Terkenang Dalam Hati

Start from the beginning
                                    

Baru saja Dirga akan menjawab 'belum' tapi Hary sudah lebih dulu menarik tangannya. Hary saat ini seperti seorang Ayah yang marah karena dua anaknya tidak mau makan. Siapa yang jadi pemeran anaknya? Ya Dirga dan Kina. Mereka berdua seperti pasrah saja ditarik seperti itu. Namun, keduanya sudah mengerti Hary.

Dirga lapar, sebenarnya, tapi lagi-lagi ia menolak rasa itu. Padahal cuma lapar. Tapi terkadang hati yang merasa tidak enak membuat selera makannya jadi buruk.

Kini Dirga sudah duduk di depan sebuah meja. Ia menyantap nasi serta lauk pauknya yang terasa hambar—tentu ini hanya di mulutnya saja. Kalau bukan karena paksaan Hary, ia tidak akan makan saat ini.

Selanjutnya yang Dirga, Hary, dan Kina lakukan hanyalah makan sambil membicarakan beberapa hal. Terlebih lagi Dirga dan Hary yang terdengar membicarakan masa-masa SMA yang terasa sudah terlampau lama sekali. Mereka berbincang sambil sesekali tersenyum atau tertawa. Yang tentu, Dirga sedikit terpaksa. Tawanya telah membohongi apa yang ia sebenarnya rasakan saat ini.

Selesai menyantap makanan, beberapa menit kemudian Hary beringsut berdiri. "Hayu kita ke depan sana." Kina yang duduk di sebelah Hary langsung ikut berdiri. Hary melihaat Dirga yang masih duduk tak bersemangat di kursinya. Ia terlihat menatap kosong piring yang ada di meja.

"Dirga?" tidak ada jawaban. "Woy Dirga, elah, malah ngelamun." Setelah Hary menyenggol bahu Dirga, barulah Dirga menyahut, "Apa?"

"Ayo kesana," kata Hary sambil melirik mata ke arah panggung di depan. Dirga menggeleng, "Duluan aja."

"Loh?" Sadar kalau raut wajah Dirga tiba-tiba berubah, Hary mengurungkan niat untuk mengajak Dirga lagi. Termasuk Kina yang membujuk Hary untuk 'udah, ry, mungkin dia lagi nggak mau'.

Dan sekarang Hary dengan Kina disebelahnya sudah berjalan ke arah panggung di depan. Meninggalkan Dirga sendirian yang masih menatap meja makan.

Setelah beberapa menit yang lalu Hary pergi, Dirga beranjak pindah ke tempat duduk lain. Ia memilih duduk di jajaran bangku-bangku, sedikit menghindari keramaian. Ia duduk melihat ke ujung sepatunya sendiri. Yang Dirga sadari atau tanpa sadari, sejak awal ia datang ke tempat ini, baru sekarang ia berani untuk melihat ke depan, di mana sebuah panggung berjarak satu meter dari lantai berdiri kokoh.

Dirga melihatnya.

Dirga melihat Mawar. Ia berdiri tepat di sebelah mempelai pria. Mengenakan gaun pengantin berwarna putih berenda-renda. Dengan mahkota kecil tersemat di kepalanya. Ia nampak bahagia. Sedang sedikit berbincang dengan Hary dan Kina yang sudah ada di depan sana.

Dirga meraba saku jasnya, mengambil sesuatu yang sejak tadi tersimpan di sana. Dirga menatap diam setangkai bunga mawar merah di tangan kanannya. Ia melihat bunga mawar itu dengan tatapan nanar. Ia masih duduk seorang diri, lama Dirga menatap bunga itu dengan banyaknya pikiran yang berkecamuk. Mempertahankan banyak hal juga menolak banyak hal pada dirinya sendiri.

Hingga dari sudut mata Dirga, ia melihat ada seseorang yang baru saja duduk di kursi sampingnya. Awalnya ia tidak menggubris, tapi saat merasakan hal janggal, perlahan Dirga menengok ke sebelah untuk melihat siapakah gerangan yang kini duduk di sampingnya dan segera terbelalak kaget saat tahu.


"Bunga mawarnya cantik." Begitu kata seseorang yang kini tiba-tiba ada di sebelah Dirga. Ikut duduk, dan terlihat menikmati alunan lagu yang memenuhi langit-langit ruangan.

Dirga masih diam, masih mencerna apa yang telah terjadi saat ini. Alunan musik saat ini bak air mengalir yang masuk deras ke dalam tubuh Dirga. Memanggil seluruh memori bersamanya di masa yang telah lalu.

Garis TintaWhere stories live. Discover now