[Ardanu] Bait Aksara - 03

En başından başla
                                    

Danu gak tahu jenis bunga karena dia sendiri juga gak terlalu suka berkebun. Jangankan berkebun, potong rumput di depan kontrakan saja selalu dia hindari. Danu akan lebih memilih membersihkan bak mandi lantai dua daripada harus bergelut dengan hal-hal yang berkaitan dengan tanaman. Maka dia tarik ponsel yang ada di sakunya lalu mencari beberapa jenis bunga yang ada kaitannya dengan tujuan Aksa.

Lali Danu menampilkan senyum sendu beberapa menit kemudian. Dia sadar kalau Aksa masih sama seperti beberapa bulan lalu. Pemuda itu masih belum bisa beranjak dari titik lukanya berasal. Sama seperti Zidan yang juga mendadak ikut-ikutan membeli puluhan tangkai bunga matahari yang kemudian disusun sedemikian rupa secara mandiri.

Aksa membeli bunga tersebut gak lain dan gak bukan karena ingin bertemu buah hati mantan pacarnya, si Adisa, yang baru saja melahirkan anak perempuan seminggu lalu. Kabar itu didapat Aksa dari si pemilik nama langsung melalui chat, yang kemudian membuat Andromeda gempar karena Aksa menangis di ruang tamu entah karena perasaan bahagia atau justru sesi galau yang berkepanjangan.

"Bayinya udah brojol. Cewek. Namanya Raisa, katanya biar sama-sama cantik dan punya bakat kaya si penyanyi Raisa beneran. Tapi kenapa yang gue bayangin itu anak gue sama dia karena punya penggalan nama yang sama? Kenapa? Aksa. Adisa. Raisa."

Hari yang sial bagi Aksa, karena isakannya diiringi dengan lantunan lagu Fiersa Besari dengan judul Belum Punah pada pengeras suara yang diputar oleh Haikal secara mendadak. Lagu yang dibenci oleh Aksa sejak dia tahu Adisa ternyata sudah menikah.

"Gue gak paham kenapa kalian suka banget ngelakuin ini," sahut Danu, masih menatap kedua temannya yang super sibuk dengan kegiatan serupa. "Alih-alih merasa senang, entah kenapa gue lihat kalian seolah-olah justru membungkus rasa sakit di dalam hal-hal yang indah. Tahu gak? Kalian mencoba damai sama hal-hal yang lalu, tapi di saat yang bersamaan kalian juga gali kuburan kalian sendiri terus kembali tenggelam dalam kubangan rasa sakit yang sama berulang kali."

"As expected, Danu and his smart mind." Zidan berkomentar tanpa menoleh ke sumber suara yang barusan berpendapat. "Lo gak tahu betapa hal kayak gini berarti banget bagi orang yang kehilangan sesuatu dalam hidupnya."

"Apa merelakan sesuatu seberat itu rasanya?"

"Kalau untuk ukuran Bang Aksa yang ditinggal menikah, atau Bayu yang ditinggal Teh Alina lamaran, gue rasa masih bisa gue terima andai gue lah yang ada di posisi mereka." Zidan tampak sangat terbiasa sekarang, seolah membahas hal seperti ini sudah jadi makanan sehari-hari baginya. "Tapi untuk ukuran Nadira yang ninggalin gue di sini sendirian, tanpa pamit dan tanpa ada salam sama sekali, susah untuk gue terima walaupun gue ingin."

Lagi, Danu menemukan alasan kenapa ruangan tempat televisi ini begitu membingungkan pikirannya. Satu pelajaran hidup mengalir lagi di sini bak sungai yang ujungnya masih belum Danu temukan ada di mana. Ada lagi kejutan yang membuat pemikirannya tergerak untuk memroses bagaimana semesta bekerja bagi manusia fana.

Kalau gitu sepertinya gue masih belum ada apa-apanya.

Pengorbanan gue untuk Adek masih belum terasa.

Memendam rasa suka gue ke Raya belumlah pantas disebut dengan konteks merelakan, karena pada dasarnya Raya juga sudah jadi kepunyaan Adek bahkan sebelum gue datang.

"Lo tau pasti, Nu, semakin dewasa seseorang arti kata merelakan itu jadi semakin luas," Aksa menyahut. "Bukan tentang melepas seseorang aja, tapi juga menerima kenyataan yang gak digariskan dalam hidup lo. Terus juga keluar dari zona nyaman buat nemuin berbagai hal baru ataupun melepas sesuatu yang gak bisa sepenuhnya lo rengkuh."

"Dan... contohnya?"

"Melepas satu tanggung jawab yang gak bisa sepenuhnya lo lakukan, seperti terlalu memikirkan dan memuaskan orang lain. Karena kita gak akan pernah bisa jadi segalanya bagi semua orang. Tipikal lo kayak gitu, Nu."

ANDROMEDAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin