[Haikal] Satu Sisi - 03

Start from the beginning
                                    

Belum sampai Haikal membuang napasnya untuk ketiga kali, Bastian berteriak dari arah kamar sembari celingukan. Eksistensi abang-abangnya nihil, kecuali Haikal dengan rambut setengah basah yang tengah duduk di meja makan. "Bang, punya tripod?" tanyanya, tanpa basa-basi. Sempat kaget lihat Bastian masih ada di dalam kontrakan di jam ini, nyatanya Haikal nyaris lupa kalau ini hari liburan. Gak ada yang balik ke rumah karena katanya ada agenda bakar ikan di lantai atas, peringatan ulang tahun kontrakan yang dihitung sejak penghuni pertama datang.

"Gue guru les, mamang kurir nastar, sama mahasiwa Sastra Jepang. Bukan youtuber, bukan mamang toko begituan, sama bukan juga mahasiswa Perfilman." Haikal jadi balik membalas acuh, dia letakkan kepalanya di atas buku milik Danu. "Kalau lo tanya stoples buat ngerawat ulat bulu ke gue, masih ada. Kalau tanya tripod, lo salah orang."

"Kan nanya doang, jangan sensi. Nih abang kamar sebelah di mana? Di luar atau masih ngiler di kamar?"

Belum sempat Bastian mengetuk pintu kamar sebelah, Haikal menyahut. "Bayu sama Mario di luar, bareng si kembar." Lalu Haikal ingat sesuatu. Kepalanya refleks terangkat dengan ekspresi muka yang tiba-tiba panik. "Chandra gimana? Tadi dia tidur di kamar lo, kan?"

"Udah baikan kok, kan abangnya sendiri yang ngerawat."

A-abang?!

"Maksud lo Bang Aksa?"

"Ya, gue... Gue kan abangnya Chandra, sih..." Bastian tertawa samar. Kakinya masih melangkah menuju pintu depan, tapi Haikal malah jadi bungkam. "Bang Aksa memang kasih obat buat nurunin demam dia buat sementara waktu, tapi gue abangnya yang asli juga bertanggung jawab lah. Tadi air dingin buat kompres udah gue ganti. Habis ini mau gue bikinin teh."

Anak itu kesambet apa...

Haikal termangu selama beberapa saat. Pastinya gak mudah baik bagi Bastian maupun Chandra menyikapi kejadian yang begitu menggegerkan kontrakan, bahkan Haikal sendiri juga waktu itu sempat marah-marah. Di sela-sela teriakan Bastian yang masih sibuk meminjam tripod, Haikal kembali dirundung perasaan aneh. Di usia yang masih dibilang kecil dibanding dirinya, keduanya dapat berdamai dengan kenyataan yang sama sekali gak terduga. Nah, kalau Haikal masih saja bertanya-tanya kenapa keadaannya begini dan begitu.

Dasar manusia, sukanya seringkali mengeluh.

Tapi, mengeluh pun juga manusiawi sebab dunia memang kadang sulit dimengerti oleh kita yang gak terlalu pandai mengekspresikan diri.

"Bang, lo bisa pergi sebentar gak?" Bastian tiba-tiba saja sudah di depan Haikal setelah menutup keras pintu kamar Bayu. Izin sudah dikantonginya lalu dia ngacir saja ke arah meja makan membawa tripod kepunyaan Bayu. "Mau video call Ayah. Kasih tahu Chandra lagi sakit."

Bukan main kagetnya Haikal. Denyut jantungnya beralih sampai ke ubun-ubun. "Bapak lo emang mau sama Chandra? Gimana kalau nanti Chandra malah semakin sakit setelah dengar gertakan dan cacian bapak lo aja?"

"Gue akan coba." Bastian meyakinkan diri walaupun Haikal tahu ada kebimbangan yang terselip dari gerak-gerik Bastian sendiri. "Gak akan ada perubahan kalau nunggu Ayah bertindak tanpa paksaan. Gue yang akan memulai perubahan. Hidup gak melulu tentang mikir kenapa bisa begini dan begitu, tapi ini sudah saatnya gue deal with it and keep going. Bagaimanapun hasilnya, setidaknya gue sudah usaha maksimal."

Bastian sibuk memasang posisi tripod sedemikian rupa di meja makan dan mengatur letak ponsel miliknya yang sedari tadi masih dia tempatkan di saku. Haikal hanya melihat dengan tatapan sendu, sembari berdiri memegang buku Danu yang masih memberikan efek membisu. Terlalu banyak otaknya memroses segalanya. Tentang rasa bersyukur di tengah keadaan finansial yang terasa sesak. Tentang mengejar Mayang. Tentang berdamai dengan keadaan dan tentunya tentang kawannya yang lebih muda mulai bertindak lebih dewasa.

ANDROMEDAWhere stories live. Discover now