sahabat zaman dulu

1 1 0
                                    

bolehkah gue misuh-misuh saat omcik gue dengan seenak jidatnya menyuruh gue jadi penjaga kosan sementara tanpa terima penolakan?

tadi pagi, gue nurut kata ibu yang nyuruh gue buat sarapan di rumahnya omcik. namun, di sela-sela sarapan yang kata gue makanannya super lezat, omcik gue nyeletuk yang membuat gue tersedak seketika.

"za, gimana kalo kamu aja yang jadi penjaga kosan? biar gak usah bayar perbulan lagi. dapet uang saku lagi. kan, lumayan, daripada omcik kasih kesempatan ini buat orang lain." Sambil mengunyah nasi goreng, omcik menatap gue yang makan di sebelah istrinya.

"iya lho, za. lumayan banget. apalagi omcik kamu belom kasih tahu tentang ini ke penghuni kosan yang lain. banyak lho yang udah menanti." Dan sial-sesialnya, tante gue yang super duper biuti itu ikut menyahut setuju.

gue mencoba menolak. bilang baik-baik, "tapi, om, luza 'kan sibuk kulia, kerja di kafe, di tambah luza ini cewek. dan luza juga gak butuh-butuh banget uang tambahan. mungkin penghuni lain ada yang lebih butuh, om." Dan.... omcik gue secara gak langsung nolak.

"kamu nolak rezeki, za?" tanyanya sambil menaikkan satu alis.

"ya, tapi, 'kan, om..."

omcik gue menggeleng sambil berdecak. "anaknya mbak ina satu ini gak pernah diajarin cara bersyukur apa? dikasih rezeki kok nolak." sindir omcik gue, sedangkan tante hanya diam menatap kami sambil meminum es jeruknya.

dan apa yang bisa gue lakukan selain cengengesan dan mengangguk samar sambil tangan garuk tekuk kepala bagian belakang?

kalian tahu hal apa yang paling gue pengen sekarang? gue pengen jadi kayak khadijah ra. yang menjadikan kekayaannya sebagai sumber dakwah.

pengen menjadi Fatimah ra. yang dapat menyimpan cinta dalam diamnya tanpa diketahui siapapun kecuali allah SWT.

berharap banget bisa jadi asiyah yang dapat memperjuangkan keagamaannya walaupun nyawanya terancam.

tapi gue apa? hari ini tobat, besoknya kumat. tobat lagi, kumat lagi.

"woy!" Sebuah tepukan keras dari belakang terasa sedikit menyakitkan di punggung gue. gue langsung menoleh ke belakang, lalu melihat seorang wanita dengan hijab besarnya menghampiri dari arah kerumunan kantin.

sekarang, posisi gue lagi duduk di kursi tunggu gedung dosen yang bersebrangan dengan kantin, dengan lapangan parkir di tengah-tengahnya. sekarang posisi gue lagi duduk membelekangi lapangan parkir. ngelamun cengo di antara banyak orang.

"kenapa?" gue bertanya sama syarahn, anak farmasi yang juga masuk organisasi remaja maju Indonesia di kampus gue. kita lumayan dekat, tapi karena fakultas yang beda, kita agak susah punya waktu untuk ketemu. dia adalah anak guru ngaji gue dulu di kota provinsi.

"hehehe... gak papa, kok," jawabnya sambil menampilkan cengiran kuda khas-nya, " kamu ngapai di sini? diem-diem bae. mikirin doi ya?" katanya dengan senyuman nakal tercetak jelas.

gue mengangguk mantap. "iya. lagi mikirin laki gue yang di korea, udah makan belum ya? kasian dia manggung mulu," jawab gue sekenanya.

dia langsung duduk di sebelah gue di kursi tunggu. "camu ngayal terus, za!" semprotnya cepat.

"gak papa. siapa tau diaminin ama malaikat, ya, gak?" gue mengedipkan mata sebelahke arah syarahn. "lumayan, memperbaiki keturunan."

"yang ada kamu yang ngerusak keturunan dia!"

"eh, enak aja. gue gini-gini juga banyak yang mau. gue kan blasteran."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 10, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KOSAN SEBELAHWhere stories live. Discover now