1. Si Pengagum Rahasia tanpa Sepatah Kata

418 67 21
                                    

Lisya duduk di bangku kelas paling ujung, di belakang, sendirian. Memang sejak kecil, ia tak pernah pisah dari Gean. Mereka tetangga, bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, mereka selalu duduk satu meja.

Dan sekarang, Lisya sendiri. Siapa yang mau berteman dengan Lisya? Sejak masuk sekolah menengah atas, Lisya dikenal sebagai gadis yang dingin, tak memiliki teman selain Gean.

"G-gue boleh duduk?"

Seorang gadis dengan kaca mata bulat yang bertengger di kepalanya mendatangi Lisya. Lisya menatap gadis itu datar, lalu mengangguk dengan terpaksa. Yang terpenting, ia tidak duduk dengan salah satu anggota geng Rich Queen, geng yang berisi gadis-gadis populer di sekolah.

Memang di Rich Queen tak ada pembullyan yang keterlaluan antar siswa, yang Lisya benci dari mereka adalah, mereka bertingkah seolah mereka benar-benar ratu di sekolah ini. Maksudnya, mereka selalu berpergian ke luar negeri, berpakaian serba mahal, mengenakan atribut maupun aksesoris dengan harga fantastis, menraktir orang di kantin, mengadakan pesta meriah, dan hal lain yang membuat mereka terlihat sangat-sangat kaya.

Sebenarnya Lisya tak masalah dengan itu. Lisya tidak iri. Bahkan jika dihitung, kekayaan keluarga Lisya melampaui kekayaan para anggota Rich Queen. Yang Lisya tak suka adalah, mereka suka mengabaikan orang-orang kecil, bahkan Lisya pernah melihat mereka menertawakan pengemis di jalanan.

"Terima kasih." Ucapan gadis cupu di sampingnya membuyarkan Lisya dari lamunan.

Tapi, Lisya tak menjawab gadis itu. Ia lebih memilih memainkan ponselnya daripada menggubris si mata empat yang duduk di sampingnya.

"Gue Anya." Gadis cupu yang memperkenalkan dirinya dengan nama 'Anya' itu mengulurkan tangan di depan Lisya.

Lisya melihat tangan itu, namun lagi-lagi mengabaikannya. Tangan Anya mengembang sia-sia di udara. Setelah beberapa detik, Anya menarik tangannya dan menyembunyikannya di dalam laci.

Anya menampakkan wajah kecewa. Tapi, tak apa, ia masih bisa berkenalan lagi nanti.

***

Saat ini, suasana kantin sedang ramai. Di salah satu meja yang tertata di sana, dua sejoli tengah duduk sambil memakan makanan mereka. Mereka adalah Geandra Ardejaya dan Chandralisya Arbitari.

"Gimana tadi di kelas?" Gean bertanya.

Lisya menghentikan kegiatannya memakan bakso, kemudian menatap Gean. Ia tersenyum.

"Lo harus biasain diri, Sya. Emang lo gak mau punya temen selain gue gitu?" tanya Gean lagi.

Dengan polos, Lisya menggeleng. Gadis itu mengeluarkan pulpen dan notebook kecil dari saku seragamnya. Lisya menulis beberapa kata di sana kemudian menunjukkannya pada Gean.

Gean aja udah cukup

Gean membaca tulisan itu, lalu tersenyum.

"Tetep aja lo harus punya temen, Sya. Kan, gak selamanya lo sama gue," ucap Gean.

Lisya menulis di notebook-nya lagi.

Gean udah gamau temenan sama Lisya lagi?

Terlihat dari tulisannya, Lisya adalah gadis yang manja. Namun, hanya manja dengan keluarganya, dan tentu saja dengan Gean.

Gean terkekeh membaca tulisan yang baru saja ditulis Lisya.

"Bukan gitu, Sya. Gue masih mau temenan sama lo, kok. Tapi sekarang, kan, kita beda kelas. Kalo lo gak punya temen, gimana? Gue gak mau nantinya lo jadi introvert dan anti-sosial." Gean mengingatkan.

Cactus Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang