5

321 38 2
                                    


Dor!

  Semua mata memandang tak percaya pemandangan itu. Tubuh tegap itu luruh ke aspal dengan darah yang mengalir deras di daerah jidat.

  Alexsa tersenyum miring, ia meniup pelan ujung pistol mematikan miliknya, lalu mengahlikan pandangannya ke depan sana.

  "Why? Kenapa dia begitu lambat?" Alexsa bertanya dengan wajah sok iba nya.

  Satu tumbang, tersisa empat makhluk tak berguna yang siap menghadap ke tuhan.

  4 pria itu menatap tak percaya tubuh rekannya yang terbaring lemas, dapat dipastikan rekannya itu telah tak bernyawa.

  "Hey! Kenapa diam? Ayolah, tadi mau main tembak-tembakan." Alexsa menunduk lesuh, kemudian kembali mengangkat kepalanya dengan tawa iblis khas miliknya.

"K-kau, ga-dis gila!" Salah satu dari mereka meneriaki Alexsa. Alexsa menatap tajam pemilik suara.

  Saat pria itu hendak menyentuh mayat temannya, Alexsa kembali menarik pelatuk pistol kesayangannya.

  Dor!

Satu peluru dengan kecepatan yang tak terhitung menembus kepala pria yang menjadi objeknya. Jatuh, itulah keadaan tubuh pria itu.

  Tersisa 3 pria dengan tubuh yang bergetar hebat, pistol yang mereka pegang jatuh dari tangannya. Tubuh mereka terdiam, ini antara lari tetap mati. Atau tinggal, tapi tetap mati juga.

  Alexsa tertawa pelan, melihat pistol tak bermerek yang mereka bawa.

  "Pistol kalian seharga dengan gorengan di Amerika. Pulang lah, aku sedang malas membunuh." Alexsa mengibas-ngibaskan tangannya mengusir ketiga pria yang masih terdiam itu.

  "Kenapa? Kalian ngga mau? Ya sudah." Alexsa mengangkat pistolnya lalu mengarahkan ketiga pria yang menjadi objeknya. Ahh, mereka terlihat seperti tubuh tak bernyawa. Apa mereka sudah menyerah kepada takdir?

  Alexsa mengarahkan tepat di arah jantung, kemudian bergumam.

  Target terkunci, batinnya.

  Dor!

  Dor!

Dor!

  Tepat sasaran! Ketiga tubuh itu tumbang tak bernyawa, Alexsa tersenyum kecil ia menatap langit yang mulai mendung. Owh ternyata semesta mendukungnya untuk menghapus jejak darah yang berhamburan di aspal.

Alexsa mengambil benda pipih miliknya lalu menelpon bodigard ayahnya.

  "Jalan mekar, di gang sepi. Bereskan mayat-mayat tak berguna ini. Dan jangan lupa, kirimkan kepala mereka kepada atasannya. Beri tahu salam dariku," Alexsa tersenyum miring dengan mata yang memperhatikan pistol canggih di tangannya.

  "Apa nona telah membunuh?" Senyum miring itu memudar. Mood gadis cantik itu berubah, ia tak suka ditanya. Jika ia memerintah laksanakan saja, jangan bertanya.

  "Diam bodoh! Apa kau bodigard baru?! Kau tak kenal siapa aku! Kerjakan saja! Sampaikan yang aku katakan! 5 menit kalian tak datang, kepala kalian yang menjadi sangsinya." Alexsa mematikan telepon secara sepihak. Ia memperhatikan sekeliling, ternyata benar-benar sepi.

  Rintik hujan mulai turun, menimpah tanah dan juga aspal yang ber warna merah terang, bau amis dari darah mereka begitu menyekat. Alexsa berjalan mendekati ke-4 mayat itu.

  Ia berjongkok menatap satu persatu wajah mereka. Ia terkekeh kecil sepertinya mereka semua telah berkeluarga.

  "Maafkan aku. Aku membuat anak kalian mempunyai status baru, anak yatim." Alexsa tertawa pelan, kemudian mengusap wajah pria di dekatnya ia mencungkil peluru yang berada di jidat mayat itu.

MAFIA GIRL ||ALEXSANDRIA||Where stories live. Discover now