"Mark hyung!." Panggilnya lagi.
"Hyung..." Lagi.
"Hyung......." Lagi.
"Mark hyung!." Dan lagi, namun tidak ada hasilnya.
Taeyong mendengus kesal kemudian menarik paksa earphone yang dipakai Mark hingga terlepas. Merasa terganggu, Mark menatap Taeyong sengit lalu bangkit dari duduknya dan menggebrak meja. "Apa masalah mu hah?!."
Taeyong terperanjat kaget, seluruh pasang mata yang masih berada di kelas pun memperhatikan mereka berdua. Mark benar - benar menyeramkan saat ini, ya tapi karena itu memang kesalahannya, dan Taeyong tau. Taeyong tersenyum sambil menahan air mata yang bisa tumpah kapan saja. Taeyong ikut bangkit dari duduknya kemudian menghadap ke arah Mark dan memberikan kotak bekal yang sudah ia buka.
"Ini untuk mu hyung." Mark menatap bekal yang disodorkan Taeyong padanya. Mark tersenyum kecil, tapi ia malah menampik tangan Taeyong dengan keras hingga kotak bekal itu terjatuh dan isinya berceceran. Taeyong pun juga ikut terjatuh, bahkan kepalanya sampai membentur kursi kayu yang menjadi tempat duduknya.
"Hentikan kepura - puraan mu ini Taeyong!. Kau tau?, kau itu sangat memuakkan dan aku sangat - sangat membenci mu!!."
"Kau itu munafik dan menjijikkan!. Kau dengar?. KAU ITU MENJIJIKKAN!!."
Plak.
Sebuah tamparan melayang di belah kanan pipi Mark. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Kim Doyoung, ya dia yang menampar Mark. "Kau keterlaluan Mark, tidak seharusnya kau berbicara seperti itu pada Taeyong. Kau sangat jahat, terutama mulut sialan mu itu!." Ucap Doyoung sambil membantu Taeyong untuk berdiri.
"Bukan aku yang jahat disini, tapi dia!!." Teriak Mark di depan wajah Doyoung sambil menunjuk - nunjuk wajah Taeyong. Taeyong hanya menatap Mark dengan wajah memerah dan liquid bening yang hampir keluar dari mata bulat indahnya.
"DASAR PEMBAWA SIAL!!." Mark menatap Taeyong kemudian berdecih sambil tersenyum meremehkan.
Taeyong manatap Mark dan tersenyum miris. Mungkin memang benar jika dirinya ini memang pembawa sial. Ia yang menyebabkan ibu Mark meninggal. Andai saja waktu itu Taeyon tidak menyelamatkannya, mungkin sahabat lamanya itu tak akan pernah sebenci ini padanya.
"Tolong jaga ucapan mu Mark!. Apa kau tidak pernah di didik dengan baik oleh orang tua mu hingga kau bersikap seperti itu?!. Di mana hah letak sopan santun mu?!" Mark menatap sengit kearah Doyoung yang dengan beraninya menyinggung tentang didikan dari orang tuanya.
Buku jari Mark memutih, tak kuasa menahan amarahnya, akhirnya ia pun reflek melayangkan tangannya ke arah permukaan wajah Doyong. Tapi bukannya mengenai wajah Doyong, tamparan amat keras itu justru mendarat mulus di pipi putih Taeyong yang sengaja menarik tubuh Doyoung ke pinggir dan menggantikannya hingga pipi putih itu memerah sempurna dengan bekas tangan Mark yang tercetak di sana.
Sudut bibir si mata bulat pun ikut berdarah akibat tamparan yang teramat keras itu. Maniknya masih menatap Mark dengan senyum tipis yang terpatri di bibirnya. Taeyong rasa ia memang pantas mendapatkannya. Ia tidak menyesal menggantikan Doyoung dengan mendapatkan tamparan itu karena ialah yang bersalah di sini dan bukan Doyoung. Jika dengan menamparnya memang membuat Mark merasa lega dan itu bisa mengurangi rasa sakit di hatinya, maka Taeyong pun tak apa.
Mark menatap tangannya yang bergetar, rasa kebas menjalar pada telapak tangannya. Apa yang baru saja dia lakukan?, menampar sosok itu dengan sangat kerasnya. Taeyong-nya?, ah apakah ia pantas berkata seperti itu?. Ingatkan Mark bahwa ia membenci Taeyong karena ialah yang membuatnya kehilangan ibunya.
Tak terasa tiba - tiba air mata Mark menetes, tapi ia buru - buru menghapusnya sebelum orang lain melihatnya. Ia pun segera beranjak dari tempatnya dan meninggalkan kelas itu dan pergi entah kemana.
YOU ARE READING
Distance (Markyong) // On Hold
FanfictionMencintai mu tidak akan pernah semudah itu, dinding tinggi yang kau bangun di hati mu seolah menyadarkan ku bahwa kau memang tidak akan pernah bisa menjadi milik ku. Aku sudah berusaha dengan sekuat tenaga, mencoba meluluhkan hati mu dengan seluruh...
Part 2
Start from the beginning
