Seorang wanita yang sedang merokok berjalan melewati mereka. Taeyong tidak segan menghirup asap beracun itu dan perlahan menghembuskannya, menjilat bibirnya. Jelas ia sangat merindukan nikotin.
Jaehyun tidak terdistraksi. Tentu tidak. "Tapi itu kenyataannya!"
"Apa aku bilang kau salah?" Taeyong melihat ke belakangnya sebelum meminta Jaehyun mendekat. "Tangkap aku kalau bisa."
"Hah?"
Yang lebih tua berjalan mundur, tangannya di belakang kepala. "Tangkap aku."
"Dan apa yang akan aku dapatkan sebagai hadiahnya?"
"Permen dari kesayanganmu ini."
Sang penembak jitu hendak berputar untuk meninggalkannya. Kata-kata Taeyong berikutnya langsung mengubah pikirannya.
"Terserahku di mana aku akan meletakkan permennya, mulutmu bisa mengambilnya di sana."
Jaehyun mengejarnya.
Dan saat semua itu terjadi, satu dari mereka menyaksikan keindahan yang tragis itu terpampang di hadapannya. Keindahan tragis yang merupakan campuran dari hitam, biru, dan seluruh dosanya.
Lee Taeyong adalah suatu keindahan, memiliki cela namun tetap indah, selalu indah — namun malam ini, di bawah rembulan dan di tengah gempita cahaya keemasan dari menara Eiffel, ia terlihat abadi. Suatu keindahan yang kekal, tak lekang oleh waktu.
Jaehyun melihatnya berlari, membiarkannya menjauh dan menjauh, di luar jangkauannya dan ia menelan semua itu.
Ia memang sudah mengalami banyak hal karena suaminya itu, dan pasti akan terjadi lagi di hari-hari ke depannya.
Tapi siapa peduli?
Tiap hari yang ia jalani dengan satu jenis bahaya itu memberinya kebahagiaan.
Berlarilah lagi, lebih kencang, Jaehyun.
Tangkap dia.
Jangan biarkan dia pergi.
Karena begitu dia lepas dari dekapanmu...
... kau tidak akan bisa mendapatkan perasaan seperti ini lagi.
Sedikit bingung dengan pikirannya yang berubah tiba-tiba, Jaehyun berhenti berjalan. Taeyong masih berlari, tidak melihat ke belakang.
Kegelisahan menggaruk dinding jantungnya, memakan hatinya perlahan. Kenapa ia berhenti? Kenapa Lee Taeyong tidak berhenti? Apa ia tidak sadar tidak ada yang mengejar mengikutinya?
Tidak ada siapa-siapa di sini?
Ada yang tidak beres.
Kenapa tangannya terasa kebas?
Kebas itu menjalar dari kepalanya hingga ke bawah. Jaehyun mencoba berlari, untuk menangkap Taeyong sebelum ia benar-benar hilang kesadaran namun ia tidak bisa menggerakkan kakinya. Masih terpaku di tempatnya, Jaehyun membuka mulutnya, berharap suaminya itu bisa mendengarnya.
Tidak ada suara yang keluar.
Tenggorokannya terasa kering, seperti ia sudah menangis berjam-jam, berhari-hari tanpa henti.
Panik mendatanginya, pandangannya meraup sosok sang pelempar pisau yang semakin mengecil dan mengecil tiap detiknya.
Jaehyun mencoba lagi seraya segala di sekelilingnya menjadi redup, menanti badai yang akan datang. Memaksakan sebuah teriakan, darah menetes dari mulutnya dan bagaikan mesin ia mati, menabrak lantai semen itu dengan keras. Oksigen meninggalkan paru-parunya dan darah berhenti dipompa oleh jantungnya.
Pandangannya mengabur seraya kematian mendekat untuk menjemputnya, Jaehyun hanya melihat ke depan.
Di sana, di tempat ia berbaring dan berhenti berlari — di kubangan yang bercampur dengan darah yang merembes dari dua tubuh kecil abu-abu yang tidak bisa dikenali karena banyaknya sayatan di wajah mereka, Taeyong hanya menatapnya, menatap jiwa sang penembak jitu yang perlahan meninggalkan tubuhnya.
*
Pagi menyambutnya tanpa permisi dengan dering ponselnya yang lantang. Masih mengantuk, Jaehyun mengambil benda itu dari nakas dan mematikannya. Mungkin telepon dari salah satu donatur yang mendapatkan kontaknya karena ia sudah dengan tegas memperingatkan orang-orang di Invictus untuk memberitahu klien-klien pentingnya bahwa ia tidak akan bisa dihubungi — tidak bisa diganggu selama 3 hari. Kenapa mereka meneleponnya di jam sepagi ini?
Satu mata terbuka untuk melirik ke jam dinding. 6:52. Jaehyun mengerang.
Satu tungkai telanjang keluar dari bawah selimut dan mengayun melingkari pinggulnya.
Taeyong menggerutu, tentang dirinya yang dibangunkan di jam tidak wajar dan berharap pagi tidak pernah datang lagi sebelum akhirnya ia sadar, menatap yang lebih muda. Ia tersenyum.
"Wow, mengejutkan, kau bangun lebih pagi dariku."
"Aku bangun lebih awal darimu sebulan belakangan ini, atau lebih."
Satu tangan menampar mulut Jaehyun untuk membungkamnya.
"Diaaam. Aku tidak memintamu bicara." Meregangkan tubuhnya, yang lebih tua duduk dan membiarkan selimut itu merosot dari tubuhnya dan mengekspos tubuh polosnya. Semua tato itu tidak terlihat terlalu mengintimidasi saat pikiran Jaehyun masih memintanya untuk tidur kembali.
Hawa dingin merengkuhnya saat Taeyong meninggalkan tempat tidur, berjalan dengan tubuh telanjangnya, menuju kamar mandi. Jaehyun masih mencerna makna dari mimpinya tadi. Bukan, ralat. Mimpi buruknya.
Terkadang, mimpi, bahkan yang buruk sekali pun tidak berarti begitu signifikan. Mimpi adalah cerita tidak masuk akal yang dirancang oleh otak kita, mencoba memberi kita pertunjukan seru saat kita tertidur.
Tapi untuk beberapa alasan, mimpi ini terasa seperti sebuah pertanda atau firasat.
Sebuah ide membuat Jaehyun melompat dari tidurnya, berguling dari kasurnya untuk masuk ke dalam kamar mandi. Ia menyibak tirai di bilik mandi itu, matanya melebar waspada. "Apa kita benar-benar pergi berkencan kemarin malam?"
Taeyong memukul tangannya di dinding untuk mematikan showernya, rambutnya yang basah menempel di wajahnya seraya menoleh ke arah Jaehyun. "Menurutmu kenapa bokongku terasa perih tadi malam, kau memintaku menaruh lolipop di lubangku, katamu itu seperti 'sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui'?" Ia mengangkat dua jarinya. "Satu, kau mendapatkan permenmu dan dua, kau mendapatkan lubangku."
"Oooh," penembak jitu itu mengangguk pelan bersamaan dengan ingatannya yang mulai datang.
"Kenapa kau ini?"
Air mengalir lagi dan Taeyong menyeka rambutnya dari wajahnya. "Mungkin itu efek dari benturan kepalamu yang datang terlambat."
"Kapan aku—" ia berhenti ketika ia menyadari maksud dari perkataan suaminya, lalu ia merengut. "Aku benci Paris."
Ia bergerak untuk pergi namun Taeyong lebih cepat, ia menarik Jaehyun di bawah pancuran air dan menutup mulutnya dengan sepasang bibir miliknya, menelan semua protes yang ada. Bukannya Jaehyun mampu menolak seks kamar mandi di pagi hari.
YOU ARE READING
[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)
Mystery / ThrillerNiat keji bersembunyi di balik topeng yang berkilau. ⚠️ TW// Darah, gore, adiksi rokok, penyiksaan, kekerasan eksplisit, pembunuhan, kata-kata kasar. Karya asli oleh: 127ghouls on AO3 Link: https :// archiveofourown(dot)org(slash)works(slash)2309162...
Part 11
Start from the beginning
![[5] What Lies Ahead: Unmasked (JaeYong)](https://img.wattpad.com/cover/260567820-64-k531618.jpg)