iv. kematian davelons

551 116 69
                                    

"Bukan! dia bukan Hasan, dia bukan abang lo

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"Bukan! dia bukan Hasan, dia bukan abang lo."

Jawaban Abian terabaikan sepenuhnya oleh Laudy, gadis itu berlari menuju daerah merpati raksasa dan tentu saja menghampiri lelaki yang diduga kuat olehnya adalah Hasan Ganendra. Abian berusaha mencekat namun gadis itu seakan membutakan diri dari situasi. Beberapa penyihir yang sedang beraktivitas disekitar pelataran gerbang Sunnon menyaksikan aksi Laudy, tak terkecuali profesor Ramon yang baru saja menginjak pualam tangga terakhir bangunan ke sembilan.

Tak diragukan lagi, mulai dari pakaian basahnya yang mencetak tiap lekukan tubuh hingga kedatanganya yang begitu tiba-tiba sudah cukup membuat Laudy dicurigakan.

"Abang?" Laudy tercekat kala didekatinya lelaki itu, lupa akan eksistensi binatang raksasa yang jelas sangat dia takuti ketika kesadarannya pulih. "Lo... lo bukan..." Tatapannya mengeruh setelah menyadari bahwa netra lelaki itu tak seperti milik Hasan. Seperti lebih kasar dari seharusnya.

Tidak hanya itu, dia juga menepis tatapan Laudy secara terang-terangan.

"Maaf mengganggu, kak Nethanial." Abian menyambar sembari menyeret Laudy kebelakang tubuhnya. "Dia murid baru yang ditugasin profesor ke gue."

Yang dipanggil Nethaniel hanya mengangguk lega. "Oh, kirain gue orang gila kesasar."

"Apa kata lo?!" Laudy marah. Langsung disergap oleh Abian serupa warga yang hendak bertengkar.

"Orang gila kesasar." Nethaniel makin gencar meledek. Dia terkekeh tipis seraya kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti, mengambil bulu merpati untuk digunakan sebagai Danci yang berguna untuk mengusir roh jahat di area Debu academy.

Laudy berniat membalas namun terinterupsi oleh suara tenang dari profesor Ramon, "Ananta Laudy Ganendra?"

Ketiganya tersentak, tak terkecuali Nethaniel juga langsung menyadari bahwa nama yang baru saja didengarnya adalah nama sang prameswari kota nya yang sedang ramai dibicarakan bahkan hingga diluar academy.

Belum ada yang berani membalas, Laudy pun hanya bergeming. "Segera bawa dia dari sini, Hengkara."

Abian menurut, memegang lengan Laudy dengan erat, jaga-jaga jika mendadak gadis itu ingin melepaskan diri, lalu bertolak ke koridor yang berada di sisi kiri bangunan.

Haidar Nethaniel dan profesor masih menatap kepergian keduanya hingga hilang dimakan koridoran.

"Jelasin ke gue sekarang!" Laudy lagi-lagi menghempaskan pegangan Abian dengan keras. Ada keterkejutan yang tak mampu dia tanyakan.

"I swear you will know everything, but later. Sekarang tolong ikuti saya agar urusan pendataan kamu cepat selesai. Terus saya yakin kamu pasti nggak betah berpakaian seperti itu, kan?" Abian melembutkan suaranya. Laudy nyaris terpedaya namun tekesampingkan oleh kehadiran Nareswara Kiki yang tiba-tiba. Lelaki berusia lima belas tahun itu terbirit-birit sebelum dia menyempatkan diri untuk berhenti di depan Abian dan Laudy.

DUENDE I: THE KING OF DARKNESS ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon