13. Jalan Petunjuk

Start from the beginning
                                    

    Juyeon menggeleng, "palsu, gaada isinya."

  "Aku masih terkejut karena tak menyadari lirik lagu itu adalah kisah Raja Abuwayna padahal aku tau persis jika Shamal memiliki arti angin utara." Jungwoo menyandarkan punggungnya, "apa kita masih akan tetap melanjutkannya? Mencari kotak itu?"

  "Lu takut?" Tanya Juyeon balik.

  "Ya nggak juga. Malahan aku terharu karena faktanya kita jauh lebih kuat dari perkiraan Seonghwa."

  "Maksudnya?"

  "Seonghwa dan Paman Rudi memperingati kita untuk tak mencarinya karena kita akan terpecah, bukan? Tapi mereka salah, ikatan kita tak selemah itu dan itu membuatku sangat bahagia. Aku jadi menyadarinya, sepintar apapun Seonghwa mengisahkan sebuah dongeng dalam kehidupan nyata, tetap saja, Tuhan yang berhak mengatur jalan ceritanya.."

  "Seonghwa orang yang dramatis, dia menciptakan sajak dan puisi untuk menjelaskan betapa indahnya suatu moment dalam kehidupan.. karena itu.. aku rasa gapapa, semua bakal baik baik aja, kita akan tetap kayak gini, nerusin Utopia Seonghwa yang belum terwujud.."

    Juyeon tertawa, "pada akhirnya.. semua balik jadi keuntungan kita, kan?"

    Moonbin ikut tertawa, "sekarang tinggal urusan kotak itu, kan? Gimana kita nyariinnya?"

  "Satu satunya petunjuk yang belum dipakai adalah susunan angka, tahun, ama usia. Tinggal yang angka angka doang. Gua mah bego banget soal itu, yang pinter angka angka masih tewas, jadinya kita cuma bisa nunggu." Jawab Juyeon.

    Juyeon bangun dari duduknya dan beranjak keluar ke arah pintu ruang rawat.

  "Kemana?" Tanya Jungwoo.

  "Nyari angin bentar." Jawab Juyeon.
 
 
    Juyeon berjalan menuju balkon rumah sakit, tangannya merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebatang rokok dan korek dari sana. Pas lagi anteng antengnya, telponnya bunyi. Sebuah panggilan suara dari nomor tak dikenal. Dengan penasaran Juyeon mengangkat panggilan itu dan terdengar suara pemuda yang tampak begitu girang.
  
  
  "Kak Juyeon! Ini Eric!"

  "Dapet nomor gua darimana lu, bocah?"

  "Dari Sunwoo, hehe. Perjuangan banget gua ngehubungin Sunwoo demi 12 baris angka dari nomornya Kak Juyeon. Ngomong ngomong disana udah jam 7 pagi, kan? Kak Juyeon lagi kerja? Gua harap nggak ganggu aja gitu.."

  "Nggak ganggu, disitu malah masih malem, kan? Bisa bisanya lu telpon jam segitu."

  "Jam dua pagi, kak. Ayah gua ulang tahun hari ini, jadi ada perayaan kecil kecilan mulai jam setengah satu tadi. Rusia dingin banget. Saljunya banyak. Kak Juyeon gimana kabarnya?"

  "Gua yakin kita ga se akrab ini, jadi lu pasti punya tujuan nelpon gua. Bisa ga basa basi?"

  "Kak Juyeon ini kaku sekali, huhu. Gua udah nerima e-mail dari kakak kemarin. Emang langka banget manusia modelan Kak Hwa itu. Bikin gua mikir kek, Kak Lino aja kayak gitu, eh, ternyata yang bikin ceritanya Kak Hwa. Gua ngerasa unreal aja gitu. Perjuangan gua semasa SMA sampai Kuliah cuma buat namatin satu bab dari seluruh dongengnya."

  "Soal Alarich ama Moran?"

  "Jeno yang tau, tapi dia gamau cerita. Dia cuma bilang 'itu hanya unsur trauma di masa lalu'—gitu. Soal pola angkanya juga cantik banget, ga berubah. Gua udah coba hubungin angkanya ama kasus Klub 513 yang mungkin punya hubungan ama angkanya, tapi, sayang banget, gaada yang berhubungan."

  "Kalo lu jadi gua sekarang, lu bakal ngapain?"

  "Itu personal sih, kak. Cuman, Eric gabakal berani lanjutin kasusnya kalo seumpama antara gua, Jeno, Nana, Sunwoo ama Hyunjin ada masalah. Jadi, mending kakak lurusin dulu masalah kalian baru nyariin kotak itu. Kalo Eric jadi Kak Hongjoong sekarang mungkin gua bakal seneng banget karena pinter Fisika, tapi secara bersamaan stress mikirin ini itu. Kak Hongjoong itu ga perlu waktu buat sendiri tapi perlu kalian buat bilang 'gapapa' untuk semua yang udah kejadian."

[✔] Klub 513 | Hidden Chapter | : Hwa! Where stories live. Discover now