Kuamati ponsel di atas meja. Benda itu lalu kuraih dan memeriksa layarnya. Alih-alih membuka aplikasi permainan Snake II atau Space Impact untuk mengalihkan pikiran, jari-jariku malah mengetik namanya pada daftar kontak.

Aku memahami alasan terus memandangi nomor ini. Namun, logikaku menggagalkan permintaan alam bawah sadar untuk mengirimkan pesan. Berulang kali kuhapus rangkaian kalimat yang telah disusun. Bingung makin menyerang, senter ponsel kumainkan dan mengarahkannya ke segala arah.

Tiba-tiba ponsel bergetar. Secepat kilat kulihat nama pengirim pesan. Dalam detik itu juga, pupil mataku membulat penuh.

From: Matteo
Gk bisa tidur?

Dia tahu darimana?

Aduh, balas apa, ya?

Apa nunggu lima menit dulu?

Oh, nggak-nggak. Balas aja dua menit lagi.

Batinku berceloteh tidak jelas. Rasa panik membuatku seperti cacing kepanasan. Mengikuti instruksi otak, akhirnya pesan itu kubalas dua menit kemudian.

Tahu dari mana?
Send

Tidak butuh waktu lama, dia membalas pertanyaanku.

From: Matteo
Sentermu sampai ke kamarku.

Aku terbengong-bengong. Senter ponsel yang menyala terang, langsung kumatikan.

Bodoh!

Maaf mengganggumu.
Send

From: Matteo
Gk papa.
Aku juga gk bisa tidur.

Dengan ragu-ragu, sebuah kata kukirim.

Kenapa?
Send

From: Matteo
Bnyk pikiran.
Kamu?

Sama.
Send

From: Matteo
Apa yg kamu pikirkan?

Ibu jariku menggantung. Keraguan kembali muncul. Seharusnya, aku tinggal mengetik sebuah nama yang bergelantungan di benak. Namun, tanganku sungguh kebas.

From: Matteo
Maaf sdh mengganggumu. Aq gk bermaksud.

Kamu.
Send

Debar jantung melaju kencang. Kulempar ponsel ke atas tempat tidur. Wajah kutenggelamkan pada bantal. Aku berteriak menyesali kebodohan yang baru saja kulakukan. Lebih-lebih, balasannya tidak kunjung kudapat hingga tiga menit berselang.

From: Matteo
Bisakah km buka tirai kamar?
Please.

Aku melompat-lompat layaknya orang gila. Ujung jari kugigit untuk meredam kepanikan. Napas kutarik panjang, lalu menghelanya pelan. Lama berputar-putar mengelilingi kamar, akhirnya kuputuskan untuk mendekati tirai yang tertutup.

Sedikit kusingkap kain penutup jendela. Mengintip keberadaan Matteo di seberang. Namun, belum selesai mengamati kondisi di luar, sebuah pesan kembali masuk.

From: Matteo
Tetap kunci pintu balkonmu.

Tirai kusibak. Tadinya, kupikir dia ada di luar kamar. Ternyata sedang merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Lampu dari layar ponselnya, membuatku tahu jika dia sedang memandangku. Bibirnya tersenyum tipis dalam temaram.

From: Matteo

Tidurlah, tp tolong jangan tutup tirainya.

Unforgotten DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang