"Uwah, ternyata dokumennya sudah sangat lama sekali. Ini harus dibuat ulang supaya sesuai dengan situasi sekarang. Kalau begitu tunggu sebentar, Nagisawa-san."

Kemudian, sang ibu guru pun berjalan menuju meja rekan kerjanya untuk membuat ulang isi kertas itu supaya bisa digunakan untuk situasi sekarang.

Sementara itu, Nagisawa pun masih berdiri menunggu dan dia pun mendengar suara yang sepertinya menekan dirinya. Suara-suara kebencian pun terdengar padahal situasi didalam ruangan itu ada dia dengan ibu dan pak guru yang sedang memperbaharui surat yang hendak dikasih ke dirinya.

"Kenapa? Kenapa masih ada saja terdengar suara mereka? Padahal mereka setidaknya sudah berurusan dengan yang berwajib, Kenapa?"

Dia pun berusaha melawan suara-suara itu dengan menutup kedua telinganya. Dengan harapan suara-suara itu pun bisa cepat menghilang. Selagi dia menutup telinganya, dia pun melihat sekelilingnya, depan, belakang, samping kiri dan kanan pun dia liat. Memang hanya beliau saja yang ia lihat. Namun, perasaan takut dengan suara-suara penuh kebencian pun masih saja dia dengar. Bahkan mereka pun semakin menjadi-jadi karena tidak ada perlawanan berarti dari Nagisawa.

"Kalian tuh ngapain sih terus mengganggu? Apa kalian belum puas dengan apa yang kalian lakukan?"

Dia pun perlahan-lahan mulai jongkok, masih sama memegang telinganya rapat-rapat. Suasana sekitarnya pun berubah menjadi menyeramkan. Padahal saar itu dia seharusnya berada di ruang guru bukan dikelilingi oleh suara kebencian yang ia dengar. Namun, sepertinya suara-suara itu terus menjadi-jadi terdengar di telinganya.

Badannya ikut bergetar karena rasa takut itu terus menggerogoti dirinya dan pandangannya pun mulai buram karena ketakutannya semakin menutupi dirinya. Rasa ingin melepaskan diri dari suasana mengerikan ini membuat dia memulai menggelengkan kepalanya dan pada akhirnya dia pun menggulingkan badannya.

Walau dia tidak berteriak, suara benturan badannya dan meja pun mebuat perhatian para guru pun menuju pada sumber suaranya.

"Dokumennya masih lama? Sepertinya dia kambuh lagi,"

"Eh udah selesai sih... tung! Nakamura-sensei?"

Ibu guru yang dipanggil Nakamura-sensei langsung menyimpan kertas yang baru saja dicetak ke dalam mapnya dan langsung menghampiri ke sumber suara. Dia pun kaget mendengar suara benturan yang dilakukan oleh Nagisawa. Alhasil, beliau pun menghentikan gulingannya Nagisawa dengan tangannya.

"Nagisawa-san? Kamu baik-baik saja?"

Suara Nakamura-sensei pun membuat Nagisawa pin kembali ke ruang guru. Bahkan perkataan-perkataan yang mengganggunya tadi pun ikut menghilang begitu saja.

"Eh, ini..."

"Kamu masih berada di ruang guru, sayang. Sepertinya efek traumanya belum hilang ya." Nakamura-sensei pun hanya bisa menarik nafas.

"Maafkan saya..." Nagisawa pun menundukkan kepalanya karena malu.

"T-tenang saja. Apalagi kamu mau pindah ke negara yang berbeda kan? Semoga saja kamu mendapatkan kebahagiaan baru disana dan membuat kenangan baru bersama kawan-kawan baru," Nakamura-sensei memberikan beberapa kata untuk membangkitkan semangat Nagisawa.

Namun, tatapan Nagisawa menunjukkan kalau dia sebenarnya sudah kehilangan semuanya. Baginya, kehilangan teman dan melihat sebuah kecelakaan mengerikan yang terjadi sebelum keputusannya untuk tidak lulus tahun ini membuatnya sudah kehilangan semuanya.

"Kamu memang tidak perlu menjawab apa yang ibu katakan kali ini. Waktu akan menyembuhkanmu atau menyiksamu jika kamu melihat hanya dalam sisi negatif saja."

Life For You!Where stories live. Discover now