Ari berjalan mondar-mandir merasa khawatir, padahal sebelumnya ia sangat tak pedulian terhadap orang. Tapi kali ini baru mengerjai Aisyah sampai situ saja dirinya sudah gelisah.

"Semoga aja dia gak kehujanan deh, mana gue cuma ngasih waktu satu jam lagi," gumam Ari.

•••

Aisyah berjalan menuju halte, ia menerobos hujan yang turun begitu lebat. waktu satu jam yang diberikan Ari tersisa dua puluh menit dikarenakan, tadi Aisyah menunggu hujan reda di dalam restoran. Namun sampai saat ini tak kunjung reda, membuat Aisyah mau tak mau menerobos hujan hingga sampai di halte.

Andai saja jika Aisyah mempunyai handphone, mungkin dia akan memesan ojol.

"Nih, hujan kapan redanya sih? Masa iya gue harus pulang hujan-hujanan sambil lari bawa pizza sabanyak ini?"

"Kira-kira entar hukumannya apa ya? Aduh, gue takut lagi, mana tuh cowok mesum kagak ngotak lagi!" Aisyah bermonolog sendiri.

"Ah, sabodolah sama hujan gede, mending gue lari aja biar cepet sampe."

Aisyah berlari dengan tergesa-gesa. Tujuannya satu, ingin cepat sampai rumah. Baju serta badannya sudah terguyur hujan, sedangkan piza masih aman, karena dilapisi lima plastik sekaligus. Dia sengaja melakukan itu karena tak ingin disuruh balik lagi gara-gara pizza nya basah dan tak bisa dimakan.

Tin

Suara klakson mobil membuat Aisyah menoleh ke samping. Dilihatnya mobil Devano yang berhenti sambil membuka kaca mobil depannya.

"Heh, ngapain lo hujan-hujanan? Lomba maraton lari hujan?" teriaknya.

"Bukan, tapi habis beli pizza disuruh Kak Ari," balas Aisyah tak kalah teriak.


"Oh, mau bareng gak?" tanya Devano.

Aisyah dengan semangat mengangguk antusias. "Oh mau dong! Mau banget!"

"Tapi gue gak mau bareng sama lo yang badannya udah basah semua. Jadi silahkan nikmati hujan lebat di sore hari dengan berlari."

Secepat kilat Devano pergi meninggalkan Aisyah. Tak lupa dengan sengaja cowok itu melindes genangan air hingga menciprat ke tubuh Aisyah. Cewek itu hanya mendengus sebal. Dengan amat terpaksa ia pun melanjutkan lagi larinya, hingga tak terasa sudah sampai depan ruman milik keluarga Dharmawangsa yang menjulang tinggi bak istana.

Nafas Aisyah tak beraturan dikarenakan lari terburu-buru. Wajahnya pucat itulah keadaannya sekarang. Keringat dingin yang bercampur air hujan membasahi tubuhnya.

Aisyah melirik jam tangan kecil yang ada ditangannya. Aisyah lebih sepuluh menit, kalau begini jadinya lebih baik dia menunggu angkutan lewat daripada hujan-hujanan yang sama saja telat.

Aisyah masuk ke dalam rumah, menghampiri Ari yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu.

"Telat sepuluh menit," celetuknya.

Aisyah langsung menyimpan pizza itu di lantai.

"Wajah lo kenapa pake bedak tebal banget?" tanya Ari.

Aisyah memutar bola matanya malas, "ini pizza nya, saya permisi mau ganti baju dulu!"


"Ya udah sana, baju lo basah tuh lantai mahal gue kebasahan gara-gara baju murahan lo."

Sabar, Syah. Batin Aisyah.

Aisyah pergi menuju kamarnya. Dia pusing, capek, lelah, lemah, letih, lesu ingin segera istirahat merebahkan diri di kasur.

•••

Iqbal baru saja keluar kamar, dirinya mendapati Aisyah yang tengah berjalan sempoyong seperti orang mabuk.

"Heh, lo kenapa?"

Aisyah hanya menatap sekilas, lalu tersenyum. Kemudian pergi dengan tergesa-gesa menuju kamarnya. Saat ini dia tak ingin meladeni ejekan dan hinaan dari anak majikannya itu.

"Tuh anak ngapa ya? Kek habis hujan-hujanan dah, tapi kasihan juga wajahnya pucat banget," gumamnya.

"Dia habis hujan-hujanan sambil lari-lari bawa kresek gede gak tahu deh habis dari mana," celetuk Devano.

Iqbal menatap Devano kaget, "Gue gak nanya sama lo, anak bau kencur!" ketusnya sambil pegi meninggalkan Devano.

"Jangan-jangan lo ngomong sendiri kayak tadi khawatir ya sama si Upik abu?" selidik Devano dnehan menghadang jalan Iqbal.

"Gak!" jawabnya tegas.

"Terus kenapa hah? Cih, seleranya rendahan sekali sih Abang gue ini!"

Bugh

"Berisik lo! Dan jangan sok tahu!" Iqbal pergi meninggalkan Devano.

"Anjay sakit, gak suka gelay," pekiknya.

"Jijik," cibir Ari yang berada dibelakang Devano.

"Kek setan lo muncul tiba-tiba dari belakang."

"Kalau gue setan lo apa Kunti?!"

"I am a special human."

"Apa, spesial kuman? Pantesan disini hawanya bau debu berterbangan bak kuman yang berada di samping gue."

"Human budek, bukan kuman."

"Sekolah tinggi-tinggi kok gak ngerti bahasa Inggris sih, kasihan dong bokap nyekolahin lo kalau otak sama telinga gak guna."

Bugh!

"Just die!"

"Aw... punya kakak dua kok pada kdrt sih, emang gini ya dasarnya adik cowok ganteng mah selalu disakiti sama orang-orang iri."

"Bacot! Wajah kek banci aja bangga lu setan!"

_______________________^^_______________________

Bonus Caption gabut: Human sama kuman itu cuma beda huruf depan aja, H sama K. Kayak kita cuma beda umur tapi enggak beda hati.

_______________________^^_______________________


3 Big BabyWhere stories live. Discover now