Prolog

482 118 8
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Udara Jogja pagi ini begitu dingin, ia menusuk kulit Dirga Martawangsa hingga membawanya kembali dari alam mimpi. Dilihatnya pukul tiga pagi, Dirga memutuskan untuk turun dan mengambil segelas air. Ketika ia turun, keadaan masih gelap rupanya, sebelum mengambil segelas air, Dirga pergi sebentar ke toilet untuk sebuah urusan penting. Sekeluarnya ia dari toilet, Dirga melihat siluet orang sedang melakukan sesuatu di westafel.

"Tak gendong kemana-mana." Orang itu melakukan sesuatu di westafel sambil bernyanyi lagu ciptaan Mbah Surip yang berjudul tak gendong.

"Tak gendong kemana-mana."

Dirga mengerutkan dahinya, "Dis?" panggilnya.

"Tak gendong kemana-mana."

"Dis, lu creepy banget dah," ucap Dirga yang masih berdiri di samping tangga, ia menekan saklar lampu, membuat lantai dasar menjadi terang-benderang, dan--sosok itu menghilang bersamaan dengan hilangnya kegepalan.

"Ah--shit." Memang tak se'peka' Andis, tetapi terkadang Dirga juga mampu melihat mereka yang tak kasat mata.

Dirga memutar tubuhnya dan mengurungkan niatnya untuk mengambil segelas air, ia hanya ingin kembali ke kamarnya. Namun, ketika ia berbaik arah, sebuah wajah terpampang jelas tepat di depan wajahnya, hingga membuat Dirga kaget dan terjatuh ke belakang.

Tama menatap Dirga sambil menggaruk kepalanya, ia menaikkan alis kanannya seolah berkata. "Aneh."

"Enggak, gua ga takut, cu--cuma kaget aja," ucap Dirga.

Tama berjalan melewati Dirga yang masih terduduk di lantai, ia masuk ke toilet, Dirga hanya menatapnya hingga sosok Tama menghilang ketika pintu toilet tertutup.

Dirga bukan orang yang gemar bercerita tentang pengalaman pribadinya, apa lagi yang berbau mistis. Ia menyimpan kejadian tadi pagi sendirian.

"Woy! Bengong mulu, ngopi dulu nih," ucap Andis yang menghampirinya membawa dua gelas americano.

"Lagi banyak pikiran aja," balas Dirga.

"Jadi hari ini mau jalan jam berapa? Itu cewek-cewek udah dikabarin belom?" tanya Andis.

"Mila udah oke, nanti jam tujuh dia ke sini, kalo Aqilla coba tanya Tama," jawab Dirga.

"Awas anjing galak," ucap Andis sambil menatap tajam ke arah Tama yang sedang bermain game.

"Yaudah lu pada siap-siap aja dulu, udah jam enam nih," timpal Ajay yang baru saja selesai mandi, ia berjalan dan menjemur handuknya di teras depan.

Mereka akhirnya bersiap-siap, setelah Ajay, kini giliran Andis yang menggunakan kamar mandi, sementara Dirga dan Tama mengemas barang mereka. Waktu menununjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, Karmila datang bersama dengan Aqilla, sepertinya mereka janjian di suatu tempat.

"Motor masukin ke dalem aja?" tanya Aqilla pada Dirga.

"Iya, masukin aja," balas Dirga sambil berjalan keluar membawa kunci mobil.

Dirga membuka bagasi mobil dan mulai memasukkan beberapa barang bawaan mereka.

"Villa udah ready?" tanya Andis yang baru saja keluar kamar mandi.

"Aman," jawab Mila sambil mengacungkan jempolnya.

"Trip to Bandung! Yeay," timpal Aqilla yang duduk di sebelah Tama, melihat Tama sibuk dengan game nya, Aqilla mengambil hp milik Tama.

"Sini aku mainin," ucap Qilla pada Tama.

Tama hendak mengambil hp nya kembali, tetapi Qilla mengancamnya.

"Pilih turun rank, atau putus?" Aqilla menatap Tama dengan senyum indahnya.

Tama tak menjawab, ia hanya membiarkan monster kesayangannya menghancurkan permainannya.

"Yaudah yuk, udah siap semua?" tanya Dirga pada Andis, Ajay, Tama, Aqilla dan Karmila.

Mereka semua masuk ke dalam mobil. Dirga mengemudi ditemani oleh Mila, Tama duduk di tengah bersama Aqilla, dan kursi belakang di isi oleh Andis dan Ajay. Mereka berangkat menuju Lembang dari Yogyakarta.

.

.

.

Tanpa mereka sadari, perjalanan mereka akan membawa petaka.

Mantra : The Bloody GameWhere stories live. Discover now