Kehidupan Pertama : Satu

596 62 18
                                    

Seoul, 1949

Seorang perempuan tampak menyapu halaman dengan seorang bayi yang tertidur di punggungnya.

Srek

Srek

Saat hampir selesai, ia mendengar keramaian tak jauh dari rumahnya dan menarik perhatiannya.

"Oh? Ada tetangga baru?"

Ia ingin melihat lebih dekat namun tiba-tiba terdengar rengekan pelan Sang Bayi.

"Kau terbangun, Nak?"

Ia mengayun-ayunkan tubuhnya pelan agar bayinya kembali tenang. Saat bayinya menangis semakin kencang, perempuan muda tersebut memutuskan masuk ke dalam rumah dan menidurkan bayinya di kamar sambil membiarkannya menyusu.

"Ada orang baru di sini," ucapnya ke arah Sang Bayi yang hanya memandanginya. "Semoga mereka juga punya anak yang bisa menjadi temanmu."

---

"Istriku, buatkan minuman untuk tamu kita ya."

"Baiklah, Suamiku."

Perempuan muda tersebut membuatkan teh dan mengambil beberapa potong roti yang ia buat untuk tamunya lalu membawanya ke teras.

"Nah, ini istriku. Namanya Han Yeseul. Kami berdua sudah tiga tahun di sini."

"Selamat sore, Nyonya Jung. Saya Kim Namgil dan ini istri saya, Lee Hani. Kami baru saja pindah ke sini kemarin."

"Saya lihat kemarin tapi maaf karena anak saya menangis, saya tidak ke sana."

"Tidak apa-apa, Nyonya Jung. Berapa usia anak Tuan dan Nyonya?"

"Baru empat bulan."

"Kami juga punya satu anak berusia satu tahun. Sekarang masih bersama orang tua saya dan akan diantar ke sini besok."

"Semoga mereka bisa berteman dan keluarga kita akan berhubungan baik, Tuan dan Nyonya Kim."

"Saya pun begitu, Tuan dan Nyonya Jung."

---

Seoul, 1959

"Hyungnim, ayo main bola," ujar seorang anak kecil bernama Jung Hoseok pada tetangganya.

"Kemarin kita sudah main bola. Apa tidak ada yang lain, Jung?" balas tetangganya, Kim Junmyeon, yang berusia satu tahun lebih tua. 

"Apa memangnya? Memanjat pohon di sana?"

"Cih! Aku tidak mau terkilir lagi gara-gara jatuh seperti bulan lalu."

"Hmm...cari belalang?"

"Tidak mau. Badanku gatal-gatal sesudahnya."

"Terus apa?"

"Ke pasar saja. Beli kue beras. Mau?"

"Mau! Sebentar, Hyungnim, aku minta uang pada Eomma."

"Tidak usah. Aku bawa uang."

Kedua bocah tersebut berjalan kaki selama sepuluh menit hingga sampai di pasar. Masih ada banyak penjual dan pembeli di sana, termasuk penjual kue beras yang mereka cari.

"Paman, kue berasnya tiga ya."

"Baiklah. Ini, hati-hati jatuh."

"Terima kasih, Paman." Junmyeon membayar dan memberikan Hoseok sebuah kue beras.

"Terima kasih, Hyungnim."

"Hmm. Ayo makan di situ."

Mereka duduk di sebuah bangku panjang tanpa kata karena mulutnya sibuk mengunyah.

Three Lives, One LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang