Bad Liar

67 11 1
                                    

Lagu buat menemani kalian baca fic ini:

1) Heather - Tate McRae ver

2) Bad Liar - Imagine Dragon

-------------------------------------------------------------------------------------------

Sudah seminggu sejak kejadian itu Taka tidak bertemu lagi dengan Toru. Mereka berdua sibuk dengan kegiatan masing-masing, Toru sibuk dengan project-nya bersama Milet dan Taka sibuk mempersiapkan album terbaru mereka.

Seharusnya hari ini semua anggota band berkumpul di studio untuk membicarakan album terbaru, namun Toru mendadak membatalkan janji itu karena ada urusan yang harus dia selesaikan. Tidak biasanya Toru melakukan itu. Urusan band selalu menjadi prioritas utama baginya, tidak peduli jika Toru sedang sakit sekalipun jika menyangkut dengan band maka dia akan tetap pergi, tapi tidak kali ini.

"Urusan, heh" Taka mendengus, urusan apa yang membuat Toru berubah begitu saja dan memilih untuk membatalkan pertemuan mereka. 'Pasti sangat penting sampai dia menundanya.' batin Taka.

Taka memilih untuk tidak ambil pusing, dia bukanlah siapapun bagi Toru kecuali sahabat sekaligus anggota bandnya, tidak lebih. Bukan urusannya jika Toru memiliki hal lain yang menjadi prioritasnya saat ini, Taka mengerti itu dan dia sadar akan posisinya.

Taka memilih untuk pergi ke luar dan bertemu teman-temannya yang lain. Mengambil mantel kuning tebalnya dan tas kecil Taka siap untuk keluar. Dia melihat ke jendela apartemennya sebelum pergi, memandang keluar dan melihat dinginnya Tokyo melalui jendela ruang tamunya. Entah mengapa awal Desember kali ini terasa lebih dingin dari biasanya.

Kamar apartemen Taka berada di lantai 11, dia sengaja memilih tempat yang agak tinggi karena senang melihat pemandangan kota Tokyo dari balkon apartemennya. Lalu bagaimana dengan Toru? Dia ada di lantai 4, alasannya karena dia tidak ingin terlalu jauh dari basement dan meninggalkan koleksi mobil mahalnya.

Taka memainkan smartphone nya di dalam lift, dia tidak memperhatikan setiap orang yang datang dan pergi di dalam lift itu, hingga sebuah suara yang dikenalnya membuat Taka terpaksa memalingkan pandangannya ke arah sang pemilik suara.

Dihadapannya berdiri Toru bersama seorang wanita yang tentu saja dikenal Taka. Mereka tidak menyadari kehadiran Taka di belakang mereka dan Taka juga tidak menyapa Toru dan kekasih sahabatnya itu. Kini hanya ada mereka bertiga di dalam lift. Taka memperhatikan kedua temannya, 'Ah, mereka terlihat serasi bukan' batinnya.

"Apa kita akan pergi makan malam ke tempat itu?" wanita bernama Saya itu melihat ke arah Toru, tatapan matanya begitu lembut dan menyejukkan.

"Ya. Lagi pula aku tidak akan mengajakmu pergi ke sembarangan tempat. Itu tempat spesial, biasanya hanya aku dan Taka yang selalu mengunjungi tempat itu." Toru membalas tatapan kekasihnya, tangan mereka kini terpaut satu sama lain.

Taka tidak kuat lagi, dia mengepalkan tangannya dan memalingkan wajah, menghindari menatap kemesraan orang yang dicintainya dengan wanita lain.

'Apa-apaan itu.' batin Taka.

Hatinya menciut, matanya terasa panas dan dadanya terasa sesak. Taka menggeleng- tidak, dia tidak boleh lemah, ini bukan sekali dia melihat Toru bersama seorang perempuan kan.

Tiba-tiba suara keras dari saku mantel Taka mengagetkan mereka bertiga, memecah keheningan di dalam lift itu. Taka segera mengambil smartphone nya dan melihat panggilan yang masuk, hanya sebuah misscall dari temannya. Taka hendak mengembalikan smartphone nya itu sebelum suara mengintrupsi kegiatannya.

"Taka?" bariton khas yang sangat dikenal Taka. Ah, Taka tidak memiliki pilihan selain menatap sang pemilik suara.

"Eh, Mori-san?"

"Hai." Taka melihat kedua temannya itu dan tersenyum dengan ramah.

Toru terkejut melihat kehadiran Taka, dia segera melepaskan pautan tangannya dengan kekasihnya. "Apa dari tadi kau ada di belakang kami?"

Taka hanya mengangguk.

"Kenapa tidak bilang jika kamu ada di belakang kami." Toru mengusap wajahnya, pipinya memerah. Dia mengusap tengkuknya canggung, ada perasaan tidak enak setelah tahu jika Taka ada di belakangnya dan memperhatikan mereka selama di lift.

Taka tertawa. Ah, sudah lama Toru tidak melihat pria kecil itu tertawa. "Yang benar saja, aku tidak mau mengganggu dua orang yang sedang kasmaran."

"Lagipula kalian terlalu sibuk dengan dunia kalian sampai tidak sadar jika ada orang di belakang." Taka kembali tertawa dan membuat pipi Saya memerah karena perkataannya.

"Oh, apakah kamu sudah selesai dengan urusanmu Toru?"

Taka mengalihkan pembicaraan dan menatap Toru dengan penasaran. Mata bulatnya selalu bisa menghipnotis siapapun yang melihatnya, 'cantik' itulah yang dipikirkan Toru.

"Ah, itu- aku sudah menyelesaikannya."

Saya yang mendengar pembicaraan mereka juga merasa penasaran, memang urusan apa yang dilakukan Toru hari ini sementara mereka berdua ada di dalam apartemen sejak tadi pagi.

"Urusan? Apa kamu ada janji Toru-san? Jika tahu begitu seharusnya kamu bilang padaku sejak pagi jadi aku tidak akan datang."

Taka membulatkan matanya tidak percaya, ya, kini dia tahu jawabannya. Taka tersenyum kecut, betapa bodonya dia karena percaya jika Toru masih akan memprioritaskan band atau pun dirinya dibanding apapun, tapi tidak, Toru sudah berubah dan begitu pula prioritasnya.

Toru merasa dirinya sedang tertangkap basah dan membuatnya semakin canggung berhadapan dengan Taka. Dia tidak tahu alasan lain yang harus ia jelaskan, Toru takut jika Taka semakin bersikap dingin padanya setelah mengetahui hal ini.

Taka menyadari gelagat Toru, dia bisa merasakan ketidaknyamanan Toru. Lagi, hati Taka tidak tega melihat orang yang dicintainya merasa tersudut seperti itu. Takahiro Moriuchi terlalu lemah jika harus berhadapan dengan Toru Yamashita.

"Tenang saja, aku tidak akan mengatakan ini pada Tomoya dan Ryota. Kamu juga memiliki kehidupan pribadi Toru. Yah, walau aku tidak menyangka ternyata leader-ku ini membolos demi berkencan." Taka terkekeh. Toru dan Saya saling berpandangan, pipi mereka memerah setelah dipergoki oleh Taka dan ikut tertawa. Ah, setidaknya Taka berhasil mencairkan suasana canggung diantara mereka.

'Ting'

Pintu lift terbuka, mereka bertiga keluar dari lift karena sudah sampai di lantai 1. Taka hendak pergi namun Toru memegang tangan kirinya. Toru melihat setelan yang Taka pakai, sebuah mantel tebal, masker, tas kecil, "Kau mau pergi kemana?"

Taka menaikkan sebelah alisnya, bingung, "Aku akan pergi menemui teman-temanku di kedai sushi."

"Apa kau ingin pergi bersama? Aku bisa mengantarmu."

Taka melihat Toru, dia tidak bisa membaca apa yang dipikirkan pria itu, apakah Toru masih merasa bersalah karena Taka memergokinya?

Tatapannya kini beralih ke Saya yang menunggu mereka, wanita cantik itu menatap mereka dengan penasaran. Taka tahu Saya adalah wanita yang baik, Toru tidak akan menyesal jika memilih wanita itu nanti.

Taka menggelang lemah, "Tidak. Aku akan naik taksi saja. Kamu akan berkencan bukan? Tidak enak jika aku ikut dalam kencan kalian dan menjadi patung sementara kalian bermesraan di hadapanku." Taka terkekeh, dia tersenyum hangat dan melanjutkan perkataannya, "Pergilah Toru, Saya menunggumu. Jangan buat wanita menunggu terlalu lama, ingat itu."

Toru melepaskan genggamannya, apa yang dikatakan Taka ada benarnya. Taka melihat tangan Toru, ada rasa sakit dalam hatinya ketika Toru melepaskan tangannya begitu saja.

"Jika tidak ada taksi untuk pulang nanti, kamu bisa menghubungiku kapan saja."

Toru tersenyum dan pergi, dia kembali menemui Saya yang menunggunya sejak tadi. Taka masih berdiri di tempat yang sama, melihat sosok Toru yang semakin menjauh. Dalam hati kecilnya Taka berharap Toru berbalik dan kembali padanya. Namun tidak, sosok itu terus berjalan, lalu menghilang sepenuhnya dari pandangan Taka.

Pierce: A Distance between UsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora