3 Ramadhan Khalif

162 30 8
                                    

Minggu pertama mengerjakan projek ekologi satwa.

Tiap kelompok di tugaskan untuk mengamati satwa di spot area kampus. Tidak sulit sebenarnya, hanya nongkrong sambil melototin satwa yang terlihat di area itu, mengelompokkan jenis gerak-geriknya, lalu mencatatnya di sebuah kertas bertabel, tallysheet.

Hanya saja, jadi bencana ketika pengamatan itu dilakukan pagi buta, sekitar pukul 6 sampai 7.30. Bagi Anggun yang sulit bangun pagi, ini masalah tentu saja. Untungnya ada Senja yang jadi alarmnya. Tidak hanya dia yang tiap pagi di telfon sampai bangun, Yohan dan Bian pun sama. Senja yang ternyata si manusia fajar itu memang sangat berguna dalam kelompok ini.

-

Setengah jam Anggun dan Senja menopang dagu, duduk di trotoar jalan yang punya jarak pandang yang cukup untuk pengamatan. Yah, cuma dua gadis itu yang stand by. Dua laki-laki dalam kelompoknya belum juga menampakkan batang hidung.

Sambil menguap Anggun melihat pada jam tangan mountaineering hitam di lengan kirinya.

"Bangsat Yohan! Udah setengah jam lebih. Katanya udah otewe. Molor lagi ini mah!" Dumelnya sehingga Senja menoleh.

"Si Bian juga katanya ke jebak macet." Bibir gadis manis itu ditekuk ke bawah sebagai bentuk kekesalan, tanpa mengumpat seperti Anggun tentu saja.

"Macet apaan anjir, pagi buta begini."

"Macet ke kamar mandinya kali. Tahu deh." Kata Senja lalu terkekeh dengan lawaknya sendiri.

Keduanya memilih kembali melihat gerak-gerik seekor bajing di pohon kelapa. Senja mencatat jumlahnya sementara Anggun menyebutkan jam detail mereka menemukan satwa itu.

Kedua gadis yang mulai kembali fokus pada tugasnya masing-masing itu kemudian sama-sama mendongak ketika terdengar suara klakson. Mereka kira yang datang Yohan atau Bian sehingga Anggun sudah siap dengan sumpah-serapahnya.

Tapi ternyata bukan.

Bisa-bisanya Rama yang muncul. Laki-laki itu menghentikan motornya hanya satu meter di belakang mereka.

Senja terlihat sama kagetnya dengan Anggun. Namun tidak seperti Anggun yang membisu, Senja kemudian bertanya.

"Kamu gak pengamatan, Ram?"

"Gue udah ijin telat." Ujarnya dengan cengiran. "Anak yang kebagian di pasca sebelah mana ya pengamatannya?"

Bukan hanya pada Senja, Rama juga menatap Anggun dan seolah menanti jawaban.

"Itu, seberang danau kayanya. Deket parkiran. Kelompok si Dewi kan? Tadi aku bareng dari gerbangnya ko."

"Iya. Oke thank you, ya. Gue kesana dulu."

Laki-laki itu pun pergi dengan motor maticnya itu. Dan Anggun masih tidak mengeluarkan satu kata pun walau pun dalam kepalanya muncul pertanyaan-pertanyaan. Dan tentu saja harus ia temukan jawabannya.

"Lo kenal Rama?"

"Kan kita sedepartemen."

Doeng.

Emang ya, Senja-Senja ini diam-diam senang bikin emosi.

"Maksud gue, selain sebagai teman departemen, Lembayung Senja." Gemes deh.

Gadis itu menampakan gingsulnya sebelum kembali berkata. "Temen satu kelas aku kan, waktu maba. Hehe."

"Sama Dewi juga dong?"

"Iya dong."

"Mereka tuh.. deket ya?" Anggun ragu untuk mulai bertanya lebih dalam.

Senja menghela nafas untuk berpikir. Lalu mengkerutkan keningnya.

"Dibilang dekat sih.. gimana ya, si Rama kan emang ramah sama semua orang. Cuman Dewi emang naksir sih."

Anggun mengangguk. Yah, dia pun bisa melihatnya. Dari bagaimana gerak-gerik gadis itu ketika di sekitar Rama.

"Si Rama anaknya begitu, kadang orang jadi suka salah paham. Temen kelas aku juga ada yang naksir tuh, anak MIPA, denger-denger sampe nekad nembak, tapi Rama nolak. Gatau hoax atau bener sih." Senja mulai bercerita.

"Anaknya tukang PHP ya?" Pancing Anggun.

"Ih enggak juga kata aku mah, dia ramah aja dan sebenarnya tahu batasan. Emang suka pada baper aja."

"Lo gak baper?"

"Bukan tipe aku." Ujar Senja singkat. Gatau deh tipe gadis unik satu ini kaya apa.

Gadis itu membenarkan kacamata bulatnya yang mulai melorot sebelum melanjutkan. "Lagian ya, gak kelihatan apa Rama anaknya lumayan alim. Kecil banget lah kemungkinan dia mau diajak pacaran."

"Dia se-alim itu ya?"

"Gak juga sih menurut aku."

Gimana tuh? Katanya tadi alim, sekarang gak juga.

Anggun menoleh menahan gemas pengen jitak orang.

Lagian semua orang tahu dia anggota pemuda masjid kampus. Gak alim apanya.

"Maksudnya, dia gak se-alim itu.. Ada kan yang alim sampai strik banget, kagok interaksi sama lawan jenis lah, gaulnya di masjiiid aja. Gamau bonceng teman cewek lah. Malah ada yang fanatik banget. Lagian bukan keluaran pesantren juga dia. Lebih santai lah orangnya. Tapi tetep ngerti agama."

Anggun kembali mengangguk.

Yah, dia tahu itu.

Ramadhan Khalif.

Salah satu yang menarik perhatian Anggun adalah Rama yang punya suara merdu saat mengaji. Hampir gak masuk akal sih seorang Anggun tertarik karena ngajinya seseorang. Tapi ini beneran. Punya tipe begitu, bebas-bebas aja kan.

Rama juga tetap bergaul selayaknya teman-temannya yang lain. Tidak membuat dirinya eksklusif, hanya berteman dengan orang-orang yang rajin ke mesjid. Dengan Yohan tukang nongkrong di warkop, dengan Rifan si anak IPK 4, bahkan dengan Bagja anak penyendiri pun dia akrab. Tidak segan juga dia berinteraksi dengan teman-teman perempuan. Gak sampai pecicilan kaya si Yohan juga sih.

Orang yang cukup santai. Tidak terlalu menonjolkan dirinya orang yang pandai mengaji dan aktif di masjid.

Pembawaannya yang dewasa terutama.

Satu kelas mungkin sepakat menganggapnya Mas, walau pun kami sebenarnya sebaya. Bukan sekedar sebutan. Tapi sering kali dia menengahi selisih diantara penghuni kelas. Bahkan penengah antara komti dan anggota kelas.

"Ngomong-ngomong kenapa kamu nanya-nanya soal Rama?"

"Hah? Yah kan barusan orangnya lewat." Kilah Anggun.

"Kirain." Kata Senja nampak curiga. Untungnya suara motor ke arah mereka mendistraksinya.

"Bangke Yohan! Jam berapa ini?" Sembur Anggun seketika.

"Ampun, bosqu. Ah elah." Yohan datang dengan Vespanya. Mukanya lusuh menunjukkan ia memang baru terbangun. Rambutnya mencuat kemana-mana. Iya hanya menyampirkan tas lapang kecil yang isinya pasti hanya pulpen dan kertas HVS, cukup untuk mencatat di kelas hari ini.

"Pagi, Senja." Laki-laki itu mengabaikan amukan Anggun.

Dari arah berlawanan Bian berlari dengan kunci mobilnya yang bergemericik ditangannya. Dia pasti sudah lebih dulu memarkir mobilnya sebelum ke lokasi pengamatan mereka.

"Sorry, sorry. Gue ke jebak macet tadi."

"Lo juga samanya, kampret." Sembur Anggun.

Sementara Senja menggelengkan kepalanya dengan memasang wajah galak. Yah walau pun segalaknya muka Senja gak ada yang takut juga. Beda dengan Anggun yang bikin jiper.

"Masih pagi, Nggun. Mulut Lo udah kotor aja." Lalu Yohan mendapatkan hadiah bogem di punggungnya.

Begitulah pagi itu di mulai. Melakukan pengamatan pagi, curi-curi bergosip, bertengkar, lalu memulai aktivitas kelas mereka di jam 8 sampai sore.

To be continued...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Alpha FemaleWhere stories live. Discover now