[Joshua] Enigma - 03

Start from the beginning
                                    

Kalau Bayu bicara begitu pada penghuni lain, pastilah dia digoda pakai kalimat laknat macam; klimaks apaan hayo... Padahal yang terjadi sekadar klimaks menonton film yang sampai pada adegan lagi tegang-tegangnya.

Joshua justru kembali membatin. Oh... dia memilih kamar paling ujung. Titik terjauh di mana jarak mengikis niat gue buat bicara tanpa kesalahpahaman.

"Jovi... ngapain?"

"Lo kok kayak pasutri lagi pisah ranjang?" Bayu mencibir sejenak sebelum mendaratkan tubuhnya di atas ranjang hingga berderit. Badannya yang kekar langsung menciptakan cekungan yang terlihat kentara di atas kasur dan membuat seprainya berantakan seketika. Laptop miliknya masih dia taruh di lantai, sebab menyamankan posisi rebahan juga perlu disiasati dengan cermat sebelum melanjutkan kegiatannya menonton film.

Joshua gak menjawab. Dia lebih memilih memindahkan tangannya untuk dijadikan tumpuan kepala. Nyalang memandang langit-langit gak kunjung membuatnya menemukan keberanian untuk menuntaskan semuanya dengan cepat. Padahal dia tahu ada puluhan panggilan dari Jani yang gak terjawab, ada pesan Anggi yang belum dibalas tentang baju untuk menikah di butik, ada pula hatinya yang bimbang dan pikiran-pikiran aneh untuk lebih memilih lari.

Joshua gak mau anak kontrakan tahu kalau Jovi sekarang tengah geram padanya. Jadi sebisa mungkin Joshua bersikap seperti biasa saja dengan gak lagi menyebut nama kawan sekamarnya. "Lo gak pernah cek-cok sama temen lo gitu?" katanya pelan.

Bayu yang hendak membuka bungkus keripik tempe jadi menoleh heran. "Gila lo ya tanya begitu ke gue?"

"Oh, berarti gak pernah."

"Emang gak pernah," sahut Bayu. "Gak pernah berhenti maksudnya."

"Gitu, ya?"

"Di antara semua anak kontrakan, keknya gue doang yang punya riwayat tawuran." Bayu tertawa pelan. "Gak hanya cek-cok, gue malah mau lempar batu ke lawan, tapi gak jadi karena gue kesandung lubang jalan dan kebetulan ada patroli lewat. Enaknya, gue dianggap jadi korban karena dapat jahitan di dagu. Dikira kena pukul dan gak jadi dihukum, hahaha."

Salah gue, sih... nanya begini ke Bayu, bukan ke Danu.

Kembali Bayu melanjutkan. "Tapi gue udah berhenti begituan karena sejak ketemu Mario, gue jadi taubat. Soalnya dia enak diisengin. Kalau marah aja rasa-rasanya itu kepala pingin gue gundulin aja pakai cukuran elektrik. Terus gue gambarin tanda panah warna putih biar kayak Aang si pengendali udara di Avatar."

Joshua ikut tertawaㅡsedikit. Kembali dia ingat Jovi dan Jani. Dua bersaudara yang dia yakini punya hubungan renggang karena dirinya sendiri.

"Lo tau kan, Yu, kalau tiap ada awal selalu ada akhir."

Aduh. Tampaknya Joshua salah tanya lagi.

"Bener. Awalnya gue berharap, akhirnya gue tidak diharapkan. Macam Teh Alina yang ngebuang gue dan patahin hati gue yang tulus ini. Subhanallah..."

Dasarnya Joshua jarang bisa jengkel sama anak-anak, jadinya dia hanya mengembuskan napas panjang. Dia lelah kalau bicara urusan seperti ini sama Bayu, sebab output dari semua percakapan jatuhnya gak berfaedah karena Bayu yang mendadak suka pundung kalau bahas Teteh Alina yang bulan depan akan menyelenggarakan resepsian.

Resepsian lagi... Bikin kepikiran lamaran gue buat Anggi.

"Gue barusan bertengkar sama Jovi."

Bayu jadi tersedak kunyakan keripik tempe hingga batuk. "Lo sama Bang Jovi?" Bayu langsung ngacir ke arah meja dekat jendela demi mendapat segelas air minum di sana sebelum kerongkongannya semakin tegang karena remahan keripik tempenya tersangkut begitu saja.

ANDROMEDAWhere stories live. Discover now