Pintu dibuka dengan pelan.

"Tuan Lee?" Terdengar suara Dejun memanggil dari ambang pintu.

Jeno mengangkat kepalanya dengan heran. Ia lalu berbisik. "Tuan Xiao!"

Dejun mengarahkan cahaya senter tepat ke mata Jeno sehingga membuat pemuda itu pusing setengah mati. "Sedang apa kau seperti tikus di sudut?"

Jeno bangkit dan mendorong Dejun ke luar dengan susah payah. "Kau yang sedang melakukan apa?!"

"Kukira aku ikut dalam ekspedisimu," jawab Dejun dengan menyesal. "Tapi sepertinya aku malah mengganggu, ya?"

Jeno mengusap wajahnya kasar. "Belum cukup mengganggu." Ia lalu mendorong Dejun ke arah tangga lagi. "Sekarang kau diamlah di kamar. Akan kuberi tahu selanjutnya."

Dejun menggigit bibirnya sebentar. "Baiklah," ujarnya. "Hati-hati."

Jeno mengangguk. Ketika punggung Dejun sudah tak terlihat lagi di atas, ia baru bisa menghembuskan nafas.

"Apa-apaan itu tadi?"

●●●

Dejun menepuk saku di dada jasnya yang sedikit menggelembung dan berlari ke sudut geladak dua. Para awak kapal masih berkerumun seperti bebek ternak di lambung kapal. Meskipun geladak dua begitu sepi, tapi bunyi kaki Dejun teredam oleh kebisingan lantai bawah.

Apabila menengadah dari sudut geladak dua, Dejun dapat melihat balkon kamarnya sendiri yang ia tandai dengan seuntai kain kecokelatan. Digenggamnya kain itu sambil melompat. Dejun hampir berteriak kegirangan karena dapat meraih pagar balkonnya sendiri. Perjuangannya antara hidup dan mati. Kapal bisa saja limbung dan melemparkan Dejun ke lautan lepas.

Tapi keberuntungan ada di pihaknya saat itu. Dengan posisi muka mencium lantai, Dejun berhasil naik dan terjerembap di balkonnya. Tak menghiraukan gigi depannya yang berdenyut, ia buru-buru membuka pintu balkon, masuk, dan menutupnya kembali.

●●●

Hendery terbelalak menyaksikan pertunjukan itu. Ia hanya melihat kaki-kaki Dejun yang menggantung dan lama kelamaan menghilang. Dengan takjub, ia mendongak; mengamati pagar balkon Dejun dari posisi persis lelaki itu melompat.

Hendery lalu berlari ke sudut yang berseberangan. Diamatinya posisi tangga dan sudut geladak dua yang berdampingan. Tangga tersebut memang menukik curam, susah mencari tahu apa yang ada di bawah dari dekat. Tapi dari kejauhan, Hendery dapat dengan jelas melihat sebuah pintu di bawah.

Kualitas langkah kakinya kemudian diturunkan. Ia berjalan menghampiri tangga, kemudian bersembunyi di balik dinding yang menengahi tangga dan sudut geladak dua.

Sambil menahan nafas, Hendery menunggu selama beberapa menit.

Kemudian terdengarlah bunyi langkah terseok-seok dan karet tumpul yang berdecit. Lee Jeno muncul dari bawah dengan keheningan yang sama dengan keheningan Hendery. Di ujung tangga, lelaki pincang itu menatap ke sekitar terlebih dahulu sebelum meneruskan perjalanannya.

Hendery masih menunggu agak lama sebelum akhirnya menuruni tangga itu. Ditekannya kenop menggunakan sikunya dan masuk ke dalam ruang penyimpanan yang sempit itu.

Sambil menyipitkan mata dalam kegelapan, ia berusaha melihat menembus kertas mika hitam yang lumayan transparan di loker. Dijelajahinya satu persatu kubik loker itu dengan teliti, tapi ia tak dapat menemukan apa-apa.

High By The Beach ● HenXiao ●Where stories live. Discover now