ingin memeluk Draco, dan sekarang akhirnya ia bisa, dan dia bisa merasakan bagaimana badan Draco menempel padanya, dan merasakan kehangatannya dan betapa tegap postur tubuhnya, dan Y/N tidak pernah ingin melepas pelukan.

Tapi Draco merespon sentuhan Y/N dengan cicitan kaget terperanjat. Y/N merasa badannya menegang ia peluk, dan Y/N mundur sedikit dan mencoba memperhatikan wajah Draco, takut kalau-kalau dia melakukan kesalahan atau bersikap kelewatan.

"Ini hanya – sedikit terlalu banyak. Setelah lama sekali ...Aku tidak terbiasa..." suara Draco serak dan matanya terpejam, dan Y/N baru menyadari betapa sensitif indra peraba Draco. Y/N mulai mundur dan melepas pelukan, kembali ke posisi dansa seperti sebelumnya tapi Draco mengeratkan lengannya memeluk Y/N balik dan menjaganya tetap disana. "Tidak," ucapnya, sedikit tajam. "Jangan lepaskan. Aku akan terbiasa."

Merek berputar lagi selama satu atau dua menit, menikmati kedekatakan mereka sebelum Y/N mengeluarkan tawa kecil tidak percaya dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Apaan?" tanya Draco. Lengannya memeluk Y/N lebih erat lagi.

"Aku naksir orang mati," Y/N berbisik ke dada Draco. "Nasibku."

Y/N bisa merasakan getaran dari tubuh Draco saat dia ikut tertawa. Y/N kembali memeluknya sedikit lebih erat lagi, masih mengagumi keberadaan Draco yang benar-benar nyata dan hatinya jadi berdegup kencang menyadari jarak mereka yang begitu dekat dan keberaniannya mengungkapkan perasaan. Tawa Draco terdengar menyenangkan, dan sesaat kemudian suaranya yang berat berbisik di telinganya, "Mereka juga tidak suka karena aku merasakan perasaan sama, percayalah."

"Mereka tahu?" Y/N bertanya dengan mata lebar dan memikirkan seberapa malu harusnya ia sekarang. 

"Mereka tahu perasaanku yang kuat padamu, ya," jawab Draco, dan Y/N mendongkak menatap Draco dan mendapatinya sedang tersenyum penuh kasih sayang padanya. Sangat pelan, Draco mengusap tulang pipi Y/N dengan ibu jarinya. "Aku punya jadwal laporan bulanan, ingat?"

"Draco," ucap Y/N, merasa sedikit sesak, merasakan air matanya muncul lagi. "Ini sangat tidak adil."

Mata Draco teralih pada bibir Y/N, dan Y/N bisa merasakan jantungnya berdegup cepat sampai dadanya sakit. Tapi hanya sesaat, dan Draco menatap matanya lagi dengan intens, tangannya mencengkram pinggangnya dan menarik Y/N lebih dekat.

"Tidak," Draco menyetujui dengan singkat, alisnya menyatu dan kesedihan terlihat di wajahnya. "Memang sangat tidak adil." Lalu mata Draco teralih lagi sampai melihat ke belakang Y/N, badannya kembali berguncang dengan tawa. "Ada yang kelihatan jengkel disana, dan aku asumsikan itu kencanmu. Mungkin malah bagus karena aku sudah mati. Tapi mari kita harap dia tidak membunuhku. Kertas laporannya akan makin riweuh."

"Menarik juga kenapa dia tiba-tiba sibuk memperhatikan yang aku lakukan sekarang," ucap Y/N.

"Sepertinya dia tidak terbiasa dengan penolakan," jawab Draco, nyengir jahil dan matanya kembali menoleh menatapnya bercahaya.

Y/N terlalu sibuk dengan kehadiran Draco sampai dia tidak begitu memperhatikan orang-orang lain di ruangan itu, dan sekarang dia baru merasakan banyak pasang mata yang menontonnya. Bahkan orang yang masih berdansa dengan pasangan kencannya, ikut melihati mereka tanpa malu dan bukannya saling memperhatikan satu sama lain, dan Y/N menghela nafas pelan pada dirinya sendiri.

Okay, jelas dia tahu kalau Draco memang tampan sebelumnya.

Draco terlihat cukup berbentuk seperti manusia untuk Y/N bisa menyadari ketampanannya, tentu, tapi dengan statusnya yang adalah hantu, dia tidak pernah memikirkan kemungkinan untuk perasaan romantis. Tidak. Sisi emosional diantara mereka memang sangat intense dan kuat, tentu, tapi memikirkannya saja...sudah sangat gila.

Hell, semua ini masih terasa gila.

Tapi sekarang ...Draco punya badan, dan dia juga tinggi dan baik dan Y/N memang tidak salah tentang betapa menariknya Draco. Semua itu menyakitkan.

"Aku tidak suka dilihati," Y/N bergumam. "Bisakah kita pergi keluar?"

"Of course," Draco menjawab ringan, tangannya mengelus punggungnya naik turun membuat Y/N bergetar karenya. Dan sejujurnya, sebabnya bukan cuaca dingin. "Lagipula malam ini memang didedikasikan untukmu."

INCORPOREAL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang