part 6

74 2 0
                                    

Ia menatap sesosok tubuh yang sedang terlelap di atas sofa. Televisi yang terletak di depannya masih menyala. Sosok itu, entah kenapa meskipun baru pertama kali ia jumpai akan tetapi seperti sangat ia kenali. Baru hari ini ia berjumpa dengan lelaki itu tapi bahkan ia merasa sangat senang ketika laki-laki itu menghampirinya yang sedang ketakutan dan membolehkannya berlindung di apartemen ini. Namun, hal yang paling tidak ia pahami adalah dadanya yang serasa sakit ketika ia mendapati foto dalam kardus itu. Semakin bertambah sakit saat mengetahui bahwa laki-laki itu terluka. Apa yang sebenarnya telah dilakukan wanita dalam foto hingga laki-laki itu memancarkan kepiluan mendalam ketika mengatakan bahwa wanita itu telah memporak-porandakan hidup sang lelaki. Tanpa melihat raut wajahnyapun ia merasakan dengan sangat jelas bahwa lelaki itu menyimpan sebuah luka mendalam. Luka yang entah kenapa membuat air matanya ingin menetes. Hal yang sangat tidak masuk akal.

Lelaki itu bukanlah siapa-siapanya. Ia bahkan baru berbicara dengan laki-laki itu hari ini. Tapi kenapa? Kenapa ia sangat ingin tahu atas segala sesuatu yang telah terjadi pada lelaki itu? Sesuatu yang telah dilakukan wanita cantik dalam foto pada lelaki itu. Kenapa tiba-tiba dadanya serasa sesak tak tertahankan. Apapun yang telah terjadi pada laki-laki itu bukanlah urusannya. Ia harusnya tidak perlu ingin tahu atau merasa simpati apalagi merasa sedih. Namun sebenarnya, hal apakah yang membuatnya sedih? Kenyataan bahwa lelaki itu mencintai seseorang dalam foto atau keadaan lelaki itu yang tampak memilukan? Harusnya bukan karena kedua hal itu. Bagaimanapun lelaki itu baru ia kenali. Kedua perasaan itu tak selayaknya ia rasakan. Ingatlah betapa menyebalkannya lelaki itu. Ingatlah bahwa ia membencinya. Jika bukan karena lelaki itu bisa melihat wujudnya dan mendengar suaranya, tak mungkin ia mau berada disini, tak mungkin ia rela mengikuti lelaki itu.Tak ada alasan baginya untuk merasakan apapun perasaan yang saat ini sedang bergejolak dihatinya. Tidak ada.

Ia berdiri dari duduknya lalu menghampiri sosok lelaki itu. Memandang dan mengamatinya. Kenapa? Kenapa perasaan aneh itu muncul lagi?

Lelaki itu tampak imut ketika terlelap. Hal yang benar-benar tak bisa ia pungkiri. Mungkinkah karena wajahnya yang tampan lelaki itu menjadi orang yang sok dan menyebalkan? Yeah, mungkin saja. Tanpa ia sadari senyuman tipis tersungging di wajahnya. Ia duduk tepat di depan wajah lelaki itu. Meski dadanya terasa ditekan dengan kuat akan tetapi suatu perasaan tentram menyelimutinya ketika ia memandangi wajah lelaki itu. Membuat sunggingannya tak juga lenyap.

Apa yang akan ia lakukan jika saat ini ia belum meninggal dan berjumpa dengan lelaki itu? Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar di pikirannya. Ia mendekatkan jari telunjuknya ke dekat wajah lelaki itu hingga tampak sedang menelusuri wajah sang lelaki. Matanya yang sipit, kulitnya yang halus, hidungnya yang indah, bibirnya yang menggoda.

" Kurasa, aku akan begitu saja mencintainya." Bisiknya sambil memandang wajah tampan itu dengan pandangan lembut dan senyuman lebar.

Yeah, seperti saat ini. Dengan pandangan pertama, aku langsung begitu saja tertarik pada lelaki ini. Menatapnya dengan pandangan seakan telah lama mengenalnya. Dia... entah kenapa seperti telah lama mendapatkan hatiku.

Ia berharap umurnya sebaya atau tak jauh berbeda dengan usia lelaki itu. Ia berharap ia satu sekolah dengan lelaki itu. Lalu seketika sebuah kesadaran muncul dibenaknya. Memang jika usianya sama dengan lelaki itu, jika ia satu sekolah dengan lelaki itu, jika parasnya cantik, lalu apa? itu semua tidak akan mengubah apapun. Takkan mungkin mengubah suatu kenyataan. Ia hantu. Ia telah mati. Berhentilah menghayalkan sesuatu yang tidak masuk akal. Sesuatu yang sangat mustahil. Sesuatu yang tak boleh dan tak mungkin terjadi. Bagaimanapun ia hanya seseorang yang telah mati.***

Hendrick

Laki-laki itu bangun dari tidurnya ketika jam dinding menunjukan pukul 05.30. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling apartemennya seperti mencari sesuatu. Ketika sesuatu yang dicari tak ditemukan, ia menghela nafas berat. Suatu raut kecewa memenuhi parasnya. Dengan enggan ia beranjak dari sofa yang ditidurinya. Dan ketika ia menapakan kakinya di atas lantai, sesuatu seperti menusuk telapak kakinya. Ia meringgis dan menatap lantai. Ternyata suatu benda remuk yang telah ia injak. Ia kembali terduduk di sofa. Mengamati benda remuk itu. Seketika kesadaran menghampirinya.

" Ahh... itu bukan mimpi." Gumamnya sambil kembali beranjak, menghindari remot yang telah ia rusak kemarin. Tak sengaja, ketika ia hendak berjalan ke kamar mandi ia memukan sosok itu di samping sofa. Ia mengamati sosok perempuan yang sedang menyandarkan kepalanya ke sofa. Matanya tertutup rapat. Ia menghampiri perempuan yang kemarin megaku bahwa dirinya hantu itu. lalu, berjongkok di depannya. Mengamatinya beberapa saat. Dan tiba-tiba, dengan perlahan sambil menggeliat hantu perempuan itu membuka matanya. Ekspresi terkejut seketika itu juga memenuhi wajah sang hantu. Ia masih menatap mata hantu itu dengan dingin. Membuat wanita itu gugup.

" A... apa yang sedang kau lakukan?" Tanya hantu wanita itu sambil menghindari tatapannya.

" Merasa terkejut. Ternyata hantu juga bisa tertidur." Ucapnya sambil berdiri dan meninggalkan sosok hantu wanita itu yang masih terduduk keheranan.

" Terkejut? Bahkan raut wajahnya saja sangat datar." Cibir sang hantu sambil menatap punggungnya.

" Aku juga baru tahu ternyata hantu  ngiler ya?" Katanya sambil membuka pintu kamar mandi. Sebelum menutupnya, ia melihat hantu wanita itu yang menampakkan ekspresi malu sambil menyusut bibir dengan lengannya.

Senyum tersungging di bibirnya. Ekspresi malu yang di tunjukan hantu itu benar-benar menggelikan. Dan akhirnya, suara tawa tertahan terdengar. Dari pantulan cermin, ia memandang dirinya yang sedang tertawa. Setelah sekian lama, akhirnya ia benar-benar tertawa. Hal yang telah terlupakan olehnya.***

My memoryWhere stories live. Discover now