⇝𝓕𝓸𝓾𝓻 🍑

1.2K 198 6
                                    

♡

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


KEHINGAN MEMELUK DUA MANUSIA. Dalam satu ruang mobil hitam melaju dengan kecepatan cukup sedang, mungkin si gadis cukup muak dengan suasana mencekik hingga tangannya terulur untuk menyentuh layar head unit, stereo diputar kadang timbulkan suara distorsi ringan menyapa rungu dikala nyenyat.

Claude melirik perempuan yang duduk dibangku sampingnya dengan Athanasia yang tertidur memeluk dirinya nyaman, "Kau tahu? Kadang aku selalu bermimpi jika saja aku tidak keguguran saat itu, apakah aku bisa menghabiskan waktu dengan anakku seperti dirimu dengan Athy." Ujarnya berbisik kecil.

"Pasti keluarga kecilku akan bahagia bukan?" Tambahnya dengan kekeh pahit meluncur dari celah labium.

Hatinya mencelos pria itu memberhentikan mobil tepat disamping trotoar jalan, dua alis bertaut menatap si pengendara dengan tanda tanya, "Kenapa berhenti?"

"Tidakkah kau memikirkan permintaan anak itu?"

"Apa maksudmu?"

Jemari menyibak surai blonde miliknya dengan durja sirat murka, labium memang tak bisa berucap spontan untuk isi hati terdalamnya, tentu saja ia tidak mau melewatkan semua perasaan yang memang benar nyata dirasa.

"Kukatakan tempo hari lalu...bahwa aku inginkan kau ada di hidupku."

[Name] mendengkus, karantala mengusap surai kuning panjang Athy lembut. "Memangnya terlihat semudah itu? Bukankah masih ada nama berharga dalam hati masing-masing?"

"Tidak. Kupikir aku sudah benar-benar cukup melupakan dirinya, selama kau berada disisiku."

Suara gemeresik radio masih memutar, katakan Claude itu memang bodoh berbicara tanpa memikirkan perasaan gadis itu. Namun bagaimanapun juga seperti penjelasan awal, ia tidak bisa melewatkan sang adiratna hanya karena bibirnya tak pandai dalam berucap.

Dua hari saat itu sikapnya berbeda dan membuat dirinya kepalang cemas bak pria dilanda cinta buta, gadis ini sama sekali terlihat benar-benar menghindarinya bahkan melirikpun enggan atau contohnya saat berbicarapun hanya sebuah hal penting saja.

Jadi wajar bukan bahwa Claude bertanya perihal suaminya untuk memecah sedikit kecanggungan?

"Ketika aku mendengar kau tidak lagi dengannya, dalam benakku timbul pertanyaan, 'Apa masih ada nama wanita itu dalam hatimu?' Yah kau tahu, kulihat kau sangat mencintai dirinya."

Helaan nafas lelah keluar dari lubang hidungnya, durja mengerling pada jendela mobil disampingnya setelah tuas rem dinaikkan. Batu safir mematuk pada lampu jalan serta kios-kios makanan kecil menyala terang, beberapa mobil berlalu lalang bahkan pejalan kali wara wiri sana dan sini.

"Kau memang benar, aku mencintainya. Tapi untuk apa bertahan jika lima tahun dirinya tak kembali? Bukankah...kau juga sama?" Tanyanya setelah cukup menimbang jawaban, dalam keheningan rupa sang gadis turun menatap wajah Athanasia yang lelap dalam berbantalkan dadanya. Menyingkirkan surai kuning halus yang menutupi sebagian wajah sang wanita tersenyum, "Claude...apa kau ingin tahu sebuah rahasia yang kusimpan selama ini?"

Kini wajah sang pria rupawan menatap sisian profil si gadis dengan alis yang menukik, "Tentang ap—"

"Tentang aku yang mencintaimu."

Kepala dihantam fakta terucap lugas dari bibir kecil berpoles lipstick itu, safirnya membelalak tercengang. "Apa maksudmu?"

Claude masih bergeming, menunggu pernyataan kebenaran yang terucap.

"Bukankah sudah jelas? Aku mencintaimu sebelum kau mengenal wanita itu, saat itu dipesta kau pertama kali bertemu dengannya. Saat itu juga aku harus mengenyahkan semua perasaan ini, lagipula kentara sekali dari wajahmu yang tanpa sadar mengeluarkan gurat bahagia."

