Prolog

21.1K 1.7K 43
                                        

"Yang Mulia, Anda yakin akan melakukan ini?" tanya seorang lelaki berjubah hitam untuk kedua kalinya.

Rembulan menggantung yang menengahi, serta hewan-hewan malam yang terbang perlahan seakan ikut menahan napas, terhanyut dalam tegang menunggu mulut tipis Sang Mulia terbuka.

Anggukkan kepala lelaki di depannya disambut semilir angin memainkan ujung rambut hitamnya, "lakukanlah, Cassius! Aku tidak akan pernah menarik ucapanku."

Cassius menyingkap penutup kepala hingga, terteralah dengan jelas rahangnya yang mengeras. Dia kemudian mendengus, "kau benar-benar keras kepala!" gerutunya mulai menggunakan bahasa nonformal akibat rasa jengkel menyerang.

"Dengar! Bukan hanya ingatanmu saja yang akan hilang, tapi ingatan gadis itu pun sama!" Cassius mulai meninggikan suara, kini dia berbicara sebagai seorang teman, bukan sebagai seorang bawahan dengan gelar penyihir istana, "Bagaimana caramu bisa menemukan kembali gadis itu sebelum hari kematiannya? Jelaskan! Beri tahu aku dulu apa rencanamu setelah ini!"

Angin berembus kuat seolah ingin mengenyahkan kekesalan di raut Cassius. Sementara Sang Mulia malah menyunggingkan senyum, di bawah temaram cahaya bulan wajahnya begitu tenang setenang danau di bawah mereka.

"Kau tahu aku hanya bisa membantumu sampai di sini," suara Cassius memelan terdengar sendu.

"Jangan khawatir! Aku akan berusaha keras," Sang Mulia menatap lembut, "sebagai seorang penyihir, apa kau tahu kekuatan cinta?"

Cassius serta-merta bergidik, bukan karena gelapnya malam ini, atau suara kelelawar yang memekik, tapi bagaimana dia bisa mengucapkan hal yang menggelikan! gerutu batinnya.

"Orang yang sedang jatuh cinta memang susah dinasihati," Cassius mencebik.

"Jadi, kau sedang menasihatiku?"

"Ya!" ketusnya segera, "lalu bagaimana dengan Hexion? Kau tidak takut dia akan mengacau lagi?"

"Jika ritual ini dilakukan, Kurasa dia akan memperbaiki perilakunya nanti. Sebagaimana aku mendapatkan kesempatan kedua ini, aku pun akan memberi dia kesempatan."

Cassius berdecak untuk kesekian kali, memutuskan menyerah. Dia teramat gemas melihat bagaimana pria di depannya bisa semudah itu berprasangka baik. Memang bukan tabiat Tuannya mengambil keputusan secara gegabah, tetapi dipikir berapa kali pun pilihannya kini sungguh berisiko.

"Apa lagi yang kamu tunggu?"

Cassius tersentak, kontan menggeleng cepat.

"Mari kita lakukan sekarang!"

"Baiklah, Yang Mulia!" Cassius membuang napas berat. Mulutnya mulai menggumamkan kalimat asing, sedangkan matanya terus menatap lekat Sang Mulia, berharap ada sesuatu yang menghentikannya.

Selesai merapal mantra, tubuhnya samar menghilang dan lenyap. Begitu satu detik kemudian tubuhnya kembali hadir, bersama sebuah batu kristal di genggamannya.

"Eizen de Hydrargi, kuambil seluruh ingatan berhargamu dan menyegelnya ke dalam batu kristal ini, sebagai bayaran atas waktu yang ingin kau ulang kembali. Jika kau sepakat, sentuhlah batu ini!"

Eizen berkedip pelan, irisnya yang berwarna merah tampak meredup. Cassius tahu keputusan ini bukan yang terbaik, namun juga bukan sesuatu yang bisa dilewatkan.

Tepat setelah Eizen menyentuh batu kristal itu, keduanya limbung dan hampir saja jatuh ke danau di bawah mereka. Eizen mengepakkan sayap hitamnya, mengembalikan keseimbangan.

"Ritualnya selesai. Begitu batu kristal tenggelam di danau, maka hasil ritual ini akan bekerja!"

Eizen mengangguk pada Cassius.

Batu kristal yang besarnya tak lebih dari kelereng berkilau tertimpa cahaya bulan, dilepas dari genggaman Cassius. Mereka berdua mengambang di udara tertunduk seraya memandang pilu, ke arah benda kecil yang jatuh dengan anggun. Suara kecipak terdengar samar tatkala batu itu menyentuh permukaan air danau di bawah sana.

Tidak lama kemudian, seberkas cahaya perlahan menguar dari dalam air. Semakin lama semakin menyebar ke segala penjuru danau, dan cahaya itu semakin kuat menyilaukan mata.

"Eizen! Lakukanlah dengan baik! Kau harus bergegas bagaimana pun caranya!" teriak Cassius, sebelum akhirnya mereka tidak bisa saling melihat dan tubuh mereka tertelan cahaya.

____________

Tanggal publikasi: 1 Januari 2021

Somewhere in Between [END]Where stories live. Discover now