Empat Belas ( End)

35.8K 1.4K 34
                                    

Rin menggeliat saat menyadari ada beban di sekitar pinggangnya. Sesaat tangan kokoh itu semakin mengeratkan pelukannya. Harum maskulin itu. Rin memicingkan matanya, mengingat sesuatu. Ia lalu membalikkan badannya. Senyumnya mengembang mendapati Sein yang terlelap memeluknya possesif. Tangannya terulur membelai lembut wajah tampan itu.

" Hey, kau sudah bangun?" tanya Sein serak menatap lembut Rin.

" Hm, bangun yuk?"

" Nanti saja, aku masih ingin memelukmu."

" Sein.."

Sein tak menjawab. Kedua tangannya melingkar memeluk erat tubuh Rin yang hanya tertutupi selimut putih yang menutupi tubuh keduanya.

" Hey, come on!! Pengantin baru, wake up! Kita sarapan bersama. Papa mama sudah menunggu." teriak Paris menggedor pintu kamar Sein.

" Hm, ya... Kau berisik sekali, huh?!" geram Sein.

Terdengar cekikikan dari luar. Namun Sein tak peduli. Ia kembali menenggelamkan wajahnya di atas kepala Rin.

" Sein!! Apa kau tidak ada waktu lagi untuk bercinta, huh?! Rin!! Ku mohon tendang saja pria mesummu!!" umpat Paris.

" Sayang, come on kita sarapan." timpal mama dengan suara yang lebih lembut.

Sein kembali menggeram. Rin mengguncang pelan bahu Sein.

" Sein, bangun. Kita ditunggu mereka."

" Hm, sebentar lagi."

" Sein, please.."

Sein bersungut. Ia segera bangun kembali memakai celananya yang semalam terlempar begitu saja. Lalu meraih T-shirt putihnya. Rin sudah beranjak ke kamar mandi menggosok gigi dan mencuci mukanya, memakai kembali kaos panjangnya yang semalam berhasil Sein loloskan dari tubuhnya.

" Cuci muka dulu, Sein." Rin mengingatkan begitu keluar dari kamar mandi.

Sein hanya terkekeh sambil melangkah ke kamar mandi.

" Memangnya kau bercinta semalam suntuk, huh?" sungut Paris.

Suaminya yang di sampingnya hanya mengulum senyum. Kedua orang tuanya yang mendengar hanya tersenyum saling pandang. Sein menjadi sedikit kikuk lalu menarik kursi untuk Rin.

" Come on, kami sudah sangat lapar."

Sesaat kemudian suasana menjadi hangat dengan canda tawa dari Paris dan Rin yang sama-sama konyol. Paris kembali menyuapkan sesendok nasi goreng kesukaannya. Namun sedetik kemudian Paris berdiri mendorong kursinya ke belakang dan berakhir berlari ke kamar mandi. Semuanya saling pandang.

" Apa ada masalah dengan nasi goreng ini?" gumam Sein.

Tak lama Paris kembali dengan tubuh lemasnya.

" Aku tak mengerti kenapa setiap pagi aku selalu mual." keluh Paris.

" Sejak kapan?" tanya mama.

" Seminggu yang lalu."

" Kita ke dokter sekarang." seru suaminya.

Paris mendelik.

" Hey, aku baik-baik saja." jawab Paris.

" Tentu saja kau baik-baik saja. Kapan terakhir kau datang bulan?" tanya suaminya.

Paris terdiam. Apa ini morning sickness? Paris mencoba mengingat-ingat kembali kapan terakhir ia datang bulan.

" Aaahhh!!! aku telat hampir tiga minggu!!" pekik Paris.

" Ayo, sekarang kita ke dokter." sahut suaminya tanpa membuang waktu.

" Mama ikut.." mama segera beranjak menyusul keduanya.

Sein memandang Rin yang tengah melahap habis nasi goreng di piringnya.

" Papa tidak.."

" Hm, papa di rumah saja. Sebentar lagi ada perlu bertemu kenalan papa." potong papanya santai.

Sein menyeringai. Begitu Rin meminum habis air putihnya, Sein segera menarik Rin kembali ke kamarnya.

" Sein.." panggil papa saat Sein mulai menaiki anak tangga.

" Jangan ganggu Sein. Papa pernah muda, bukan?"

" Ya ya ya.." papanya tertawa.

***

Sein memagut lembut bibir Rin semakin dalam semakin panas. Ia tak mampu lagi menahan keinginannya untuk kembali menyatukan tubuhnya dengan tubuh Rin. Permainan semalam belum cukup buat Sein. Baginya Rin sangat menggoda keinginannya. Sesekali terdengar erangan dari keduanya. Beberapa menit kemudian Sein tergeletak di samping Rin melepas semua yang ada pada dirinya.

" I love you, my Baby." bisik Sein.

" I love you more, my man."

" Kau sudah melupakannya?"

" Aku bahkan sudah memulai hidupku yang baru, Sein." Rin menatap Sein di antara senyum manisnya.

" Great. Aku juga telah melupakannya. Rin, kau rumahku bukan tempat singgahku."

" Well, aku takkan meninggalkanmu."

Sein mengecup lembut daun telinga Rin, memeluk erat tubuh Rin. Sesaat kemudian keduanya jatuh terlelap.

" Hay, aku ingin bicara dengan kalian!!" Paris kembali menggedor pintu kamar Sein.

Sein menggeliat menyadari tak ada lagi Rin di sisinya. Ia bangkit mengenakan kembali pakaiannya.

" Seiinnn!!!" gedoran itu semakin intens.

Sein menggeram, bergegas menuju ke pintu. Tangannya memutar kenop pintu.

" Rin mana?!!" seru Paris.

" Ada di balkon."

Paris segera menerobos, menuju ke balkon. Ia langsung memeluk Rin yang tengah mendengarkan lagu lewat handfree. Sesaat Rin terkejut. Sein hanya geleng-geleng kepala sambil duduk di depan Rin.

" Aku hamil.."

" Apa?!!" pekik Sein dan Rin bersamaan.

" Ya. Sudah tiga minggu."

" Sure?" tanya Sein.

Paris mengangguk-angguk mantap. Sein dan Rin segera menghujani Paris dengan pelukan.

" Aku bahagia. Doaku terjawab." ucap Paris penuh haru.

" Memang apa doamu?" tanya Sein.

" Semoga Tuhan menitipkan anugrahNya saat kau bahagia menemukan cintamu."

" Thanks alot, my Sist."

" Doaku untukmu, Kak."

" Well, kau harus keluar dari kamarku." sahut Sein sambil melepas pelukannya dari Paris.

" Bagaimana bisa?" seru Paris tak terima.

" Aku akan memberimu hadiah keponakan. Jadi kau harus membiarkanku dan Rin making love saat ini, mengerti?" ujar Sein sambil mengedipkan matanya.

" Noway!!" pekik Paris dan Rin bersamaan.

Sein terkekeh.

" Well, ku ijinkan kau menahan ludah menonton kami." ucap Sein menarik Rin hingga merapat ke tubuhnya dan bersiap melumat bibir Rin.

Paris mendelik.

" Sein, kau gila!!!" umpat Paris segera kabur dari kamar Sein.

Sein hanya tertawa telah berhasil menggoda Paris. Tangannya mendekap erat tubuh Rin, menyandarkan kepala Rin di dadanya. Hangat, damai. Sein memejamkan matanya,menghirup dalam-dalam harum tubuh Rin.

" I love your smell." bisik Sein.

Rin hanya tersenyum tipis seraya menghirup dalam-dalam harum maskulin itu.

***

END

MOVE ON??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang