"Ih! Tapi gue enggak suka dibacotin kayak gitu," keluh Winda.

Bertepatan dengan keluhan Winda, Sena muncul di ambang pintu kantin. Lelaki setinggi seratus delapan puluhan itu terlihat asik berbincang dengan Chandra yang mengajak serta Ayana, tangan saling menggenggam erat. Mata Giselle berbinar, ia langsung teriakkan nama lelaki yang tengah mendekati Winda.

"Woy, Sena!" teriak Giselle.

Teriakan si gadis sempat mengejutkan penghuni kantin. Bukan karena volume suara, melainkan karena sudah lama sekali orang-orang tidak mendengar suara teriakan Giselle. Sejak menjalin hubungan asmara dengan Satria, si gadis bersikap lebih tenang.

Sena tampak sumringnah saat menyadari sosok Winda yang tengah duduk menunduk di samping Giselle yang kini melambaikan tangan ke udara. Karina dan Ningning juga, namun lambaiannya lebih rendah. Setelah basa-basi dengan Chandra dan Ayana, Sena berjalan cepat mendekati meja yang keempatnya duduki. Sena langsung saja menyempil antara Winda dan Karina.

"Hai, Kak Karin," sapa Sena.

"Hai! Pas banget lo muncul. Lo kosong enggak abis ini? Ajakin nih cewek lo cabut! Kita pada enggak bisa jalan, Winda pingin refreshing katanya," balas Karina.

"Kosong dong!"

Sena lalu beralih menatap Winda yang tengah memalingkan wajah. "Kamu mau ke mana? Aku pastikan jalan-jalan kali ini bikin kamu fresh lagi," ajak Sena.

"Sejak kapan gue jadi ceweknya dia?!" cibir Winda.

Giselle menepuk tangan Winda, memperoleh aduhan dari sang pemilik. "Udah deh! Tadi lo pingin refreshing 'kan? Nih, cowok lo available. Sono gih!"

Winda belum sempat mengajukan protes karena Sena langsung saja menuntun si gadis bangkit dan pergi dari kantin. Keadaan benar-benar tidak menguntungkan Winda dengan Karina, Giselle, dan Ningning melambaikan tangan tanpa rasa bersalah karena telah 'menjual' sahabat mereka ke Sena.

"Sena, ih! Lepasin!" berontak Winda.

"Enggak mau! Kan kamu udah dipercayakan ke aku sama mereka," sanggah Sena.

Winda mencebik, " Loh?! Ini kan badan aku, kenapa kamu malah ngeiyain omongan orang lain sih?" Jangan terkejut dengan penggunaan aku-kamu oleh sang dara, Winda tanpa sadar sudah merubah cara bicara pada Sena. Hanya satu yang menjadi penghalang bersatunya kedua insan ini, penolakan Winda kalau sesungguhnya ia sudah jatuh.

"Karena sahabat-sahabatmu tahu mana yang terbaik buat kamu, salah satunya ya aku," balas Sena sedikit menggoda.

"Fine! Udahan dong ngedorongnya, aku bisa jalan sendiri," omel Winda.

Sena berhenti menuntun sesuai permintaan. Kesempatam emas Winda gunakan untuk berlari kembali ke kantin. Namun Winda kalah cepat. Sena menggenggam pergelangan tangan Winda, seakan tahu si gadis memiliki rencana licik untuk kabur darinya.

"Ih, Sena! Lepasin!" pekik Winda.

Sena tidak melepas genggaman. Lelaki itu menarik Winda mendekat, lalu merubah posisi tangan menyelip diantara ruas-ruas jari. Sena eratkan genggaman, dengan sedikit elusan ibu jari guna memberi Winda rasa nyaman.

"Kamu kenapa sih, Win? Kayaknya enggak suka banget setiap ada aku? Kenapa? Karena aku bau?" Sena enduskan hidung ke tubuhnya. "Enggak ah, wangi aja nih!"

'Sena menyebalkan!' teriak Winda di kepala.

"Bukan itu alasannya!" omel Winda. Gadis itu menarik Sena berjalan menuju parkiran motor, tujuan awal si lelaki semenjak keluar dari kantin pusat Hope University.

"Apaan don... Eh! Tadi mau kabur, kok sekarang aku ditarik ke parkiran mo..." Sena tersenyum lebar kala menyadari sesuatu. "Kamu aslinya udah suka sama aku 'kan?! Jantung kamu berdebar-debar setiap dekat sama aku?! Kamu malu buat ngakuin?! Benar gitu 'kan?!"

Winda mendecak. "Teori apaan lagi sih?! Ngarang!" ketus Winda, walaupun tidak ada yang salah dengan ucapan Sena. Semua perkataan si lelaki seratus persen benar tanpa cacat. Winda memang sudah jatuh, namun ia masih juga belum mau mengaku.

Sena tentu hanya menggoda Winda. Senang sekali Sena setiap melihat reaksi salah tingkah Winda, gadis itu terlihat berkali-kali lipat menggemaskan. Tenang saja, Sena tidak akan memaksakan suatu ikatan sampai Winda mengakui perasaannya. Berada selangkah lebih jauh dibandingkan lelaki-lelaki lain yang mendambakan Winda, Sena sudah terlampau bahagia diberi kesempatan mengisi hari-hari Winda.

Sena menyetarakan langkah dengan Winda, menjadi pihak yang mengambil alih kepemimpinan. Sena tak lupa mengacak rambut Windaㅡtentu saja membuat si gadis memekik sebal karena rambutnya menjadi berantakan.

"Kenapa rambut aku sih?! Berantakan nih jadinya!" rengek Winda.

"Iya, iya, maaf. Ya udah, kamu lagi pingin ngapain? Makan atau cari suasana menenangkan?" Sena mengalihkan topik. Keduanya belum menentukan akan pergi ke mana siang ini.

Winda sempat terdiam memikirkan keinginan, hingga akhirnya bersua, "Kalau keliling naik motor boleh enggak? Pingin aja ngerasain terpaan angin."

"Request accepted, princess!"

"Request accepted, princess!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

to be continued...

to be continued

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
notre vie | aespa ✔️Where stories live. Discover now