"Mas, gendong dulu ya."

"Sini."

Setelah Heya, kini giliran Mark yang mengambil alih bayi mereka. Heya harus mengurus beberapa barang di dalam tasnya dari rumah sakit tadi dan juga menyiapkan beberapa barang bayi lainnya di dalam kamar mereka. Untuk sekarang mereka tak akan berdua lagi di dalam sini, karena kehadiran anak mereka akan menjadi pelengkapnya.

Setelah selesai dengan urusannya, Heya mendekat kembali pada Mark yang tengah terduduk di pinggiran kasur.

"Jadi panggilannya siapa?" Heya memandang bagaimana bayi tersebut menguap dan kembali terlelap di gendongan tersebut.

"Leo," jawab Mark, "aku suka nama Leo. Leo artinya singa, hewan penguasa dan terkuat. Leo dan Agustus, sama kayak aku," tambahnya.

"Hmm... enak banget ya bisa lahiran sama kayak gini."

"Nanti yang keduanya sama kayak kamu."

Entah kenapa Mark membuat Heya ingin memutarkan bola matanya. Karena Mark dan bayi mereka ini, Heya menjadi iri akan keserasian tersebut. Tapi bagaimana pun ia juga merasa bahagia karena kemiripan keduanya.

Setelah berada cukup lama di gendongannya, Mark akhirnya membawa Leo ke dalam tempat tidur bayinya. Di sebuah kotak ranjang yang berada di dekat kasur mereka.

Beberapa hari setelah dari rumah sakit benar-benar terasa lelah untuk keduanya. Setelah kepulangan ke rumah, rasanya cukup senang bisa berbaring lagi di rumah.

"Ternyata melahirkan bakalan seberat ini," ucap Heya di sela-sela keduanya tengah berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Ia jadi terbayang kembali waktu melahirkan Leo beberapa hari lalu, dia berada di antara hidup dan mati. Jika Tuhan menghendaki keduanya bisa selamat atau tidak salah satu dari mereka akan pergi.

Dan Heya bersyukur karena Tuhan menghendaki keduanya. Ia dan bayinya bisa lahir dengan selamat dan sehat. Saat momen kelahiran itu terjadi, ada banyak tangis kebahagiaan yang tumpah dari dalam hatinya. Ia bahagia saat mendengar tangisan pertama Leo keluar, suara itu seakan memanggilnya bahwa ia kini telah hadir dengan lebih nyata setelah sembilan bulan berada di salam kandungan ibunya.

"Tapi kamu hebat loh." Mark datang dan langsung bersandar di headboard kasur sambil menatap Heya di sampingnya.

"Aku nggak bisa kayak kamu. Perjuangan kamu sembilan bulan itu luar biasa sampai kamu ngelahirin anak pertama kita. Aku rasa kamu yang paling hebat dari aku, dan kamu bahkan nemenin aku juga selama tiga tahun di Kanada," tambah Mark.

Heya tersenyum tipis, ada yang mengingatkannya kembali saat Mark bercerita mengenai Kanada.

"Yang dulu ngelamar buat minta ditemenin ke Kanada siapa?"

"Aku."

"Mas, masih inget nggak sih kejadian apa aja selama Mas S2 dulu? dan gimana sehari setelah Mas putus sama aku?"

Karena topik obrolan kali ini menurutnya menarik, Heya membenarkan posisinya menjadi menghadap miring ke arah Mark dan menopang kepalanya dengan tangan kanannya. Mark melirik pada Heya terlebih dahulu dan ia bisa mengetahui bagaimana rasa penasaran di mata itu tergambarkan.

me after you [TERBIT]Where stories live. Discover now