"Aku bakal kuliah di Jepang."
Hati Mark pecah berkeping-keping. Baru pertama kali ini Mark merasa seluruh dunianya hancur. Bukannya Mark melarang Taeyong untuk pergi, tetapi rasa khawatirnya melanda hati Mark terus menerus.
Mau tidak mau, mereka har...
"Setidaknya ga ngajak gelinding di tengah lapangan."
Aku syok mendengarnya.
"SI KAMBING—"
Mark langsung berdiri menjauh dariku sambil cengengesan, menyiapkan posisi defense nya.
"Sekali lagi nyalahin gua, gua masukin lu ke penggorengan mekdi," ancamku.
"Emang kuat angkat aku, kak?"
"Gatau ah Mark. Lagi mensive gini serius dong!" omelku.
"Iya, iya. Ampun sayangku cintaku manisku. Happy 5th mensive ya sayang," ucapnya sambil tersenyum lalu mencium bibirku. Mood ku yang awalnya turun, seketika naik setelah dia mencium bibirku...
Taeyong, fokus!
Aku melepas ciuman kami perlahan. Aku tersenyum melihatnya. Apapun yang ada di dalam diri Mark itu sempurna. Aku tak perduli dia membuatku kesal beribu-ribu kali, aku tetap menyayanginya.
Ini yang membuatku dilema. Apakah aku harus mengejar pendidikan, atau fokus menjalani cinta?
"Mark, aku ada sesuatu yang harus diomongin."
"Apa tuh kak?"
"Aku bakal kuliah di Jepang, menurut kamu gimana?"
Mark terdiam sesaat. Senyum manisnya terhapus dari wajahnya.
Sudah kuduga, situasinya akan jadi seperti ini.
Aku beri dia beberapa waktu untuk mencernanya, berharap akan mendapat tanggapan yang baik darinya. Namun tiba-tiba dia berkata,
"This is the worst mensive gift I ever got."
Ucapnya lalu ia meninggalkanku sendirian di restoran.
End of Flashback
Aku paham rasanya. LDR pasti berat, kan? Dia pasti syok, sedih, marah, dan lain-lainnya yang membuat dia tiba-tiba meninggalkanku sendirian di restoran. Aku tidak menyalahkan perbuatannya. Bahkan aku tidak pernah bisa menyalahkannya di situasi apapun. Jika aku adalah dia, aku juga pasti akan kesal.
He's so precious to me, he's my whole world.
Aku sempat berfikir akan membatalkan pendaftaran beasiswanya dan kuliah di Korea saja. Sepulang dari Mekdi aku pun sudah meminta izin ke ayah untuk kuliah di Seoul saja. Namun sayangnya, aku malah dimarahi.
"Kamu sendiri yang bilang mau, kenapa sekarang malah nolak? Labil banget jadi anak!" omel ayah saat itu.
Aku punya pilihan apa lagi? Aku harus bertanggung jawab atas keputusanku. Resiko apapun yang datang, itulah yang harus aku hadapi.
Jadi aku tetap akan kuliah di Jepang, tanpa mengganggu hubunganku dengan Mark. Aku yakin Mark akan FaceTime denganku sebentar lagi.
Namun sudah lima jam berlalu sejak jam dua siang tadi Mark belum juga menelepon. Itulah yang membuatku resah hingga menangis seperti ini.
"Mark... maafin aku..."
Aku penasaran, apa yang sedang Mark lakukan sekarang?
Apakah... dia mengkhawatirkan ku?
End of Chapter One.
---------------------
HAI GAISSS KALIAN KANGEN SAMA AKU GAAA??
(Uhm... Monmaap nih, mereka kangen sama ceritanya, bukan aku...)
Hehehe~ Maaf udah hiatus lama banget... Posisi aku lagi di Taeyong soalnya nih, kelas 12. Penuh penderitaan, kesedihan, kestresan, dan lain-lain deh. Kudu belajar ini itu buat masuk kuliah, daftar kesana kemari, capek mental iya fisik iya, haduh ribet deh. Semoga aku dan kalian semua yang lagi kelas akhir bisa lulus dan diterima di kampus pilihan ya!
Aku rindu banget nulis cerita kayak gini, susah banget cari waktu luang buat bikin fanfic walaupun aku aktif di twitter, but still, nyari waktu luangnya susah :(
Next update setelah aku dapet perguruan tinggi ya gais, maaf juga chapter ini pendek banget karena kalo kebanyakan nanti gak greget hehe.
Penasaran ga next chapter gimana? Apakah Mark bakal care lagi sama Taeyong, atau tetep diemin Taeyong sampe dia lulus? Gimana? Stay tune ya! Jangan lupa vote + comment dan juga simpen ini di reading list kalian biar ga ilang~ See you gais!
Love, Ichinosekai 😉❤️
BONUS!!!
اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.