Bibir bawah terselip diantara gigi, karantala tangan masih mengusap surai kuning Athanasia penuh sayang. "Setelah enam bulan yang kau pikir cukup untuk mengenalnya, kau memutuskan untuk melamarnya dan menikahinya. Aku bahagia sungguh, melihatmu yang tersenyum serta wanita itu yang kupikir mencintaimu juga." Lirih hampir tak terdengar.

"Aku mencoba untuk menyerah. Mungkin karena perasaan ini, aku tidak bisa melihat siapa yang benar-benar mencintaiku. Lalu suamiku datang berkata bahwa dia akan menyembuhkan luka hatiku meskipun dia tahu bahwa aku masih mencintaimu, butuh dua tahun benar-benar mengenyahkan perasaan ini. Suamiku dia orang yang sangat baik, seperti yang sudah aku bilang...diakhir tahun ia pergi meninggalkanku setelah memberikan semua perasaannya padaku tanpa aku bisa membalas kebaikannya. Setidaknya—aku ingin benar-benar mengatakan padanya bahwa aku sudah melupakan perasaan ini padamu dan suamiku akan menjadi seorang ayah."

Kepala memaling, menatap durja kuyu terpantul jendela mobil disampingnya. "Lalu titik balik itu rasanya percuma manakala kudengar kau tidak lagi bersamanya, dan perasaanku nyatanya seolah kembali. Dan kali ini kau memintaku untuk menjadi bagian hidupmu? Kau gila?"

Iyah benar ia gila, Claude gila karena semua perasaannya yang sekarang semakin menjadi. Bahkan saat kalimat paripurna gadis itu terlontar rasanya pria itu percaya bahwa perasaan inipun bukanlah sekilas. "Dengar kupikir ini tidak baik, aku maupun kau mungkin sudah tidak bisa. Aku tidak bisa mencintaimu dan kau—"

"Kau bahkan belum membiarkankanku mengatakannya."

Durja saling menatap, Claude barangkali sadar bahwa cintanya datang terlambat. Bahkan setelah lima tahun ia baru menyadari bahwa gadis inilah yang selalu diam-diam mengharapkannya bodohnya dia mencintai wanita lain. Air asin itu luruh di ujung mata turun pada pipi ranumnya, tatapan sendu safir pandangi netra sayu redup dimakan kelabu.

"Mungkin memang kusesali tak menyadari perasaanmu dulu, aku sadar bahwa kau adalah pembohong ulung yang hebat berpura-pura." Rasakan karantala dingin menyentuh pipi, matanya bergetar. "Aku tak pernah mengerti kenapa aku merindukanmu atau terus memikirkanmu dan aku menyadari bahwa—aku mencintaimu."

Jadi bisakah dirinya berharap saat jarak yang kian menipis ini menjadi sebuah kenyataan dalam hatinya? Bahwa sebuah perasaan yang masih jelas itu nyata belum terhapus dari nuraninya.

Tak adil.

Bagaimana bisa sebegini terlambatnya? Bagaimana bisa ia harus mencintai pria itu sekali lagi? Figurnya memang sulit dikikis lupa, kendati dirinya tak pernah sekalipun menaruh sebuah perhatian berlebih—bagaimana bisa ia jatuh cinta pada pria yang selalu dilukis dengan kesempurnaan?

Tidak boleh.

Ia tidak boleh mencintainya lagi, tidak boleh menyukainya lagi kendati bibirnya berkata bahwa penguasa hatinya sudah pergi dari lima warsa lalu namun si gadis harus dicelupkan setidaknya ragu.

"Maaf aku mencintaimu saat aku tahu mungkin kau masih mencint—" kalimatnya terhenti, oleh material dingin tertempel lembut pada permukaan labium.

Harusnya ia memendamnya lebih lama, agar tak menjadi hal krusial untuk hatinya. Bukan karena hatinya menyangkal, namun rasanya ini sebuah kesalahan dirinya yang sudah benar-benar menjatuhkan hati terlalu dalam.

Manik safirnya menatap dengan kilat serius berpendar dibantu lampu mobil dari arah berlawanan, dalam hening canggung akibat sebuah tindakan yang dilayangkan oleh si pria. Gadis itu cepat memaling—tak kuasa dengan biru yang terus menatap kedalam jiwa. Athanasia masih lelap dalam tidurnya, sementara si pria mengambil nafas dalam sebelum melontarkan kalimat paripurna memgambil semua atensi si wanita.

"Menikahlah denganku."[]

𝐏𝐄𝐑𝐅𝐄𝐂𝐓𝐈𝐎𝐍 Where stories live. Discover now